Isu Iklim
- Associated Press
Akibat Krisis Iklim, Beruang Kutub Utara Mengurus dan Sulit Berkembang Biak
Kadar lemak pada tubuh beruang kutub terdeteksi makin menurun karena es laut mencair lebih cepat, mengurangi pasokan makanan tinggi lemak bagi hewan tersebut.
Mencari beruang kutub di tempat Sungai Churchill bermuara di Teluk Hudson yang luas di Kanada, ahli biologi Geoff York memperhatikan wilayah di mana satwa-satwanya mengalami penurunan kadar lemak dan ketebalan lapisan es berkurang akibat perubahan iklim.
Dan saat ini, jumlah beruang kutub terdeteksi makin berkurang.
Sekarang ada sekitar 600 beruang kutub di Teluk Hudson Barat, salah satu dari 20 lokasi populasi hewan berbulu putih yang paling terancam tersebut.
Menurut York, direktur senior penelitian dan kebijakan di Polar Bears International, jumlah itu sekitar setengah dari jumlah 40 tahun lalu.
Studi terbarunya dengan tim ilmuwan dari berbagai bidang, menunjukkan bahwa jika dunia tidak mengurangi lebih banyak emisi gas yang memerangkap panas, "kita bisa kehilangan populasi ini seluruhnya pada akhir abad ini," katanya.
Bukan hanya sekadar beruang kutub yang terancam di gerbang kutub utara yang mulai berubah ini. Awal tahun ini, air yang lebih hangat mencairkan es laut dan lautan terbuka bertahan lebih lama. Bagi yang tumbuh, hidup, dan terutama makan di wilayah ini, perubahan itu terasa seperti fondasi rumah yang bergeser.
"Seluruh ekosistem laut terikat pada musim lapisan es laut itu," kata ilmuwan es laut Universitas Manitoba Julienne Stroeve.
Para ilmuwan mengatakan ketika lapisan es di atas permukaan laut mencair lebih awal, hal itu akan menghangatkan suhu air secara keseluruhan dan mengubah pertumbuhan alga, yang mengubah plankton yang memakan alga, yang mengubah ikan, hingga ke rantai makanan setingkat paus beluga, anjing laut, dan beruang kutub.
"Yang kita lihat adalah transformasi ekosistem kutub utara menjadi lebih seperti lautan terbuka di selatan," kata York pada Agustus dari tepi perahu Zodiac sepanjang 12 kaki.
"Kita melihat transformasi dari plankton berlemak tinggi yang mengarah ke hal-hal seperti paus beluga dan beruang kutub menjadi plankton berlemak rendah yang berakhir dengan bagian terakhir dari rantai makanan adalah ubur-ubur."
Di sini, lemak itu baik.
“Untuk hidup di Kutub Utara, anda harus gemuk, atau hidup dengan memiliki cadangan lemak, atau keduanya.” kata Kristin Laidre, ilmuwan mamalia laut dari University of Washington yang mengkhususkan diri pada spesies Kutub Utara.
Beruang kutub — simbol perubahan iklim dan wilayah yang memanas empat kali lebih cepat daripada bagian dunia lainnya — adalah raja lemak. Ketika induk beruang kutub menyusui anaknya, seperti yang disaksikan tim Associated Press di bebatuan di luar Churchill, Manitoba, ibu kota beruang kutub di dunia — air susu yang keluar mengandung 30 persen lemak, kata York.
"Jika anda membayangkan krim kocok kental yang paling berat, rasanya seperti meminumnya," kata York. "Itulah sebabnya anak beruang yang lahir seukuran kepalan tangan saya pada bulan Januari dapat tumbuh hingga mencapai berat 20 hingga 25 pon pada Maret."
York mengatakan jumlah anak beruang yang lahir atau bertahan hidup pada tahun pertama semakin sedikit karena induknya tidak cukup gemuk ataupun kuat untuk hamil.
Beruang kutub mencari makan dengan lahap di musim semi yang tertutup es. Mereka menggunakan bongkahan es laut sebagai pangkalan untuk memburu mangsa favorit mereka, anjing laut berlemak tinggi, terutama anjing laut muda.
