Kerjasama pengembangan mutu pendidikan dasar terdesentralisasi ini dilakukan pemerintah Amerika Serikat dan Indonesia, melalui USAID sejak 2005. Program pertama DBE1 (Decentralized Basic Education) akan berakhir tepat pada 31 Desember 2011.
Direktur Program Pendidikan USAID, Margaret Sancho, menilai ada beberapa hal yang masih harus dibenahi, antara lain standardisasi dan akses pendidikan dasar yang belum merata di setiap provinsi dan kabupaten/kota. Margaret Sancho menjelaskan di Jakarta, Rabu, di sela-sela lokakarya “Manajemen dan Tata Layanan Pendidikan Dasar Terdesentralisasi: Pembelajaran dan Implikasi Kebijakan”.
“Meskipun berada di daerah yang berbeda, apakah para pelajar itu tinggal di Pulau Jawa, di Aceh atau di Papua, setidaknya ada standar kualitas minimum yang mereka dapatkan,” kata Margaret Sancho.
Ia mengakui, tidak gampang menerapkan standardisasi pendidikan yang akan banyak melibatkan peran pemerintah daerah seperti sekarang. Ini merupakan tantangan bagi Indonesia, karena sudah tentu menyangkut perencanaan yang matang.
Margaret Sancho menambahkan, “Indonesia adalah negara besar dengan sistem pendidikan yang juga besar. Tetapi harus dilihat pula beragam komponen sistem pendidikan yang dapat dikembangkan, sehingga ada kesetaraan dalam akses dan yang diperoleh para murid ketika bersekolah. Ini semua bergantung pada anggaran, alokasi dana, dan keputusan saat mengambil kebijakan.”
Satu fakta yang menarik, USAID melihat banyak sekolah di daerah yang pada dasarnya mampu mencukupi anggaran pendidikan, tetapi lemah pada pelaksanaan teknis, termasuk mengelola anggaran. Besar kemungkinan, hal ini disebabkan keputusan pemerintah untuk menaikkan anggaran pendidikan melalui APBN sebanyak 20 persen.
Sementara, Asisten Deputi Urusan Pendidikan Dasar, PAUD, dan Pendidikan Masyarakat dari Kementerian Koordinator Kesejahateraan Rakyat, Dr. Femmy Eka Kartika Putri, mengatakan semula ia sendiri ragu akan pemberian bantuan teknis yang tidak disertai bantuan dana hibah (grants).
“Semula saya juga tidak yakin, tapi ternyata dengan bantuan teknis ini mampu meyakinkan masyarakat bahwa tidak semua harus pakai uang. Saya pernah ke sekolah-sekolah itu, lewat monitoring dan mereka menghargai upaya DBE1 ini sebab kemampuan kepala sekolah meningkat. Karena didampingi, mereka (kepala sekolah) akhirnya bisa membuat perencanaan sekolah dengan baik,” ujar Dr. Femmy.
Apabila sekolah dapat melakukan perencanaan dengan baik, kata Femmy, tentunya dapat berakibat pada peningkatan prestasi anak didik.
Sejak tahun 2005 program DBE bermitra dengan lebih dari 1.000 SD dan 196 SMP di 50 kabupaten/kota di tujuh provinsi; Aceh, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.