Dua wartawan di Myanmar telah dinyatakan pengadilan bersalah mencemarkan nama-baik dan dihukum dua bulan penjara, karena sebuah artikel yang memuat kutipan ucapan yang memalukan yang kabarnya diucapkan oleh seorang anggota parlemen yang didominasi militer.
Vonis bersalah terhadap pemimpin redaksi Myanmar Post, Than Htaik Thu, dan wartawan Hsan Moe Tun itu adalah insiden terbaru yang meningkatkan keprihatinan akan kebebasan pers yang memburuk di Myanmar, yang telah berusaha untuk keluar dari kediktatoran militer yang keras.
Artikel yang dipersoalkan itu, yang ditulis tahun lalu, mengutip seorang anggota parlemen, Mayor Thein Zaw, mengatakan bahwa para militer anggota parlemen mempunyai pendidikan tingkat rendah. Anggota parlemen itu membantah mengeluarkan ucapan demikian.
Sejak kekuasaan langsung militer berakhir tahun 2011, Myanmar telah mengambil beberapa langkah untuk meningkatkan kebebasan berbicara, termasuk pengakhiran penyensoran langsung suratkabar negara itu dan membebaskan sebagian wartawan dari penjara.
Tetapi, wartawan terus menghadapi penangkapan, intimidasi, dan penyensoran. Banyak wartawan telah dipenjarakan setelah melaporkan masalah yang kata pemerintah terlalu peka untuk diliput.
Organisasi hak media “Wartawan Tanpa Tapal-Batas” mengatakan Birma hanya mendapat ranking 144 dari 180 negara dalam kebebasan pers.