Seperti oase, Metuchen adalah kota kecil yang indah yang terletak di antara Philadelphia dan New York. Membelah kota ini, ada jalan utama yang sekaligus menjadi pusat bisnis dan aktivitas warganya, dan di sanalah Dita’s Market berada. Warung makan sekaligus toko barang-barang asal Indonesia bercat hijau ini dibuka sejak N0vember 2022 karena kecintaan Anita Sumarauw pada dunia masak-memasak.
“Karena saya itu hobi masak, dulu pekerjaan saya bantu suami. Pekerjaan suami itu kontraktor. Di sini, di Edison, Metuchen, dan sekitarnya, itu sudah 23 tahun. Nah, saya seneng masak di rumah, kalau lagi ada waktu, saya open order masak dari rumah,” kata Anita.
Perempuan asli Manado itu mengelola dapur di Dita’s Market bersama adik kandung dan dua anaknya. Menu-menu khas Indonesia tersaji, mulai dari rendang, ayam sambal ijo, masakan khas Manado ayam woku, hingga tumis tempe tahu. Rasanya tak kalah dengan makanan-makanan serupa di warung-warung Indonesia.
Rahasianya adalah kemampuan Anita untuk menghadirkan bumbu dan bahan yang sepenuhnya mirip masakan asli Indonesia. Hanya saja, ciri khas masakan Manado yang pedas harus disesuaikan karena mayoritas konsumen yang bukan warga Indonesia, tidak terlalu kuat menahan pedasnya cabai.
“Kebetulan makanan Indonesia dan khususnya Manado kan pedas. Jadi saya harus bikin biar orang sini juga bisa makan,” tambah Anita.
Strateginya berbuah manis, saat ini sekitar 75 persen pelanggan warung makan ini bukan orang Indonesia.
“Makanan yang paling disukai itu ayam woku, rendang, ayam cabe ijo, ayam suwir, dan kale gulai. Terus ada acar, dan makanan kayak pempek yang kita bikin sendiri, bakso bikin sendiri, tempe juga bikin sendiri,” kata Anita lagi.
Dua Tahun, Dua Penghargaan
Dita’s Market sebelumnya adalah sebuah deli milik orang Italia. Bisnis itu kemudian dijual, dan tampaknya memang digariskan untuk dikelola oleh keluarga Anita. Mereka resmi mulai melayani pelanggan pada November 2022.
Di bagian depan, tersedia aneka produk asli Indonesia mulai dari kecap, minuman kemasan, kue-kue, bahan masakan, bumbu dan aneka barang konsumsi lain. Di lemari pendingin, ada tumpukan tempe dan bakso produksi sendiri. Anita juga membuat es mambo khas Indonesia dengan aneka rasa.
Sementara agak ke belakang, ada dapur dan sajian makanan matang yang siap disantap. Di tempat ini pula, tempe yang sedang diproduksi diletakkan. Butiran kedelai itu menunggu jamur tumbuh setelah diberi ragi.
“Ini tiga hari sudah jadi karena musim dingin. Kalau cuaca lebih hangat, tempe jadi lebih cepat, tapi kalau sedang dingin, butuh waktu lebih lama,” kata Anita.
Di dapur ini juga, tampak adik Anita, Lolita Sumarauw sibuk menyiapkan berbagai makanan. Adonan puding sedang disiapkan, dan tahu isi tertata rapi di meja tengah dapur, siap untuk digoreng.
Lolita adalah chef yang sudah lama berkecimpung di dunia kuliner. Sebelumnya, dia membuka Warung Bakudapa Paula di Gambir, Jakarta. Warung dengan menu khas Minahasa itu cukup punya nama bagi penggemar masakan Manado dan sekitarnya.
Begitu Anita membuka rumah makan di Metuchen, Loly memutuskan untuk menyusul dan ikut mengelola dapur di Dita’s Market. Dan seperti juga Anita, dia setuju soal lidah sebagian besar pelanggan yang tidak akrab dengan pedasnya cabai.
“Soal cabai rawit, kita di sini harus di level bawah. Kalau di sana ciri masakan Manado pasti pedas, semua serba cabai. Tapi di sini kita harus campur bell pepper (paprika-red) supaya balance (seimbang),” kata Loly.
Selain soal cabai, Loli juga mengakui bumbu menjadi tantangan tersendiri. Untuk mempertahankan rasa masakan Indonesia, dibutuhkan bumbu yang lengkap. Sementara Amerika Serikat yang memiliki empat musim, tak cocok untuk tumbuhnya sejumlah tanaman yang dibutuhkan.
“Jadi ada menu-menu yang seharusnya pakai kemangi, kita tidak pakai kemangi, kita pakai daun bawang saja. Dan kita harus ada daun kunyit, sedangkan daun kunyit dan daun jeruk itu di sini tidak ada, kita harus kirim dari Indonesia,” papar dia.
Di tengah semua keterbatasan soal bumbu asli itu, masakan Dita’s Market tetap bisa diterima banyak pelanggan. Silih berganti mereka datang, membawa pulang menu pilihan di tengah suhu sore yang semakin dingin di Metuchen. Dari sekian banyak pelanggan itu, Henry Angeles mengaku rutin datang karena dia dan istrinya jatuh cinta pada masakan Indonesia.
“Semuanya sangat enak. Saya cukup suka daging sapi, menu daging sapinya (rendang) enak sekali, ayamnya juga enak dan favorit saya adalah ayam serai,” kata Henry yang mengaku gemar masakan pedas.
