Tautan-tautan Akses

DNA Manusia Purba Ungkap Mengapa Banyak Warga di Eropa Utara Mengidap Multiple Sclerosis


Proses ekstraksi DNA purba di Lundbeck Foundation GeoGenetics Center di Kopenhagen. (Mikal Schlosser/University of Copenhagen via AP)
Proses ekstraksi DNA purba di Lundbeck Foundation GeoGenetics Center di Kopenhagen. (Mikal Schlosser/University of Copenhagen via AP)

Laporan yang dirilis pada Rabu (10/1) menunjukkan DNA manusia purba membantu menjelaskan mengapa warga Eropa utara lebih berisiko mengidap multiple sclerosis dibanding warga dunia lainnnya. Hal ini karena warisan genetik para penggembala ternak berkuda yang menyapu wilayah itu 5.000 tahun lalu.

Sebuah penelitian yang mengeksplorasi sejarah evolusi penyakit genetik mendapati bahwa multiple sclerosis berevolusi dari gen yang melindungi Yamnaya – sebutan bagi “penggembala nomaden” di Zaman Perunggu – dari infeksi yang dibawa oleh sapi dan domba mereka. Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Nature pada Rabu (10/1).

Temuan ini berasal dari sebuah proyek besar untuk membandingkan DNA modern dengan DNA dari gigi dan tulang manusia purba yang telah dimusnahkan, yang memungkinkan para ilmuwan melacak migrasi prasejarah dan gen-gen yang terkait dengan penyakit yang ada.

Para ilmuwan berkolaborasi dengan sejumlah besar arkeolog dan museum di seluruh Eropa dan Asia untuk mengumpulkan sebanyak mungkin bahan kerangka arkeologi, sebelum menggunakan teknik mutakhir dalam biologi molekuler untuk mengekstrak sejumlah kecil DNA kuno yang bertahan dalam tulang. Mereka kemudian mengurutkan DNA tersebut.

Salah seorang penulis laporan itu, Evan Irving-Pease, adalah seorang profesor genetika populasi di Universitas Kopenhagen. Dia menjelaskan perbedaan genetika yang berasal dari tiga gelombang migrasi besar.

Proses ekstraksi DNA purba di Lundbeck Foundation GeoGenetics Center di Kopenhagen. (Mikal Schlosser/University of Copenhagen via AP)
Proses ekstraksi DNA purba di Lundbeck Foundation GeoGenetics Center di Kopenhagen. (Mikal Schlosser/University of Copenhagen via AP)

"Ada migrasi awal manusia keluar dari Afrika dan akhirnya ke Eropa, di mana manusia modern menggantikan Neanderthal. Ada pula migrasi besar kedua pada awal periode yang kita sebut sebagai Neolitikum atau zaman Batu baru, seiring penemuan pertanian. Jadi, domestikasi tanaman dan hewan peliharaan paling awal, dan itu menyebar dari Anatolia di Turki saat ini, dan naik melalui Aegea dan akhirnya ke Eropa barat laut," paparnya.

Suku Yamnaya, penggembala nomaden datang dalam migrasi ketiga ke Eropa.

"Dan ada migrasi ketiga, migrasi besar-besaran pada awal Zaman Perunggu dari orang-orang yang berasal dari padang rumput Pontic, sebuah wilayah yang saat ini mencakup Ukraina dan sebagian Rusia selatan. Orang-orang ini memiliki gaya hidup penggembala nomaden, dan mereka datang pada awal Zaman Perunggu dan sebagian besar menggantikan orang-orang Neolitikum yang mempraktikkan pertanian pada saat itu," jelas Evan.

Ketika orang-orang Zaman Perunggu yang disebut Yamnaya pindah dari padang rumput di wilayah yang sekarang disebut Ukraina dan Rusia ke Eropa barat laut, mereka membawa varian gen yang saat ini diketahui dapat meningkatkan risiko multiple sclerosis, demikian menurut para peneliti dalam penelitian ini.

Menurut penelitian the Nature, Yamnaya berkembang dan menyebarkan varian-varian itu secara luas, mungkin karena gen-gen tersebut juga melindungi penggembala nomaden dari infeksi yang dibawa oleh sapi dan domba mereka.

Namun, DNA kuno juga memberi tahu para ilmuwan tentang penyakit-penyakit lain, seperti yang dijelaskan oleh Irving Pease.

"Apa yang dapat kami lakukan dalam penelitian ini adalah mengkaji varian genetik pada orang-orang masa kini yang mengkodekan risiko berbagai penyakit yang berbeda, termasuk penyakit autoimun seperti multiple sclerosis dan rheumatoid arthritis, tetapi juga penyakit lain yang memiliki komponen genetik yang besar, seperti penyakit Alzheimer atau diabetes tipe dua. Kami dapat melacak varian genetik ini ke masa lalu dengan menggunakan genom purba ini, untuk memahami bagaimana risiko penyakit berkembang dari waktu ke waktu," ujar Evan.

"Kami dapat menunjukkan bahwa varian genetik yang meningkatkan peluang terkena penyakit Alzheimer atau diabetes tipe dua ini berasal dari orang-orang pemburu dan pengumpul yang pertama kali menduduki Eropa. Sedangkan orang-orang petani yang datang pada awal Neolitikum, sekitar 10.000 tahun yang lalu, membawa varian genetik yang berhubungan dengan gangguan suasana hati. Jadi kecemasan dan perasaan bersalah. Sedangkan migrasi terakhir manusia dari padang rumput, mereka membawa varian genetik yang meningkatkan risiko penyakit autoimun," imbuhnya.