Di Teluk Hudson, tidak seperti daerah lain tempat tinggal beruang kutub, es laut secara alami menghilang di musim panas. Jadi beruang kutub kehilangan pasokan makanan mereka. Hal ini selalu terjadi, tetapi sekarang terjadi lebih awal pada setiap tahun dan daerah bebas es bertahan lebih lama, kata York dan Stroeve.
Jadi, sebagian besar beruang kutub kelaparan. Penelitian terkini menunjukkan bahwa mereka berburu di darat dan memangsa rusa kutub atau karibu, burung, bahkan sampah manusia. Hal ini tentunya membutuhkan begitu banyak energi sehingga beruang yang berburu makanan di darat tidak mendapat asupan kalori lebih banyak dibanding beruang yang hanya duduk dan kelaparan.
"Di Teluk Hudson, kami tahu dari penelitian jangka panjang bahwa beruang saat ini menghabiskan waktu hingga satu bulan lebih lama di pantai daripada induk atau kakek nenek mereka. Itu berarti 30 hari lebih lama tanpa akses ke makanan, dan itu rata-rata," kata York.
Beberapa tahun beruang mendekati ambang batas kelaparan selama 180 hari. Beruang kutub dapat berpuasa kurang dari itu dan tetap sehat, terutama karena mereka sangat pandai mengumpulkan dan menyimpan lemak untuk periode sulit ini, kata York. Selama periode sulit itu, para peneliti yang memantau beruang menemukan bahwa 19 dari 20 beruang kehilangan 47 pon atau sekitar 21,3 kilogram hanya dalam tiga minggu. Angka ini berkisar 7 persen dari berat badan mereka.
Es laut di Kutub Utara telah menyusut sekitar 13 persen per dekade, turun dalam bentuk anak tangga dan dataran tinggi sejak 1979, menurut Pusat Data Salju dan Es Nasional. Sementara es laut Kutub Utara mencapai luasan terendah keempat yang pernah tercatat pada akhir Agustus, di Teluk Hudson Barat angin yang tidak biasa menyebabkan es bertahan lebih lama dari biasanya, tetapi ini merupakan jeda sementara dan sangat terbatas.
Sebuah studi yang juga ditinjau oleh beberapa peneliti lainnya pada tahun ini dari Stroeve dan York mengamati tingkat es laut, ambang batas kelaparan 180 hari, dan simulasi iklim berdasarkan berbagai tingkat polusi karbon. Para peneliti menemukan bahwa begitu Bumi menghangat 1,3 atau 1,4 derajat Celsius (2,3 hingga 2,5 derajat Fahrenheit) dari sekarang, beruang kutub kemungkinan akan melewati titik yang tidak dapat kembali itu. Beruang akan menjadi sangat lapar dan populasi ini kemungkinan akan punah.
Beberapa penelitian, termasuk yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang mengkaji upaya saat ini untuk mengekang emisi karbon dioksida memproyeksikan pemanasan sekitar 1,5 derajat hingga 1,7 derajat Celsius (2,7 hingga 3,1 derajat Fahrenheit) mulai sekarang pada akhir abad ini.
“Populasi beruang kutub itu pasti tidak akan mampu melaluinya,” kata Stroeve.
Ada sekitar 4.500 beruang kutub di tiga populasi Teluk Hudson dan sekitar 55.000 paus beluga. Secara keseluruhan, itu berarti lebih dari 141 juta pon (64 ribu ton) mamalia besar yang gemuk. Itu tampak besar, tetapi binatang putih itu kalah dalam pertarungan melawan beban yang lebih besar lagi: jumlah karbon dioksida yang memerangkap panas yang dimuntahkan dunia ke udara. Itu berarti 154 juta pon atau sekitar 70 ribu ton karbon dioksida setiap menitnya.
Bukan hanya beruang kutub.
Laidre dari Universitas Washington mengatakan beberapa ilmuwan berpendapat bahwa zooplankton air terkecil yang disebut kopepoda adalah hewan terpenting di Kutub Utara. Mereka punya kadar lemak tinggi dan merupakan makanan pokok bagi paus kepala busur.
Namun kopepoda hidup pada plankton tanaman yang lebih kecil yang mengalami perubahan. Waktu ketika kopepoda dapat berkembang biak berubah dan spesies baru masuk, "dan mereka tidak lagi kaya akan lipid," kata Laidre.
