Putra mantan diktator Filipina Ferdinand Marcos, Senin (17/1), berhasil menggagalkan sebuah upaya untuk mendiskualifikasinya dari pemilihan presiden 9 Mei. Meski demikian, ia masih menghadapi sejumlah petisi lain yang mempersoalkan kekejaman di bawah pemerintahan mendiang ayahnya.
Komisi Pemilihan Umum menolak petisi yang berargumen bahwa Ferdinand “Bongbong'' Marcos Jr. harus dilarang mencalonkan diri untuk jabatan publik karena telah dinyatakan bersalah tidak membayar pajak penghasilan dari 1982 hingga 1985, dan menyatakan dalam surat pencalonannya bahwa ia tidak pernah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan. Putusan komisi itu tersebut dapat diajukan banding.
“Ia tidak sengaja berusaha menyesatkan, memberi informasi keliru atau menipu pemilih,'' kata putusan itu.
Marcos Jr. telah memimpin dalam berbagai jajak pendapat popularitas menjelang pemilihan itu.
“Satu persoalan telah selesai,'' kata juru bicara komisi James Jimenez kepada wartawan. ''Tapi ada masih ada sejumlah persoalan lain yang masih menunggu.''
Ia mengatakan ada lima petisi lain yang menentang pencalonan Marcos Jr., tiga di antaranya telah dikonsolidasikan menjadi satu kasus. Nama Marcos Jr. akan dimasukkan dalam surat suara, yang akan segera dicetak, meskipun ada sejumlah petisi yang tertunda, kata Jimenez.
Kubu Marcos Jr. berterima kasih kepada komisi pemilihan “karena menegakkan hukum dan hak setiap kandidat seperti Bongbong Marcos untuk mencalonkan diri sebagai pejabat publik yang bebas dari segala bentuk pelecehan dan diskriminasi.''
Ferdinand Marcos menempatkan Filipina di bawah pemerintahan militer pada 1972, setahun sebelum masa jabatannya berakhir. Ia membekukan Kongres, menutup kantor-kantor surat kabar, memerintahkan penangkapan lawan-lawan politik dan memerintah dengan dekrit.
Ia digulingkan dalam pemberontakan “kekuatan rakyat'' yang didukung militer pada 1986. Ia meninggal di pengasingan di Hawaii tiga tahun kemudian tanpa mengakui kesalahan apa pun, termasuk tuduhan bahwa ia dan keluarganya mengumpulkan sekitar $5 miliar hingga $10 miliar sewaktu berkuasa.
Sebuah pengadilan di Hawaii menyatakan ia bertanggung jawab atas sejumlah pelanggaran HAM dan memanfaatkan tanah miliknya senilai $2 miliar untuk mengompensasi lebih dari 9.000 orang Filipina yang mengajukan gugatan terhadap dirinya terkait penyiksaan, penahanan, pembunuhan dan penghilangan paksa.
Jandanya, Imelda Marcos, dan anak-anaknya diizinkan kembali ke Filipina pada 1991. Sejak itu mereka kembali ke politik, dan memenangkan kursi di Kongres dan beberapa jabatan berpengaruh di tingkat provinsi. Marcos Jr. menyebut tuduhan-tuduhan terhadap ayahnya sebagai "kebohongan". [ab/uh]