Sebuah aliansi dari partai-partai oposisi di Pakistan menyerukan pemilu nasional baru pada Kamis. Aliansi itu menuduh pemerintahan Perdana Menteri Shehbaz Sharif menindas lawan politiknya, membatasi perbedaan pendapat dan melanggar hak asasi manusia.
Tehreek-i-Tahaffuz-i-Ayeen Pakistan, atau gerakan melindungi konstitusi, mengakhiri konferensi dua hari di Islamabad dengan menuntut pembebasan semua tahanan politik dan menolak hasil pemilu parlemen yang berlangsung tahun lalu. “Hasil pemilu tanggal 8 Februari 2024 yang dicurangi itu, berdampak terhadap krisis politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi di negara ini,” demikian isi deklarasi itu.
Laporan itu menegaskan, parlemen Pakistan tidak memiliki respek baik dari segi “moral, politik, atau hukum,” karena hasil pemilu dimanipulasi, dan “satu-satunya cara untuk menyelesaikan krisis politik sekarang adalah melalui pemilu yang bebas, adil, dan transparan.”
Pemerintahan Sharif, yang diyakini didukung oleh militer yang kuat, menyangkal tuduhan oposisi, dan membantah bahwa tuduhan itu bertujuan menghalangi upaya-upaya untuk mereformasi dan menstabilkan perekonomian.
Para pemimpin Partai Tehreek-e-Insaf Pakistan yang dipimpin mantan Perdana Menteri Imran Khan, wartawan dan perwakilan masyarakat madani juga termasuk di antara peserta konferensi hari Kamis itu.
Konferensi berlangsung sehari setelah Perwakilan AS dari Partai Republik Joe Wilson mengumumkan di X, bahwa ia “hampir selesai menyusun” RUU yang berupaya “memulihkan demokrasi di Pakistan.”
Kekhawatiran AS, tulis Wilson, adalah RUU yang diusulkannya itu “mewajibkan penetapan sanksi dalam kurun 30 hari” terhadap panglima militer Pakistan, Jenderal Asim Munir, dan “meninjau semua jenderal & pejabat pemerintah serta keluarga mereka apakah mereka perlu dikenakan sanksi.” Dia tidak merinci lebih lanjut. [ps/jm]
Forum