Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Bambang Soesatyo, menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo yang melarang para menterinya menghadiri rapat dengan DPR, sebuah langkah yang menurutnya akan mengganggu kinerja dewan, khususnya dalam menjalankan fungsi pengawasan.
Presiden Jokowi telah mengeluarkan instruksi yang melarang para menteri dan pejabat terkait untuk menghadiri rapat-rapat dengan DPR, dengan mengatakan bahwa pemerintah baru akan hadir jika DPR telah bersatu.
Instruksi presiden tersebut tertuang dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto tertanggal 4 Novermber 2014. Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini M.Soemarno juga melarang para pejabat BUMN menghadiri rapat bersama DPR.
Menurut Bambang, pelarangan ini merupakan langkah yang tidak baik yang ditunjukan pemerintah kepada masyarakat. Dia juga menilai pelarangan menteri ini merupakan bentuk perlawanan terhadap DPR.
"Menolak dipanggil ke DPR, ini pertunjukan itikad yang tidak baik kepada masyarakat. Ini mendorong terbentuknya chaos di DPR. Ini juga bentuk perlawanan," ujarnya, Selasa (25/11).
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan mengatakan pelarangan menteri rapat dengan DPR merupakan sikap yang aneh yang ditunjukan Presiden Jokowi, karena Indonesia yang begitu besar tidak bisa diatur sendiri oleh pemerintah.
Hak pengawasan dari DPR, kata Ramadhan, telah diatur oleh konstitusi, sehingga Presiden Jokowi tidak perlu memiliki kekhawatiran yang berlebih bahwa DPR akan menjatuhkannya.
Ramadhan mengungkapkan presiden-presiden terdahulu tidak ada yang melecehkan parlemen. Kondisi ini, kata Ramadhan, akan memperkeruh kembali suasana di parlemen yang sudah baik, karena saat ini DPR telah bersatu pasca kesepakatan bersama antara Koalisi Indonesia Hebat pendukung Jokowi dengan Koalisi Merah Putih pendukung Prabowo.
"Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih juga sudah berpelukan, sudah tandatangan dan sudah melakukan paripurna. Jadi kalau Pak Jokowi menilai ada persoalan di DPR, persoalan yang mana lagi. Presiden-presiden terdahulu justru yang ditekankan bisa bekerjasama dengan DPR. Ini tidak malah menterinya dilarang ke DPR. Jokowi terlalu jumawa karena dipilih langsung oleh rakyat," ujarnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan pemerintah baru akan mengikuti rapat dengan DPR jika parlemen sudah selesai merevisi Undang-Undang No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Melalui revisi UU ini, fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih sepakat menambah satu kursi pimpinan di semua Alat Kelengkapan Dewan di DPR.
Ia membantah anggapan bahwa langkah pemerintah tersebut justru memperkeruh hubungan eksekutif dengan legislatif.
Juru bicara Jusuf Kalla, Husein Abdullah mengatakan, pemerintah Jokowi-JK tidak ingin bermasalah dengan DPR. Husein memastikan pemerintah akan hadir di DPR ketika masalah di DPR selesai.
"Tentu mereka berpandangan belum waktunya mereka ke sana, ada masalah di DPR kita yang mengganjal dia untuk hadir di sana," ujarnya.