Kementerian Pertahanan China pada Kamis (26/12) menyatakan keberatannya terhadap undang-undang pertahanan Amerika Serikant dan mengkritik negara itu karena merusak perdamaian dan stabilitas dunia.
“Undang-undang A.S. tersebut membesar-besarkan apa yang disebut ‘ancaman militer China’ dan menggunakannya sebagai alasan untuk meningkatkan anggaran belanja militer dan mempertahankan hegemoninya. Ini sangat mencampuri urusan dalam negeri China serta merusak perdamaian dan stabilitas dunia. Kami sangat tidak senang dan menentangnya,” kata Zhang Xiaogang, juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional, pada jumpa pers bulanan di Beijing.
Presiden AS Joe Biden pada Senin (23/12) mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) pertahanan yang bertujuan untuk melawan kekuatan China yang semakin besar dan meningkatkan anggaran belanja militer secara keseluruhan menjadi $895 miliar (sekitar Rp14,497 triliun).
Undang-undang itu mengarahkan sumber daya pemerintah menuju pendekatan yang lebih konfrontatif terhadap China, termasuk membentuk sebuah pendanaan yang dapat digunakan untuk mengirimkan sumber daya militer ke Taiwan dengan cara yang sama seperti Amerika mendukung Ukraina. Undang-undang itu juga menganggarkan dana untuk teknologi militer baru, termasuk kecerdasan buatan, serta mendukung produksi amunisi AS.
“China tidak pernah bermaksud menantang siapa pun. Musuh terbesar AS adalah dirinya sendiri. Pengeluaran militer AS telah melampaui dunia dan terus meningkat setiap tahun. Hal ini sepenuhnya mengungkap sifat agresif AS dan obsesinya dengan hegemoni dan ekspansi,” kata Zhang menanggapi RUU tersebut.
Pejabat tinggi militer Filipina Letnan Jenderal Roy Galido mengatakan kepada wartawan di Manila pada Senin (23/12) bahwa militernya berencana mendapatkan sistem rudal jarak menengah untuk mempertahankan wilayah negara itu di tengah ketegangan dengan China di Laut China Selatan.
AS mengerahkan sistem Typhon di Filipina utara pada April dan pasukan kedua negara telah berlatih bersama untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan penggunaan persenjataan berat tersebut. Mereka sepakat untuk menempatkan sistem tersebut di Filipina tanpa batas waktu untuk meningkatkan upaya pencegahan.
China, yang menentang bantuan militer AS untuk Filipina, terutama merasa khawatir dengan dikerahkannya sistem Typhon, yang dapat menembakkan Rudal Serang Darat Tomahawk. Rudal itu dapat menempuh jarak lebih dari 1.000 mil (1.600 kilometer), yang berarti dapat menjangkau China.
“China dengan tegas menentang pengerahan sistem rudal jarak menengah AS di Filipina. Pihak Filipina melayani [kepentingan] AS dan berupaya menerjunkan sistem rudal jarak menengah Typhon, yang memicu konfrontasi geopolitik dan perlombaan senjata, serta meningkatkan ketegangan di kawasan. Menurut kami, pihak Filipina semestinya mengakui sensitivitas tinggi dan bahaya besar dari masalah ini, menyingkirkan sistem rudal jarak menengah seperti yang dijanjikan secara terbuka sebelumnya, dan berhenti membahayakan kepentingan keamanan di kawasan, negara-negara dan bangsa-bangsa,” ungkap Zhang.
China dan Filipina terus-menerus bentrok di perairan yang disengketakan di Laut China Selatan. Zhang mengatakan, China memiliki kedaulatan yang tak terbantahkan atas pulau-pulau di Laut China Selatan dan perairan yang berbatasan dengannya, menuduh Filipina “berpura-pura menjadi korban.”
“Mereka berusaha menarik simpati dengan berpura-pura menjadi korban, dan menimbulkan kebingungan di masyarakat internasional. Ini tidak akan pernah berhasil. China mendesak Filipina untuk segera mengubah arah dan kembali ke jalur yang benar untuk menyelesaikan masalah melalui negosiasi dan konsultasi,” ujarnya. [rd/jm]
Forum