"Bukan berarti tidak ada kehidupan di luar sana," kata York sambil memandang Teluk. "Makhluk-makhluk yang hidup di Utara berubah dan tampak lebih mirip dengan Selatan."
Apa yang terjadi di Teluk Hudson merupakan sebuah pratinjau dari apa yang akan terjadi di wilayah utara, kata Stroeve.
Seorang ilmuwan es, Stroeve mengatakan ada sesuatu tentang beruang kutub yang begitu istimewa.
"Melihat mereka, melihat hewan hidup di lingkungan yang keras membuat saya sangat senang," kata Stroeve. "Dan entah bagaimana mereka bisa bertahan hidup. Dan apakah kita akan membuat mereka tidak bisa lagi bertahan hidup? Itu membuat saya sedih.'' [rz/ft]
See all News Updates of the Day
China Berencana Bangun Bendungan PLTA Terbesar di Tibet
Bendungan PLTA itu diperkirakan akan mempengaruhi kehidupan jutaan orang di hilir sungai di India dan Bangladesh.
China telah menyetujui pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) terbesar di dunia. Hal itu menandai dimulainya proyek ambisius di tepi timur dataran tinggi Tibet yang dapat berdampak pada jutaan orang di hilir India dan Bangladesh.
Menurut perkiraan yang diberikan oleh Power Construction Corp of China pada 2020, bendungan yang akan berlokasi di bagian hilir Sungai Yarlung Zangbo tersebut, dapat menghasilkan 300 miliar kilowatt-jam (kWh) listrik setiap tahunnya.
Kapasitas PLTA itu lebih dari tiga kali lipat kapasitas bendungan Tiga Ngarai (Three Gorges Dam) di China tengah, yang saat ini merupakan bendungan terbesar di dunia dengan kapasitas pembangkitan sebesar 88,2 miliar kWh.
Proyek tersebut akan memainkan peran utama dalam memenuhi tujuan puncak karbon dan netralitas karbon di China, menstimulasi industri terkait seperti teknik, dan menciptakan lapangan kerja di Tibet, kata kantor berita resmi Xinhua, Rabu (25/12).
Salah satu bagian dari air terjun Yarlung Zangbo memiliki ketinggian dramatis sekitar 2.000 meter dalam jarak pendek 50 kilometer, menawarkan potensi pembangkit listrik tenaga air yang sangat besar dan tantangan teknis yang unik.
Pengeluaran untuk pembangunan bendungan, termasuk biaya teknik, juga diperkirakan melebihi biaya pembangunan bendungan Tiga Ngarai, yang menelan biaya 254,2 miliar yuan, atau sekitar Rp 564,7 triliun. Angka itu termasuk pemukiman kembali 1,4 juta orang yang terpaksa mengungsi dan jumlah ini empat kali lipat dari perkiraan awal sebesar $7,8 miliar (setara Rp 126 triliun).
Pihak berwenang belum memberi perkiraan berapa banyak orang yang akan tergusur oleh proyek Tibet dan bagaimana hal itu akan berdampak pada ekosistem lokal, salah satu ekosistem terkaya dan paling beragam di dataran tinggi tersebut.
Namun menurut para pejabat China, proyek pembangkit listrik tenaga air di Tibet, tidak akan berdampak besar terhadap lingkungan atau pasokan air di hilir. Menurut China, proyek itu memiliki lebih dari sepertiga potensi pembangkit listrik tenaga air di China,
Meskipun demikian, India dan Bangladesh telah menyampaikan kekhawatirannya mengenai bendungan tersebut, karena proyek tersebut berpotensi mengubah tidak hanya ekologi lokal tetapi juga aliran dan arah aliran sungai di hilir.
Yarlung Zangbo menjadi sungai Brahmaputra saat meninggalkan Tibet dan mengalir ke selatan menuju negara bagian Arunachal Pradesh dan Assam di India dan akhirnya ke Bangladesh.
China telah memulai pembangkit listrik tenaga air di hulu Yarlung Zangbo, yang mengalir dari barat ke timur Tibet. Negara itu merencanakan lebih banyak proyek di hulu. [ft/es]
- Rio Tuasikal
Sawit Indonesia Dicermati Pasca Penundaan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa
Usai penundaan pemberlakuan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa (EUDR) hingga akhir 2025, organisasi lingkungan mengkhawatirkan berlanjutnya penggundulan hutan di Indonesia. Mereka pun mendorong perbaikan tata kelola sawit di Indonesia, mengikuti standar Uni Eropa.
