Kelompok-kelompok yang saling bersaing hari Minggu (14/8) berdemonstrasi ketika badan peradilan tinggi Irak mengatakan tidak memiliki wewenang untuk membubarkan parlemen negara itu.
Keputusan Dewan Kehakiman Tertinggi itu kemungkinan akan meningkatkan ketegangan antara pengikut ulama Muqtada Al Sadr dan anggota kelompok yang didukung Iran ketika negara itu semakin tenggelam dalam kebuntuan politik yang kini sudah memasuki bulan kesepuluh.
Kebuntuan politik ini merupakan yang terpanjang di Irak sejak invasi pimpinan Amerika tahun 2003 mengatur ulang tatanan politik di negara itu.
Pengikut Kerangka Koordinasi Irak memulai aksi duduk tanpa batas waktu di pusat kota Baghdad pada hari Minggu.
Al Sadr, yang para pengikutnya awal Agustus lalu menyerbu parlemen di Baghdad dan hingga saat ini masih menduduki bagian luar gedung itu, Rabu lalu (10/8) mencuit bahwa pengadilan memiliki waktu satu minggu untuk membubarkan legislatif.
Sebelumnya Al Sadr menuntut pembubaran parlemen dan penyelenggaraan pemilu awal, tetapi kali ini ia menetapkan tenggat waktu.
Blok politik Al Sadr memenangkan jumlah kursi terbesar di parlemen tetapi gagal membentuk pemerintahan mayoritas yang mengecualikan saingannya yang bersekutu dengan Iran.
Al Sadr Sabtu malam (13/8) meminta para pengikutnya untuk siap melangsungkan demonstrasi besar-besaran di seluruh Irak, suatu hal yang meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya ketegangan. [em/jm]
Forum