Menteri luar negeri negara-negara Uni Eropa pada hari Senin (27/1) setuju untuk mulai mencabut sanksi-sanksi terhadap Suriah, namun menegaskan bahwa sanksi tersebut harus diberlakukan kembali apabila mereka menyaksikan pelanggaran oleh penguasa baru negara tersebut.
Uni Eropa mulai menerapkan pembekuan aset dan larangan perjalanan kepada para pejabat dan organisasi Suriah pada tahun 2011 sebagai tanggapan terhadap penindasan yang dilakukan Bashar Assad pada para pengunjuk rasa, yang kemudian berubah menjadi perang saudara.
Blok beranggotakan 27 negara itu menjatuhkan sanksi terhadap 216 orang dan 86 entitas yang dituduh mendukung mantan pemimpin Suriah itu.
Uni Eropa mau mencabut sanksi apabila para pemimpin baru Suriah membawa negara itu ke arah masa depan politik yang damai, yang melibatkan semua kelompok minoritas, di mana ekstremisme dan mantan sekutu mereka, Rusia dan Iran, tidak diberi tempat.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mengatakan bahwa para menteri telah menyetujui “peta jalan” yang akan menghapus sanksi-sanksi tersebut.
Ia menggarisbawahi bahwa persetujuan para menteri baru itu merupakan “kesepakatan politik”, bukan kesepakatan yang akan langsung memulai proses pencabutan sanksi. Ia menambahkan, “masih ada masalah teknis yang harus diselesaikan” dalam beberapa minggu ke depan sebelum sanksi-sanksi yang ada dapat dicabut.
Kallas mengatakan, pelonggaran sanksi “dapat memberi dorongan ekonomi bagi Suriah dan membantu negara itu bangkit kembali.”
Namun, ia menambahkan: “Meskipun kami ingin bergerak dengan cepat, kami juga siap untuk membatalkan kesepakatan ini jika situasinya memburuk.”
Para menteri lebih menyukai mekanisme “snap back”, alias kembali menjatuhkan sanksi jika langkah-langkah tersebut berujung ke arah yang salah.
Sejak Damaskus jatuh pada 8 Desember lalu, dan Assad melarikan diri ke Moskow, peralihan Suriah tampak menjanjikan. Akan tetapi, penguasa baru negara itu belum memaparkan dengan jelas visi pemerintahan negara tersebut ke depan.
Kelompok militan Islam Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang merupakan mantan afiliasi al-Qaida, yang digolongkan UE dan PBB sebagai organisasi teroris, telah menetapkan diri sebagai penguasa de facto Suriah setelah berkoordinasi dengan para petempur selatan dalam serangan yang dilancarkannya akhir tahun lalu. [rd/em]
Forum