Diplomat senior China dan Filipina bertemu di Manila pada Kamis (23/3) untuk membahas hubungan di tengah berbagai masalah pelik. Di antara isu adalah kekhawatiran Beijing terkait keputusan Filipina untuk mengizinkan kehadiran militer AS di wilayah utara yang berhadapan dengan Selat Taiwan dan meningkatnya perselisihan di Laut China Selatan yang disengketakan.
Pertemuan ini berlangsung sehari setelah kementerian luar negeri China menanggapi kesepakatan mengenai pangkalan militer baru yang akan digunakan oleh AS di Filipina.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan, “China selalu percaya bahwa kerja sama pertahanan dan keamanan antara negara-negara harus kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional serta tidak boleh menargetkan atau merugikan kepentingan pihak-pihak ketiga. Pihak AS telah memperkuat pengerahan militernya di kawasan karena kepentingan egoisnya dan dengan pola pikir kalah-menang, yang meningkatkan ketegangan dan membahayakan perdamaian dan stabilitas regional.”
Negara-negara di kawasan, lanjut Wang, harus tetap waspada dan menghindar dari menjadi sandera AS.
Presiden Ferdinand Marcos Jr. pada Rabu mengatakan bahwa berdasarkan perjanjian pertahanan dengan AS, empat pangkalan militer baru akan tersebar di beberapa daerah Filipina, termasuk di sebuah provinsi yang menghadap Laut China Selatan.
Marcos mengatakan, “Saya sadar bahwa ancaman yang muncul terhadap wilayah kami dan penekanan kami untuk mengatasi ancaman ini memerlukan penyesuaian dalam strategi kami.”
Bulan lalu, Marcos memberi AS akses ke empat lokasi, selain lima lokasi yang telah ada di bawah Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA) tahun 2014, yang dicapai di tengah meningkatnya sikap agresif China di Laut China Selatan dan terhadap Taiwan. [uh/ab]
Forum