Menurut Presiden AS Donald Trump, yang baru-baru ini berpidato di Forum Ekonomi Dunia, negosiasi AS dengan Rusia dan China mengenai denuklirisasi dan kesepakatan akhirnya “sangat mungkin terjadi.”
“Jumlah uang yang sangat besar dihabiskan untuk senjata nuklir, dan kemampuan destruktifnya adalah sesuatu yang bahkan tidak ingin kita bicarakan hari ini karena Anda tidak ingin mendengarnya. Itu terlalu menyedihkan,” ujar Trump.
Selama Perang Dingin, satu generasi anak sekolah mendengarnya. Mereka diajari cara bertahan hidup dari serangan bom atom yang datang secara tiba-tiba. Pelajaran itu, misalnya berbunyi: “Tidak ada waktu untuk melihat-lihat atau menunggu. Saat ada kilatan, menunduklah dan berlindung. Lakukan dengan cepat!”
Film instruksional semacam itu tidak menggambarkan bagaimana ledakan dapat memusnahkan lingkungan mereka. Hal itu diperjelas oleh uji coba nuklir di atas tanah oleh pemerintah AS di gurun Nevada pada tahun 1950-an.
Sejak tahun 1945, ketika Amerika Serikat menjatuhkan dua bom atom di Jepang untuk mengakhiri Perang Dunia Kedua, telah terbukti bagaimana radiasi membakar dan membuat sakit siapa pun yang mulanya berhasil selamat dari serangan nuklir tersebut.
Kengerian itu semua akhirnya mendorong demonstrasi publik dan diplomasi untuk mengurangi atau mencoba menghilangkan senjata nuklir.
Sembilan negara saat ini memiliki senjata nuklir, meskipun Israel tidak pernah mengakui kepemilikan senjata tersebut. Amerika Serikat dan Rusia masing-masing memiliki lebih dari 5.000 hulu ledak nuklir – 90 persen dari total dunia. Kekuatan gabungan global dari semua senjata nuklir semua negara, menurut para pendukung pengendalian senjata, dapat menghancurkan dunia 10 hingga 50 kali lipat.
Perjanjian saat ini [New START] antara Washington dan Moskow — yang membatasi jumlah hulu ledak nuklir strategis yang dikerahkan dan sistem pengiriman — akan berakhir pada 4 Februari 2026. Hal itu menambah urgensi seruan Presiden Trump untuk melakukan pembicaraan dengan Rusia dan China, kata Xiaodon Liang, analis di Arms Control Association, sebuah organisasi nonpartisan di Wahington, DC, dengan dedikasi mempromosikan pemahaman publik dan dukungan terhadap kebijakan pengendalian senjata yang efektif.
“Oleh karena itu, masalah ini harus menjadi agenda utama dan ada sinyal bahwa presiden prihatin dengan masalah ini dan memikirkannya, itu adalah hal yang sangat positif," kata Xiaodon.
Pada hari Selasa (28/1), di Institut Perdamaian AS, Buletin Ilmuwan Atom menggerakkan jarum “Jam Kiamat” satu detik lebih dekat ke tengah malam, yang dimaksudkan untuk menandakan bahaya dari senjata pemusnah massal dan ancaman eksistensial lainnya.
“Sekarang 89 detik menuju tengah malam.”
Meskipun “Jam Kiamat” hanya bersifat simbolis, analis Xiadon Liang melihatnya sebagai ritual penting tahunan yang menyoroti risiko yang ditimbulkan oleh senjata nuklir bagi warga Amerika dan semua orang di dunia.
“Jam Kiamat” adalah alat yang bagus untuk menyampaikan peringatan itu kepada lebih banyak orang dan Anda tidak dapat menyalahkan warga Amerika karena menghadapi begitu banyak masalah lain yang harus diselesaikan. Dan memiliki jam ini sebagai pengingat, menurut saya adalah alat komunikasi yang efektif,” tambah Xiaodon.
Kini, sudah lebih dari empat tahun sejak Amerika Serikat terlibat dalam negosiasi denuklirisasi. Pembicaraan terakhir di Swedia antara pemerintahan pertama Trump dan para pejabat Korea Utara tidak menghasilkan kesepakatan apa pun. [lt/ka]
Forum