Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, mengatakan pada Minggu (28/1) bahwa dia telah mengusulkan penandatanganan pakta non-agresi kepada Azerbaijan, sambil menunggu tercapainya perjanjian perdamaian komprehensif antara dua negara bertetangga yang menjadi musuh bebuyutan di kawasan Kaukasus itu.
Armenia dan Azerbaijan telah berperang dua kali, pada 2020 dan 1990-an, terkait wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan, yang direbut kembali oleh Azerbaijan melalui serangan cepat tahun lalu.
“Kami telah mengajukan proposal kepada Azerbaijan mengenai mekanisme pengendalian senjata bersama dan penandatanganan pakta non-agresi jika penandatanganan perjanjian damai mengalami penundaan,” kata Pashinyan dalam pidatonya pada perayaan Hari Tentara Armenia.
Pashinyan dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev sebelumnya mengatakan perjanjian damai seharusnya dapat ditandatangani pada akhir tahun lalu.
Namun perundingan damai yang dimediasi secara internasional sejauh ini gagal menghasilkan terobosan.
Aliyev mengirimkan pasukannya ke Karabakh pada 19 September lalu untuk menghadapi separatis Armenia yang telah menguasai wilayah tersebut selama tiga dekade. Hanya setelah satu hari berperang, kelompok separatis itu menyerah dan setuju untuk berintegrasi kembali dengan Baku.
Namun pada Desember, pemimpin separatis Samvel Shahramanyan mengatakan di Yerevan bahwa keputusan sebelumnya yang memerintahkan pembubaran organisasi separatis tidak sah.
Hampir seluruh penduduk etnis Armenia, lebih dari 100.000 orang, meninggalkan Karabakh dan menuju Armenia, setelah wilayah itu diambil alih Azerbaijan, sehingga memicu krisis pengungsi. [ns/rd]
Forum