Lebih dari 100 orang pendukung raja Thailand berdemo di Bangkok Jumat siang. Di depan kedutaan Amerika, para demonstran mengusung spanduk mencela campur tangan Amerika dan PBB dalam urusan dalam negeri Thailand.
Demonstran lainnya mengelu-elukan Raja Thailand dan Pasal 112, UU kontroversial yang melindungi kerajaan Thailand dari fitnah, yang disebut Lese Majeste
Aksi demonstrasi itu adalah tanggapan atas kritik terhadap berbagai tuntutan hukum baru-baru ini dan lamanya hukuman penjara di bawah UU tersebut, dan kekhawatiran mengenai kebebasan berpendapat.
Baworn, salah satu panitia kelompok pendukung raja Thailand, United Siam, mengatakan:
Ia menuturkan Dubes Amerika untuk Thailand, Kristie Kenney, mengkritik Pasal 112. United Siam menganggapnya sebagai campur tangan dalam kedaulatan dan proses pengadilan Thailand yang, menurut Baworn, memenuhi standar internasional.
Berdasarkan UU tersebut, siapapun yang terbukti bersalah menghina Raja, Ratu, atau Putera Mahkota Thailand, dihukum penjara tiga hingga 15 tahun.
UU itu tidak jelas mengenai apa yang disebut penghinaan. Siapapun bisa membuat tuntutan dan polisi wajib melakukan penyelidikan.
Media dan pengadilan lokal jarang menerbitkan rincian kasus karena mereka sendiri takut dikenai hukuman.
Menurut analis politik, para politisi menyalahgunakan UU tersebut, untuk membungkam lawan-lawan politik dan juga mencegah diskusi umum mengenai kerajaan Thailand.
Pemerintah Thailand mengatakan UU ini perlu untuk membela lembaga kerajaan yang dihormati itu dari mereka yang ingin merusak imejnya.
Suchada, ibu rumah tangga, mengungkapkan ia mengikuti aksi protes itu untuk melindungi kerajaan Thailand dan tidak terkait dengan politik.
Ia menegaskan Amerika dan Thailand harus saling menghormati hukum masing-masing negara. Amerika punya hukum mereka sendiri, begitu juga dengan Thailand. Amerika, lanjutnya, semestinya tidak ikut campur dalam urusan hukum dan kerajaan Thailand.
Kedutaan Amerika mengeluarkan pernyataan sebelum aksi protes hari Jumat itu, menegaskan bahwa Amerika menghormati hukum Thailand dan tidak mencampuri urusan dalam negeri Thailand.
Amerika, tulis pernyataan itu, juga mendukung kebebasan berpendapat di seluruh dunia dan menganggapnya sebagai hak manusia yang fundamental.
Pekan lalu, pengadilan Thailand menjatuhkan hukuman penjara 2,5 tahun kepada warga Amerika keturunan Thailand, Joe Gordon, karena telah memuat di blognya sejumlah link internet tentang sebuah buku mengenai Raja Thailand. Buku itu dilarang di Thailand.
Ini pertama kalinya warga Amerika dijatuhi hukuman penjara menurut UU tersebut, atas tindakan yang dilakukannya ketika ia tinggal di Amerika.
Kedutaan Amerika menyebut vonis terhadapnya itu kejam karena ia dipenjara atas haknya untuk bebas berpendapat.