Dalam pidato hari Selasa (4/10), Presiden Filipina Duterte mengungkapkan kekecewaannya terhadap Amerika, yang telah meminta pemerintahnya agar berhenti melakukan pembunuhan yang tersebar luas dengan dalih kampanye anti-narkoba.
"Bukannya membantu, pertama yang menyerang kampanye anti-narkoba adalah Departemen Luar Negeri. Jadi, persetan. Presiden Obama, silakan Anda pergi ke neraka," kata Duterte.
Komentar itu menanggapi kecaman Barat atas kampanye anti-narkoba pemerintah Filipina yang dalam tiga bulan ini telah menewaskan lebih dari 3.000 orang.
Sejak menjabat Juni lalu, Duterte secara konsisten menilai kecaman Barat itu sebagai gangguan dari kekuasaan kolonial. Dalam pidato bernada keras di Manila, Duterte mengatakan Amerika tidak ingin menjual rudal dan senjata lain, tetapi Rusia dan Tiongkok telah mengatakan kepadanya bahwa mereka bisa menjual senjata-senjata itu kepadanya dengan mudah.
"Adalah tugas suci saya untuk menjaga kedaulatan republik ini dan orang-orang yang sehat," ujar Duterte.
"Jika Anda tidak ingin menjual senjata, saya akan membelinya dari Rusia. Saya menugaskan para jenderal ke Rusia dan Rusia mengatakan, 'Jangan khawatir, kami mempunyai semua yang Anda butuhkan, kami akan memberikannya kepada Anda'," ujar Duterte.
Ia menambahkan, "Sedangkan China mengatakan, "Datang saja, tandatangani dan semuanya akan dikirim.'"
Komentar Duterte itu merupakan yang terbaru dari sederet pernyataan bernada permusuhan yang dilontarkannya hampir setiap hari terhadap Amerika, yang dimulai Duterte dengan membandingkan bekas penjajahnya dengan saingan geopolitiknya: Rusia dan China.
Komentar terbaru dilontarkan sementara Filipina dan Amerika hari Selasa melakukan latihan militer tahunan. Presiden Duterte mengatakan latihan perang dengan Amerika itu akan menjadi yang terakhir dalam masa jabatannya selama enam tahun.
Duterte telah berulang kali mengancam akan meninjau ulang kerja sama militer negaranya dengan Amerika yang sudah lama terjalin, dengan mengatakan ia akan bergerak lebih dekat ke Rusia dan China.
Komentar itu menimbulkan pertanyaan mengenai salah satu aliansi militer Amerika paling penting di Asia Timur. Sejauh ini, belum satu pun ancaman Duterte dilaksanakan. [ka/ds]