Sekitar 10 orang perwakilan warga yang menolak tambang emas di Gunung Tumpang Pitu dan Salakan, diterima oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi, Jumat (28/2). Mereka sebelumnya telah melakukan aksi kayuh sepeda dari Banyuwangi ke Surabaya, serta aksi mogok makan sejak 21 Februari yang lalu.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa enggan memberikan keterangan langsung kepada media.
Namun Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Timur Setiajid, mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak akan melakukan pencabutan Izin Usaha Pertambangan kepada PT. Bumi Suksesindo (BSI) dan PT. Damai Suksesindo (DSI), seperti yang diminta warga. Pemprov Jawa Timur akan melakukan evaluasi dengan menerjunkan tim untuk melihat ada tidaknya pelanggaran seperti yang dituduhkan oleh warga penolak kegiatan penambangan.
“Sementara, kalau pencabutan mungkin tidak kita lakukan, tapi kalau evaluasi akan kita lakukan evaluasi. Ya tentu tadi, jadi misalnya, apakah benar ada pemukiman yang dilanggar oleh mereka (perusahaan tambang), apakah benar ada kerusakan lingkungan, apakah benar misalnya ada tempat evakuasi tsunami yang kemudian dilakukan penggalian dan sebagainya itu," papar Setiajid.
"Apa yang kita lakukan sampai dengan saat ini, dan pengawasan ini kan dilakukan secara terus menerus, secara kontinyu oleh inspektur tambang dan itu tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dimaksudkan mereka," lanjutnya.
Juru bicara warga yang menolak kegiatan penambangan, Nur Hidayat, mengatakan ketidaktegasan gubernur sangat mengecewakan. Hal ini karena kerusakan lingkungan sebagai dampak aktivitas tambang di Gunung Tumpang Pitu sudah jelas terjadi.
“Ya terus terang kita kecewalah (dengan gubernur), karena gubernur tidak bersikap tegas atau menyampaikan ke kita bahwa izinnya akan dicabut atau tidak. Ya, Gunung Tumpang Pitu itu sudah rusak, kalau direview ulang kita minta review ulangnya itu diperbaiki kerusakannya," kata Nur Hidayat
Pemerintah, kata Nur Hidayat, selama ini tidak pernah meminta pertimbangan atau izin warga, terkait wilayah konsesi tambang yang didalamnya terdapat permukiman warga.
“Pemerintah tidak pernah pamit sama masyarakat sana, tiba-tiba sudah masuk konsesi begitu saja. Rumah-rumah kami di sana tiba-tiba sudah masuk konsesi. Nah itu mau dikaji seperti apa lagi, ngomongin soal dikaji, mereka memberi atau memasukkan wilayah desa kami sebagai wilayah konsesi tambang, itu tanpa pengkajian," kata Nur Hidayat.
"Kalau dikaji kan tidak mungkin wilayah rumah kita itu masuk di tengah-tengah tambang, itu kalau dikaji. Hari ini mau dicabut saja kok pakai dikaji," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur Rere Christanto, mengatakan peninjauan kembali mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan PT. BSI dan PT. DSI di Banyuwangi harus dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan pencabutan izin harus dilakukan bila terbukti ada pelanggaran.
“Belum (dipenuhi) sih, tadi kan dibilang akan menampung catatan-catatan yang ada. Saya pikir ya review tetap harus dijalankan, apakah betul pelanggaran-pelanggaran itu bisa berujung kepada pencabutan dan sebagainya, hak dan wewenang ada di gubernur tentu saja," kata Rere Christanto.
Warga yang menolak tambang emas mengakhiri aksinya di Surabaya, dengan tekad untuk terus memperjuangkan hak atas lingkungannya di Banyuwangi. Warga juga akan memberi tenggat waktu hingga 30 hari, untuk gubenur melakukan tindakan-tindakan selanjutnya pasca menerima pengaduan warga. [pr/em]