Sedikitnya 17 orang tewas di Kongo dalam aksi protes menuntut turunnya Presiden Joseph Kabila. Menurut polisi, korban tewas itu termasuk tiga orang polisi dan 14 warga sipil.
Aksi kekerasan itu dimulai hari Senin pagi (19/9) ketika polisi berusaha membubarkan demonstran yang berkumpul di ibukota Kinshasa.
Saksi-saksi mata mengatakan, sebagian demonstran melempari polisi dengan batu dan membakar kendaraan serta ban mobil. Tindakan itu dibalas oleh polisi dengan tembakan peluru tajam dan gas air mata.
Pada tengah hari, polisi antihuru-hara dan tentara ditempatkan di jalan-jalan yang menuju tempat berkumpulnya demonstran dekat gedung parlemen. Sedikitnya enam orang yang tampak sebagai pemantau asing digiring oleh pasukan keamanan ke mobil-mobil mereka.
Seorang tokoh oposisi mengatakan kepada VOA lewat telepon bahwa dia dan kawan-kawannya dikurung di salah satu markas partai mereka dan tidak diperbolehkan keluar. Pihak oposisi menuduh presiden Kabila berusaha memperpanjang masa jabatannya dengan menunda pemilihan umum, tapi para pendukung Kabila membantah tuduhan itu.
Hari Senin seharusnya merupakan waktu dimulainya proses pemilihan di Kongo menjelang pemberian suara pada bulan November. Namun komisi pemilihan umum mengatakan pemilu harus ditunda sampai tahun depan supaya bisa dibuat daftar pemilih yang baru.
Amerika mengatakan kecewa Kongo tidak jadi mengumumkan jadwal pemilihan umum hari Senin dan sangat terkejut mendengar berita adanya kekerasan. Pemerintah AS juga mengancam akan mengenakan sanksi tambahan atas pejabat-pejabat Kongo yang bertanggung jawab atas aksi kekerasan dan penindasan. [isa/sp]