“Kami di sini punya beberapa tempat yang menjual makanan campuran Malaysia dan Indonesia, jadi ini bukan yang pertama, tetapi ini adalah yang paling enak,” kata dia lagi.
Pengakuan Henry tentu bukan basa-basi. Baru dua tahun membuka usaha, Dita’s Market sudah dua kali menerima penghargaan bagi bisnis di kabupaten Middlesex , New Jersey, "Best Independently Owned", untuk 2023 dan 2024.
Dukungan Penuh Komunitas
Metuchen adalah kota kecil khas Amerika yang hanya satu jam perjalanan dari New York. Jalan raya maupun kereta api tersedia, mempermudah akses ke kota-kota besar di sekitarnya. Karena posisinya yang strategis itulah, banyak penulis, seniman dan akademisi tinggal di kota ini. Tidak mengherankan, jika dia kemudian dikenal juga dengan julukan “The Brainy Borough”.
Jumlah penduduk Metuchen sekitar 15 ribu orang. Kota itu mulai dibuka sebagai pemukiman sekitar 1650 oleh penduduk asli Amerika. Nama Metuchen juga diambil dari tokoh suku Indian yang merintis kawasan ini, Chief Matouchin. Menurut catatan sejarah, ada sekitar 1.200 pejuang suku Indian yang bermukim bersama Matouchin.
Pada 1700-an, kota ini mulai berkembang lebih cepat dengan datangnya pemukim Barat. Seiring perkembangan wilayah sekitarnya, Metuchen juga terus berubah. Namun, dia tidak terus tumbuh seperti Philadelphia atau New Amsterdam yang kemudian menjadi New York. Metuchen tetap kecil, nyaman, jauh dari hiruk pikuk dan tempat tinggal ideal bagi mereka yang mencari ketenangan dan keselarasan.
Hingga saat ini, kawasan yang denyutnya lebih kencang di Metuchen hanya terpusat di jalur utamanya, Main Street.
“Kalau Kota Metuchen ini, saya rasa aman. Sama komunitas di sini dekat, karena orang sini very friendly, helpful, kalau ada orang baru, semua orang welcome,” kata Julia, putri Anita Sumarauw yang turut mengelola Dita’s Market.
Sejauh ini, Julia mengaku membuka bisnis di Metuchen memiliki kelebihan tersendiri. Komunitas Indonesia di kawasan ini juga memberikan dukungan penuh, baik dengan memberi banyak masukan maupun menjadi pelanggan tetap. Begitu pula dukungan dari pemerintah kota yang sangat dirasakan bagi pemilik usaha.
Ada cukup banyak komunitas Indonesia di kawasan Metuchen dan sekitarnya. Menurut Anita, kebanyakan dari mereka datang dari Manado. Suami Anita sendiri sudah datang ke Metuchen sejak 1988.
Dita’s Market awalnya deli yang sering tutup, dan membuat warga sekitarnya sering kecewa. Karena itu, begitu Anita mengambil alih tempat usaha itu, warga memberi dukungan agar bisa buka rutin setiap hari.
“Kita ini diterima di sini, walapun pertama kali waktu petugas inspeksinya datang, dia bilang semoga kalian bisa maju, karena ini saingannya enggak ada. Mudah-mudahan kalian lucky, kata petugas inspeksinya,” cerita Anita.
Petugas inspeksi rutin datang ke Dita’s Market dua kali dalam sepekan. Mereka adalah aparat pemerintah daerah yang bertugas memastikan, menu yang dijual memenuhi standar, baik penyimpanan bahan, pengolahan, sampai penyajian. Petugas akan datang dan memeriksa setiap sudut, hingga ke dapur, mengukur suhu dan semua hal yang dibutuhkan untuk menjaga kualitas makanan.
“Mereka itu datang enggak ada appointment, tiba-tiba sudah di depan situ. Itu paling aku takut, deg-degan banget kalau mereka datang,” kata Anita sambil tersenyum.
Meski tegas, pemerintah lokal juga sepenuhnya membantu pelaku usaha seperti Anita untuk tumbuh.
Tahun lalu, Metuchen memenangkan Great American Main Street Award (GAMSA) 2023. Ini adalah penghargaan tahunan yang rutin diberikan sejak 1995 oleh Main Street America, sebagai pengakuan atas keunggulan sebuah wilayah dalam melakukan transformasi komunitas, khususnya di pusat kotanya. Penghargaan itu diterima oleh Metuchen Downtown Alliance (MDA), sebuah komunitas warga yang bertugas melakukan revitalisasi jalan utama atau main street di Metuchen.
Mereka juga membuat program-program inovatif, mengelola kawasan dan menyelenggarakan berbagai acara untuk menggairahkan bisnis sekaligus mengikat komunitas. Di Metuchen, beberapa yang diadakan di pusat kota adalah perayaan Tahun Baru Imlek, Perayaan Warisan Hispanik, Juneteenth, dan Pride on the Plaza
Tentu saja, semua itu diselenggarakan dengan tetap mempertahankan kekayaan sejarah Metuchen.
“Wali kota di sini sangat mendukung usaha kami, sejak pertama buka dulu,” kata Anita lagi.
Dita’s Market, selain menjadi penyemarak main street kota Metuchen, kini juga hadir sebagai etalase Indonesia, di kota kecil penuh sejarah. [ns/ii/ka]
Forum