Dalam kemitraan komprehensif antara Amerika Serikat dan Indonesia, pendidikan tinggi dianggap sebagai prioritas penting bagi kedua negara; sesuai kesepakatan yang diresmikan saat kunjungan Presiden Barack Obama ke Indonesia, November 2010.
Elemen yang dianggap penting adalah upaya bersama untuk memberikan fasilitas dan kemitraan antarinstitusi pendidikan di Amerika Serikat dan Indonesia; terutama lewat jejaring universitas.
Kepada pers di Jakarta, Kamis siang, Direktur Badan Amerika Serikat untuk Pembangunan Internasional (USAID), Glenn Anders, mengatakan pemerintah Amerika akan membantu meningkatkan mutu pengajaran dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
“Satu masalah dalam insitusi pendidikan Indonesia adalah kadang-kadang mereka tidak memiliki sistem manajemen modern, yang dapat membantu mereka menangani berbagai hal yang terkait dengan institusi modern, “ kata Glenn Anders.
Ia mencontohkan Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia, yang berkembang semakin pesat dari segi jumlah mahasiswa dan kegiatan penelitian, sehingga sistem manajemen pendidikan yang modern sangat dibutuhkan.
Kepada VOA, Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Profesor Supriadi Rustad, mengatakan secara umum kelemahan manajemen tersebut ada pada kurangnya informasi dari sistem program yang dimiliki.
Itulah sebabnya, meskipun banyak mahasiswa dan dosen yang dikirim ke luar negeri, daya saing perguruan tinggi Indonesia rendah dibandingkan perguruan tinggi negara lain, seperti Malaysia.
Supriadi Rustad mengakui, “Secara umum memang kita punya kelemahan, meskipun sudah mencetak banyak lulusan dari luar negeri. Kita belum bisa secara fleksibel mengundang murid-murid dari luar negeri ke Indonesia. Misalnya, saya mau belajar ke Jerman itu sudah ada informasi di website bagaimana saya mencari asrama, lalu transportasinya bagaimana, ini di Indonesia belum ada."
Profesor Supriadi berharap, bantuan dari USAID dapat sekaligus membantu penguatan program-program internasional yang akan dan sudah ada.
“Intenational office kita masih lemah, juga sistem informasi untuk penawaran program-program (pendidikan) ke luar negeri juga masih lemah. Kita memang butuh tenaga ahli ya, jadi dengan adanya program USAID ini kita harapkan bantuan tenaga ahli itu kita tidak perlu membayar lagi,” ungkap Supriadi.
Selanjutnya, mantan Pembantu Rektor Bidang Akademik Universitas Negeri Semarang ini menambahkan, ada sejumlah program yang sudah dapat dibiayai secara mandiri oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun demikian, Supriadi menilai bekerja bagus dan mandiri saja tidak cukup. Perguruan Tinggi Indonesia juga harus mampu menjual program-program kepada calon mahasiswa luar negeri, agar mutu pendidikan Indonesia dapat diakui secara internasional.
Beberapa kerjasama penelitian yang sudah berjalan melalui fasilitas USAID adalah delapan hibah untuk 11 Universitas di Indonesia dan 6 institusi di Amerika Serikat, yaitu Harvard, Columbia, University of California, Los Angeles (UCLA), Texas A & M, University of California-Santa Cruz, dan University of Southern California.
Sedangkan dari Indonesia antara lain Universitas Indonesia, Insititut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, Universitas Udayana, Bali, serta Universitas Hasanuddin, Makassar.
Kerjasama penelitian yang dilakukan sejak 2009 tersebut diantararanya di bidang kesehatan masyarakat, keanekaragaman hayati, serta kebijakan untuk masalah anak-anak.