Penggunaan Batu Bara Capai Rekor Baru pada 2024
Penggunaan batu bara bergantung pada China, yang selama seperempat abad terakhir telah mengonsumsi batu bara 30 persen lebih banyak dibandingkan gabungan negara-negara lain di dunia.
Badan Energi Internasional (International Energy Agency /IEA) mengatakan pada Rabu (18/12) bahwa penggunaan batu bara dunia akan mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada 2024, tahun yang pasti akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah.
Meskipun ada seruan untuk menghentikan pembakaran bahan bakar fosil paling kotor yang menyebabkan perubahan iklim, badan pengawas energi tersebut memperkirakan permintaan batu bara global akan mencapai rekor tertinggi selama tiga tahun berturut-turut.
Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global harus dikurangi secara drastis untuk membatasi pemanasan global guna menghindari dampak bencana terhadap Bumi dan umat manusia.
Sebelumnya pada Desember, pemantau iklim Uni Eropa Copernicus mengatakan 2024 “pasti” akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat – melampaui rekor yang dicetak tahun lalu.
Diterbitkan pada Rabu, laporan “Batu bara 2024” IEA memperkirakan penggunaan batu bara dunia akan mencapai puncak pada 2027 setelah mencapai 8,77 miliar ton pada tahun ini.
Namun hal ini bergantung pada China, yang selama seperempat abad terakhir telah mengonsumsi batu bara 30 persen lebih banyak dibandingkan gabungan negara-negara lain di dunia, kata IEA.
Meningkatnya permintaan listrik di China merupakan pendorong paling signifikan di balik peningkatan tersebut, dengan lebih dari sepertiga batu bara yang dibakar di seluruh dunia dikarbonisasi di pembangkit-pembangkit listrik di negara tersebut.
Permintaan China Tembus Rekor Baru
Meskipun Beijing telah berupaya melakukan diversifikasi sumber listriknya, termasuk perluasan besar-besaran penggunaan tenaga surya dan angin, IEA mengatakan permintaan batu bara China pada tahun masih akan mencapai 4,9 miliar ton – yang merupakan rekor baru.
Meningkatnya permintaan batu bara di China, serta di negara-negara berkembang seperti India dan Indonesia, mengimbangi penurunan yang terus terjadi di negara-negara maju.
Namun penurunan tersebut melambat di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Penggunaan batu bara di kedua wilayah itu diperkirakan akan menurun masing-masing sebesar 12 dan lima persen, dibandingkan dengan 23 dan 17 persen pada 2023.
Dengan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih dalam waktu dekat banyak ilmuwan khawatir bahwa kepemimpinan Trump yang kedua akan melemahkan komitmen iklim negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Trump berulang kali menyebut perubahan iklim adalah "hoaks."
Penambangan batu bara juga mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan mencapai produksi sebesar sembilan miliar ton untuk pertama kalinya, kata IEA. Produsen utama batu bara dunia, yaitu China, India dan Indonesia semuanya mencatat rekor produksi baru. [ft/rs]
Kanada Tunda Tercapainya Target Jaringan Listrik Nol Bersih Selama 15 Tahun
Kanada merilis Regulasi Listrik Bersih (CER) pada Selasa (17/12) yang bertujuan untuk menciptakan jaringan listrik dengan emisi nol bersih pada tahun 2050, mundur 15 tahun dari target semula yaitu tahun 2035.
Ottawa merevisi targetnya setelah menerima masukan dari beberapa provinsi dan pelaku industri energi, yang mengatakan bahwa rancangan peraturan CER akan membuat pasokan listrik di Kanada kurang dapat diandalkan, lebih mahal dan berisiko menimbulkan aset-aset terlantar, kata para pejabat pemerintah dalam keterangan pers.
Sejauh ini, Kanada telah menghasilkan 85% pasokan listriknya dari sumber-sumber bersih seperti tenaga air, angin dan surya. Akan tetapi, regulasi yang menjadi tidak seambisius sebelumnya itu akan membuat negara itu semakin sulit memenuhi target iklimnya untuk memangkas emisi karbon sebesar 45-50% di bawah level emisi tahun 2005 pada tahun 2035 mendatang.
