Tautan-tautan Akses

Dokter Pemenang Nobel: Kekerasan Seksual dalam Konflik Jadi "Pandemi”


Pemenang Hadiah Nobel untuk Perdamaian asal Kongo, Denis Mukwege, di Rumah Sakit Panzi yang didirikannya di Bukavu, di timur Kongo, saat wawancara dengan Associated Press.
Pemenang Hadiah Nobel untuk Perdamaian asal Kongo, Denis Mukwege, di Rumah Sakit Panzi yang didirikannya di Bukavu, di timur Kongo, saat wawancara dengan Associated Press.

Peraih Anugerah Nobel Perdamaian, Dr. Denis Mukwege, Rabu (14/4), memperingatkan bahwa momok kekerasan seksual dan pemerkosaan di semua konflik sekarang merupakan “pandemi nyata”.

Dia menambahkan tanpa sanksi bagi pelaku serta keadilan bagi para korban, tindakan mengerikan ini tidak akan berhenti.

Dokter dari Kongo itu mengatakan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sebuah telekonferensi video bahwa “kita masih jauh dari posisi di mana kita dapat menarik garis merah pada penggunaan pemerkosaan dan kekerasan seksual sebagai strategi dominasi perang dan teror.”

Mukwege mengimbau masyarakat internasional “untuk menarik garis merah pada penggunaan pemerkosaan dan kekerasan seksual sebagai senjata perang.” Dia menekankan bahwa “garis merah” itu harus berarti “daftar hitam dengan sanksi ekonomi, keuangan dan politik serta penuntutan hukum terhadap para pelaku dan penghasut kejahatan yang mengerikan ini.”

Mukwege mendirikan Rumah Sakit Panzi di kota Bukavu, Kongo timur, dan selama lebih dari 20 tahun telah merawat perempuan yang tak terhitung jumlahnya, yang diperkosa di tengah pertempuran antara kelompok-kelompok bersenjata yang berusaha menguasai kekayaan mineral yang melimpah di negara Afrika tengah itu. Dia menyesalkan bahwa kekerasan seksual dan impunitas terus berlanjut.

Dia berbagi Hadiah Nobel Perdamaian 2018 dengan aktivis Nadia Murad, yang diculik dan dijual sebagai budak seks oleh militan ISIS pada 2014 bersama dengan sekitar 3.000 gadis dan perempuan Yazidi. [lt/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG