Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyampaikan pidato perpisahannya dari Ruang Oval, Gedung Putih, pada Rabu (15/1) malam, lima hari sebelum ia mengakhiri masa jabatannya dan Presiden terpilih Donald Trump dilantik.
Dalam surat yang dirilis pada Rabu pagi, Biden merefleksikan bagaimana pemerintahannya dimulai di bawah bayang-bayang COVID-19 dan serangan terhadap Gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021 oleh gerombolan pendukung Trump yang bermaksud membatalkan hasil pemilu 2020 yang dimenangkan Biden.
“Empat tahun lalu, kita berada di musim dingin yang penuh bahaya dan musim dingin yang penuh kemungkinan,” katanya dalam surat itu. “Tetapi kita bersatu sebagai warga Amerika, dan kita berani melewatinya. Kita menjadi lebih kuat, lebih sejahtera, dan lebih aman.”
Pidato perpisahan presiden tersebut disampaikan sehari setelah Jack Smith, penasihat khusus yang mendakwa Trump atas tuduhan mencoba mempertahankan kekuasaan secara ilegal setelah pemilu tahun 2020, merilis laporan terakhirnya. Laporan Smith mengatakan bukti-bukti tersebut akan cukup untuk menghukum presiden terpilih dalam persidangan, seandainya penuntutan dilanjutkan.
Trump telah berulang kali membantah melakukan kesalahan dan menyebut pekerjaan penasihat khusus tersebut bermotif politik.
Pidato Biden tersebut menyusul pernyataan yang ia sampaikan pada Senin (13/1) di Departemen Luar Negeri AS, di mana ia membela rekam jejak kebijakan luar negerinya. Ini merupakan pidato resminya yang kelima dan terakhir dari Ruang Oval. Dalam pidato sebelumnya di Ruang Oval enam bulan lalu, Biden menjelaskan keputusannya untuk mundur dan mendukung wakil presidennya, Kamala Harris, untuk bersaing melawan Trump pada pemilu 2024.
Biden merefleksikan kerangka “pertempuran untuk jiwa Amerika” yang ia kampanyekan pada tahun 2020 ketika ia menang melawan Trump.
“Saya mencalonkan diri sebagai presiden karena saya percaya bahwa jiwa Amerika dipertaruhkan,” kata Biden dalam suratnya, dengan alasan bahwa hal tersebut masih terjadi dan bahwa Amerika adalah sebuah gagasan yang didasarkan pada keyakinan bahwa “kita semua diciptakan setara, diberkahi oleh Pencipta kita dengan hak-hak tertentu yang tidak dapat dicabut, di antaranya hak hidup, kebebasan, dan hak untuk mencapai kebahagiaan.”
“Kita tidak pernah sepenuhnya mewujudkan gagasan sakral ini, namun kita juga tidak pernah meninggalkannya,” katanya. “Dan saya tidak yakin rakyat Amerika akan meninggalkan hal ini sekarang.”
Warisan Biden
Biden mengakhiri masa jabatannya dengan catatan kebijakan luar negeri yang signifikan. Beberapa jam sebelumnya, dia mengumumkan bahwa Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan gencatan senjata dan penyanderaan di Gaza.
“Ini bukan hanya akibat dari tekanan ekstrem yang dialami Hamas dan perubahan regional setelah gencatan senjata di Lebanon dan melemahnya Iran – tetapi juga diplomasi Amerika yang gigih dan telaten,” kata Biden. “Diplomasi saya tidak pernah berhenti dalam upaya mereka untuk menyelesaikan hal ini.”
Dalam pidatonya di Gedung Putih, Biden mengatakan pemerintahannya merundingkan kesepakatan yang sebagian besar akan dilaksanakan oleh pemerintahan mendatang. Trump sendiri menyebut kesepakatan tersebut terwujud berkat andilnya, dengan mengunggah di media sosial bahwa “perjanjian gencatan senjata hanya bisa terjadi sebagai hasil dari Kemenangan Bersejarah kita pada bulan November.”