“Menurut saya kita tidak mengurangi ambisi dalam hal dekarbonisasi jaringan, tapi kami tahu dari hasil konsultasi bahwa diperlukan lebih banyak fleksibilitas,” kata Menteri Sumber Daya Alam Kanada Jonathan Wilkinson dalam wawancaranya dengan Reuters.
Regulasi yang sudah difinalisasi itu akan memangkas hampir 181 megaton emisi karbon kumulatif dari jaringan listrik antara tahun 2024 dan 2050, sementara dalam rancangan sebelumnya emisi yang akan dipangkas mencapai 342 megaton per pertengahan abad ini.
Target sebelumnya untuk membatasi emisi dari setiap unit pembangkit listrik hingga 30 ton karbon per gigawatt jam dilonggarkan menjadi 65 ton per gigawatt jam. Fasilitas pembangkit listrik juga akan diperkenankan mengeluarkan emisi tambahan sebesar 35 ton per gigawatt jam jika mereka menggunakan kredit pengimbang emisi.
Kelonggaran lainnya yaitu fasilitas pembangkit listrik diharapkan dapat mematuhi batas emisi tahunan, bukan standar kinerja yang ketat, yang harus dipenuhi setiap saat.
Fasilitas pembangkit listrik bantuan yang tidak menyalurkan listriknya ke dalam jaringan, seperti yang dioperasikan oleh beberapa perusahaan pasir minyak di Alberta utara, tidak terikat oleh CER.
Provinsi penghasil minyak dan gas utama Kanada, Alberta, dengan tegas menentang draf CER dan mengatakan bahwa regulasi yang sudah difinalisasi juga masih tidak masuk akal dan mengganggu yurisdiksi provinsi. Alberta berencana mengajukan banding atas peraturan tersebut ke pengadilan.
“Kami akan mengusulkan solusi alternatif yang lebih cepat dan lebih murah, yang melibatkan pemerintah federal untuk sepenuhnya menghentikan segala upaya untuk mengatur atau mencapuri tata Kelola Alberta atas jaringan listrik provinsi kami,” kata pemerintah Alberta dalam pernyataan tertulisnya.
Menurut Scott MacDougall, direktur program kelistrikan di Pembina Institute, mengatakan bahwa regulasi CER yang sudah difinalisasi sebenarnya realistis dan dapat dicapai, meskipun sangat berbeda dari draf pertama yang diterbitkan pada tahun 2023.
“CER menawarkan serangkaian acuan yang menentukan kapan (emisi nol bersih) akan tercapai dan akan membantu memacu investasi industri energi,” kata MacDougall. [rd/ab]
- Puspita Sariwati
Hijaukan Bumiku, Birukan Langitku
Pada tahun ajaran 2024-2025, Indonesia mulai menerapkan Kurikulum Merdeka di sekolah-sekolah, yang mencakup Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Salah satu kurikulum P5 adalah Gaya Hidup Berkelanjutan untuk mengangkat gaya hidup ramah lingkungan. Bagaimana penerapannya di sekolah-sekolah?
Gaya hidup berkelanjutan mulai diajarkan di sekolah-sekolah dari SD hingga SMA di Indonesia. Namun sebelum adanya kurikulum untuk para siswa, sebenarnya bagi sebagaian masyarakat Indonesia telah mempelajari cara hidup yang ramah lingkungan, misalnya dengan memanfaatkan sampah rumah tangga atau yang dikenal dengan eco-enzym.
Tini Soeharsono (64) mengenal cairan eko enzim dengan berbagai manfaat itu, dari seorang asal Thailand, Doktor Roshukon. Dari sanalah pengetahuan tentang cairan hasil pengawetan dari limbah kulit buah-buahan dan sayuran, disebarkan ke komunitasnya di perumahan Bintaro, Jakarta Selatan.
“Jadi, begitu mendapatkan ilmu itu langsung praktek, lalu ketagihan karena tahu manfaatnya, otomatis jadi berbagi dengan orang lain, mengajak mereka untuk mengerti tentang pendidikan lingkungan,” jelasnya kepada VOA.
Pengajaran mengenai lingkungan ini berkembang cepat di perumahannya yang terdiri dari kluster-kluster. Satu kluster yang diketuainya sejak Maret 2021 yaitu Kluster Kasuari, mencakup 350 Kepala Keluarga (KK).