Sampel DNA dalam penelitian ini mencakup ribuan tahun evolusi manusia di beberapa bagian Eropa.

Susunan genetik manusia zaman sekarang pada dasarnya sama dengan manusia purba, namun pola makannya sudah jauh berubah.
Susunan genetik manusia zaman sekarang pada dasarnya sama dengan manusia purba, namun pola makannya sudah jauh berubah.

Menggunakan bank gen baru untuk mengeksplorasi multiple sclerosis adalah langkah pertama yang logis untuk menemukan hubungan tersebut. Hal ini karena meskipun multiple sclerosis dapat menyerang populasi mana pun, orang Eropa utara memiliki prevalensi tertinggi di dunia dan para ilmuwan tidak dapat menjelaskan alasannya.

Penyakit yang berpotensi melumpuhkan ini terjadi ketika sel-sel sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang lapisan pelindung pada serabut saraf, dan secara perlahan-lahan membunuhnya. Belum jelas apa sebenarnya yang menyebabkan multiple sclerosis, meskipun teori yang hingga kini masih dipercaya adalah karena infeksi tertentu dapat memicu orang-orang yang secara genetik rentan.

Lars Fugger, pakar neuroimunologi di Universitas Oxford dan konsultan di Rumah Sakit John Radcliffe di Oxford, menilai kedekatan penggembala Zaman Perunggu dengan hewan-hewan ternaknya membuat mereka berisiko terkena patogen zoonosis. Penelitian ini menunjukkan bahwa orang-orang dengan gen kuno yang berisiko terkena multiple sclerosis, sebenarnya melindungi orang dari risiko penyakit dari hewan.

Ditambahkannya, ini adalah kasus klasik tentang hukum rimba, siapa yang kuat, dia menang (bertahan).

"Mengingat mereka hidup dengan hewan, minum, makan daging dan minum susu dari hewan-hewan yang tidak dipasteurisasi, mereka secara tiba-tiba akan terpapar dengan banyak patogen. Dengan melakukan hal tersebut, mereka akan memiliki orang-orang yang akan mati atau orang-orang yang akan bertahan hidup, dan mereka yang akan bertahan hidup, tentu saja, adalah mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang dapat menangani beban patogen baru di sini. Jadi, itu lah semacam kisah seleksi positif yang khas. Bertahan hidup bagi yang terkuat," kata Fugger.

Fugger mengatakan penelitian ini telah mengungkap penyebab multiple sclerosis dan hingga kini belum jelas mengapa orang Eropa utara seperti Finlandia, Denmark, Swedia, dan Norwegia lebih berisiko.

Dia mengatakan bahwa jejak gen itu kini telah menjadi masalah karena kami tidak lagi membutuhkan gen tersebut untuk melindungi diri dari bakteri, virus, dan parasit yang menyerang orang-orang kuno yang tinggal di padang rumput.

Menurut Fugger, multiple sclerosis sekarang ini adalah hasil dari sistem kekebalan tubuh yang tidak seimbang.

Saat ini penyakit ini diobati dengan menekan sistem kekebalan tubuh.

Seorang peneliti memeriksa otak manusia yang mengidap Multiple Sclerosis dan Parkinson di Imperial College London, Inggris 3 Juni 2016. (Foto: Reuters)
Seorang peneliti memeriksa otak manusia yang mengidap Multiple Sclerosis dan Parkinson di Imperial College London, Inggris 3 Juni 2016. (Foto: Reuters)

"Jadi, ketika kita bingung mengapa begitu sulit untuk mengobati pasien saya, mengapa kita harus menggunakan obat penekan imun yang luas ini, kita perlu mengingat bahwa apa yang kita coba lawan adalah evolusi. Saat ini kami mencoba melawan sistem kekebalan tubuh yang telah dipilih dalam jangka waktu yang lama dengan obat-obatan, dan kami mencoba melakukannya dalam waktu yang sangat singkat," kata Fugger.

Temuan hari ini tidak akan berdampak pada pengobatan pasien multiple sclerosis, yang menurut Fugger itu akan memakan waktu lama. Belum lagi soal banyaknya gen yang terlibat sehingga membuat penyakit ini sulit ditangani.

"Mutiple sclerosis adalah penyakit yang kompleks, di mana ada 240 gen yang memberikan risiko terhadap multiple sclerosis, dan harus dilihat dalam konteks interaksi gen-gen itu dengan lingkungan atau faktor yang berbeda. Jadi oleh karena itu, jawabannya ke depan adalah mencoba memodifikasi sistem kekebalan tubuh yang sehat. Jadi, sedikit meredamnya dan itulah mengapa saya terus berbicara tentang sweet spot. Temukan titik manis di mana sistem kekebalan tubuh dimodifikasi hingga ke tingkat di mana Anda dapat mengendalikan penyakit tanpa memiliki efek samping yang terkait dengan obat penekan kekebalan tubuh yang besar," papar Fugger.

Tim peneliti itu membandingkan DNA purba dengan sekitar 400.000 orang masa kini yang tersimpan di bank gen di Inggris, untuk melihat variasi genetik terkait multiple sclerosis bertahan di utara, arah perpindahan Yamnaya, dibanding di Eropa selatan.

Temuan ini akhirnya memberi penjelasan tentang perbedaan multiple sclerosis utara-selatan di Eropa. Meskipun menurut pakar genetik Samira Asgari di Mount Sinai School of Medicine di New York yang tidak terlibat dalam penelitian ini tetapi memberikan tambahan komentar dalam kajian itu, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengonfirmasi hubungan tersebut. [em/lt/jm]

Forum

XS
SM
MD
LG