Biden meninggalkan jabatannya dengan tingkat dukungan publik 39%, menurut Gallup. Dia telah menggunakan minggu-minggu terakhir pemerintahannya untuk memperkuat warisannya.
Thomas Schwartz, sejarawan kepresidenan dari Vanderbilt University di Tennessee, mengatakan warisan Biden akan dipengaruhi oleh cara Trump memerintah dalam empat tahun ke depan.
“Jika Trump akhirnya menjadi sebuah bencana… yang menyebabkan kekacauan ekonomi, atau jika terjadi lebih banyak kekacauan dunia akibat konflik, Biden akan dikenang dengan lebih baik,” katanya kepada VOA. “Jika Trump benar-benar terbukti berbahaya terhadap norma-norma demokrasi seperti yang dikemukakan Biden dan Partai Demokrat, maka saya pikir dia mungkin dianggap layaknya nabi.”
Sebaliknya, dengan mewarisi perekonomian yang kuat dan berkurangnya keterlibatan AS di luar negeri, Trump berpotensi menjadi presiden sekaliber Ronald Reagan, kata Schwartz. Dalam hal ini, Biden akan dikenal oleh para sejarawan atas pencapaian legislatifnya, tetapi “tidak akan dikenang sebagai orang yang disayangi.”
Gedung Putih juga merilis lembar fakta ekstensif yang merinci pencapaian pemerintahan Biden-Harris di dalam dan luar negeri.
Lembaran tersebut menyoroti kemajuan ekonomi bersejarah yang menambah 16,6 juta pekerjaan, meningkatkan PDB sebesar 12,6% dan meningkatkan kekayaan rumah tangga kelas menengah sebesar 37%. Lembaran tersebut juga menyoroti investasi di bidang infrastruktur, energi bersih, dan semikonduktor melalui undang-undang yang menjadi ciri khas Biden, Undang-undang Pengurangan Inflasi dan Undang-undang CHIPS.
Gedung Putih berpendapat bahwa melalui bantuan yang ditargetkan dan perpajakan yang adil, pemerintahan Biden membangun kembali “perekonomian yang lebih kuat dan adil,” yang menciptakan peluang dari bawah ke atas.
Di bidang kebijakan luar negeri, pemerintah Biden bersikeras menyatakan bahwa mereka membuat pemerintahan Trump yang akan datang memiliki “kemampuan yang sangat kuat untuk bertindak.”
“Kami membuat Amerika memiliki lebih banyak teman dan aliansi yang lebih kuat, yang musuh-musuhnya lebih lemah dan berada di bawah tekanan,” kata Biden dalam pidato kebijakan luar negerinya pada hari Senin, “Amerika lagi-lagi memimpin, mempersatukan negara-negara, menetapkan agenda, membawa negara-negara bersama-sama di belakang rencana dan visi kita."
Sang presiden kembali membela keputusannya untuk menarik AS dari Afghanistan pada tahun 2021. Partai Republik dan beberapa anggota Partai Demokrat mengkritik cara Biden mengakhiri perang terpanjang Amerika itu sebagai tindakan yang kacau balau, yang memakan korban jiwa 13 anggota militer dan puluhan warga sipil Afghanistan dalam serangan teroris tahun 2021 di Kabul.
Biden mengatakan dalam suratnya bahwa merupakan “keistimewaan dalam hidup saya untuk mengabdi kepada negara ini selama lebih dari 50 tahun.”
“Tidak ada tempat lain di dunia ini yang bisa menampung seorang anak yang mengalami kegagapan sejak kecil di Scranton, Pennsylvania, dan Claymont, Delaware, yang suatu hari nanti bisa duduk di belakang meja di Ruang Oval sebagai Presiden Amerika Serikat,” tambahnya. “Saya telah menyerahkan hati dan jiwa saya kepada negara. Dan saya telah diberkati jutaan kali dengan imbalan cinta dan dukungan rakyat Amerika.” [ab/uh]
Forum