“Tiap tahun pengembang Bintaro mengadakan lomba lingkungan, kini sudah banyak kluster yang peduli akan lingkungan. Jadi dalam dua tahun ini pesertanya makin banyak dan pemenangnya pada umumnya adalah kluster-kluster yang sudah membuat eko-enzim,” tambahnya.
Sebenarnya, apa yang disebut eko-enzim sehingga menjadi cairan serba guna? Doktor Ir. Jarot Wijanarko, MPd. seorang pegiat dan pendiri Eko Enzim Nasional menjelaskan, kata eco dari ekologi atau lingkungan dan enzim adalah “Hasil pengawetan (fermentasi) dari kulit buah-buahan, dicampur dengan gula dan air, diawetkan selama tiga bulan. Itu menjadi cairan yang mengandung vitokimia, probiotik, enzim dan asam organik. Nah, empat unsur utama inilah yang membuat eko enzim memiliki banyak khasiat seperti disinfektan, pembersih dan pengobatan luar untuk luka,” jelasnya.
Alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1987 itu juga membagi-bagikan eko-enzim di kluster-kluster komunitasnya dengan gratis.
Kepada VOA ia menambahkan, “Jadi di Indonesia di semua kabupaten ada pegiat ekoenzim. Tujuannya secara nasional orang mengolah sampahnya masing-masing terutama sampah organik ya… dan cairan eko enzim itu dibagi-bagikan.”
Seorang anggota lingkungannya, Muhammad Ramadhona merasa memperoleh manfaat mengikuti kursus komunitas tentang lingkungan ini.
“Sebagai masyarakat modern, sangat disarankan dapat mengoleh limbah sayuran dan buah-buahan sebagaimana kita tahu, hampir di setiap TPA, sampah menjadi masalah. Mengolah limbah buah dan sayur dapat mengurangi emisi karbon gas metana yang 80 kali lebih berbahaya dibanding CO2,” ujar Ramadhona.
Upaya Tini Soeharsono dan Doktor Ir. Jarot itu menarik perhatian pihak sekolah-sekolah, yang mengajarkan para siswanya mengenai lingkungan dan gaya hidup berkelanjutan. Salah satu sekolah itu adalah SMA Plus Pembangunan Jaya, Bintaro, Tangerang Selatan.
Menurut kepala sekolah itu, Endang Wahyuningsih, sebelum disarankan pemerintah melalui kurikulum Merdeka, sekolah yang dipimpinnya telah memberikan mata pelajaran yang bermanfaat bagi lingkungan hidup.
“Kami merasa bahwa sekolah bertanggung jawab untuk mengajak anak-anak peduli pada lingkungan sekitarnya. Jadi kami mengintegrasikan materi lingkungan itu di mata pelajaran.”
Dengan motto “Hijaukan Bumi dan Birukan Langit” (HBBL), Tini Soeharsono tidak hanya mengajarkan mengenai eko enzim kepada para siswa, namun juga kepada guru-guru sekolah yang untuk selanjutnya diturunkan kepada para siswa mereka.
Sekolah seperti SMA Plus Pembangunan Jaya yang memiliki pusat sains, kata Endang, juga mengajarkan apa yang disebut muatan lokal dengan lokakarya ilmu pengetahuan dan lingkungan.
“Jadi kami siapkan modul untuk para siswa, misalkan bagaimana cara bercocok tanam di lahan yang terbatas dengan sistem hidroponik. Nah kemudian ada juga materi tentang eko enzim, akhirnya bertemulah dengan bu Tini dari HBBL,” tambah Endang.
Menurut Endang, para siswa senang dengan praktek lingkungan semacam itu, terutama ketika menunggu hasil panen cairan eko enzim setelah tiga bulan diawetkan. Cairan serba guna yang bermanfaat itu digunakan untuk membersihkan di sekolahnya.
Sementara Tini Soeharsono di lingkungannya yang dikenal dengan komunitas relawan bumi Bintaro, mengembangkan eko enzim yang tidak hanya sebatas untuk cairan pembersih rumah tangga, namun juga menjadi produk olahan seperti sabun dan krim kulit. Produk-produk itu disebut produk turunan dari eko enzim, yang boleh dijual. [ps/lt]
Forum