Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor atau IPB, Deddy Budiman Hakim mengungkapkan ia tidak mengerti mengapa pemerintah Indonesia masih mengimpor beras. Ia mengingatkan jika pemerintah tidak mulai membuat perencanaan jangka panjang soal pengadaan beras maka pangan di dalam negeri akan terus bermasalah karena beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia.
Ia juga mempertanyakan ketidakberdayaan pemerintah untuk mengajak masyarakat agar melakukan diversifikasi pangan sehingga tidak terus bergantung pada beras. Ia menilai untuk mencari jalan termudah maka pemerintah selalu mengimpor padahal langkah tersebut tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
Pemberdayaan terhadap para petani harus segera dilakukan pemerintah agar produksi beras meningkat sehingga impor tidak lagi dibutuhkan. “Penggunaan pupuk kemudian benih berkualitas tinggi, irigasi disiapkan, irigasi diserahkan kepada pemerintah daerah sehingga tidak ada koordinasi antara pusat dan daerah”, ungkap Deddy Budiman.
Sementara itu, Indro Surono dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan menilai kebijakan impor beras yang tidak pernah dihentikan pemerintah hanya akan membuat petani lokal semakin terjepit karena hasil produksi mereka tidak dihargai secara layak.
Pengembangan teknologi pertanian ditegaskannya harus segera diterapkan kepada para petani agar mereka lebih produktif. “Bagaimana lebih banyak membuka lapangan pekerjaan di sektor pertanian pedesaan dan juga mendorong meningkatkan produksi pangan kita”, jelas Surono.
Indro Surono menambahkan apapun yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan pangan namun pemerintah juga belum memiliki desain yang jelas maka persoalan tersebut tidak akan pernah selesai. “Kita sendiri tidak memiliki desain, strategi, komitmen, ya tidak jalan karena desainnya saja tidak jelas kan?," katanya.
Dirut Perum Badan Urusan Logistik atau Bulog, Sutarto Alimoeso menegaskan pemerintah sudah menandatangani kontrak dengan dua negara pengimpor beras terbesar untuk Indonesia. Dari total rencana impor beras sebanyak 800 ribu ton tahun ini, 200 ribu ton diantaranya sudah datang dan sisanya akan dituntaskan hingga akhir tahun.
“Kita yang sudah tanda tangani 800, kontrak ya dari Vietnam 500 ribu ton kemudian dari Thailand 300 ribu ton, realisasinya sampai dengan September ini 200 ribu ton lebih, terus sampai dengan Desember ini”, ungkap Sutarto.
Kalangan pengamat juga menilai, kebijakan pemerintah mengimpor beras bertolak belakang dengan semangat pemerintah ingin swasembada beras dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun kedepan.
Seperti diungkapkan Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, pemerintah akan mengelola fiskal dengan baik agar kebutuhan pangan terjaga. “Kita akan mendukung pencapaian surplus berasminimal 10 juta ton per tahun dalam kurun waktu 5 sampai 10 tahun”, ungkap Menteri Martowardoyo.
Hingga Juli 2011 pemerintah sudah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 7 trilyun untuk menyerap beras impor. Kebutuhan beras nasional tahun ini diperkirakan sebesar 33,5 juta ton sementara kemampuan produksi beras diperkirakan sebesar 37,8 juta ton sehingga masih surplus namun pemerintah selalu menegaskan impor dilakukan untuk cadangan stok.