ABU DHABI —
Kelompok itu, terdiri dari 20 orang Mesir dan 10 orang Uni Emirat Arab (UAE), menambah jumlah tersangka Islamis yang semakin banyak dipenjarakan oleh pihak berwenang UAE.
Selain mendirikan dan menjalankan cabang “internasional” Ikhwanul Muslimin, jaksa berpendapat ke-30 orang itu juga mencuri informasi rahasia pemerintah dan menggalang sumbangan bagi organisasi mereka tanpa ijin.
Para terdakwa membantah semua tuduhan itu dan mengklaim mereka disiksa dalam tahanan polisi. Mereka mengatakan tidak diberi bantuan hukum yang memadai sepanjang persidangan, yang dimulai 5 November.
Pemerintah UAE berulang kali menyebut dugaan penyiksaan itu tidak berdasar.
Dalam persidangan terpisah yang rampung bulan Juli, 69 Islamis – kebanyakan terkait dengan kelompok lokal al-Islah – dinyatakan bersalah berusaha menggulingkan sistem politik UAE dan divonis penjara hingga 15 tahun.
Christian Koch, Direktur kajian internasional pada LSM Gulf Research Center di Jenewa mengatakan, “Jelas masih ada banyak kekhawatiran berkisar pada fakta bahwa Ikhwanul Muslimin dianggap sebagai pihak yang ingin membajak proses politik di negara itu.”
Tahun 2012, Kapolda Dubai mengindikasikan Ikhwanul sempat berencana menggulingkan berbagai pemerintahan di kawasan Teluk Arab dan menerapkan hukum Islam. Kelompok itu dilarang di sebagian besar kawasan tersebut.
Lori Plotkin Boghardt pakar politik kawasan Teluk Arab di Washington Institut for Near East Policy mengatakan, “Kekhawatiran pemerintah UAE saat ini berkaitan dengan bangkitnya militan Islamis di seluruh Timur Tengah seusai Gerakan Musim Semi Arab.”
Ke-enam negara di Teluk Arab dipimpin kerajaan, yang telah menerapkan sejumlah kebijakan guna mencegah retorika pro-reformasi yang telah mengilhami revolusi Arab itu masuk ke wilayah mereka.
Sejumlah kelompok HAM menuduh vonis hari Selasa itu bermotivasi politik. Ke-30 terdakwa itu dijatuhi hukuman penjara antara enam bulan hingga lima tahun, menurut kantor berita pemerintah WAM.
Enam terdakwa dari Mesir diadili in absentia, sementara semua terdakwa dari UAE juga divonis bersalah bulan Juli atas penghasutan. Vonis tersebut tidak bisa diajukan untuk banding.
(Phillip Walter/VOA).
Selain mendirikan dan menjalankan cabang “internasional” Ikhwanul Muslimin, jaksa berpendapat ke-30 orang itu juga mencuri informasi rahasia pemerintah dan menggalang sumbangan bagi organisasi mereka tanpa ijin.
Para terdakwa membantah semua tuduhan itu dan mengklaim mereka disiksa dalam tahanan polisi. Mereka mengatakan tidak diberi bantuan hukum yang memadai sepanjang persidangan, yang dimulai 5 November.
Pemerintah UAE berulang kali menyebut dugaan penyiksaan itu tidak berdasar.
Dalam persidangan terpisah yang rampung bulan Juli, 69 Islamis – kebanyakan terkait dengan kelompok lokal al-Islah – dinyatakan bersalah berusaha menggulingkan sistem politik UAE dan divonis penjara hingga 15 tahun.
Christian Koch, Direktur kajian internasional pada LSM Gulf Research Center di Jenewa mengatakan, “Jelas masih ada banyak kekhawatiran berkisar pada fakta bahwa Ikhwanul Muslimin dianggap sebagai pihak yang ingin membajak proses politik di negara itu.”
Tahun 2012, Kapolda Dubai mengindikasikan Ikhwanul sempat berencana menggulingkan berbagai pemerintahan di kawasan Teluk Arab dan menerapkan hukum Islam. Kelompok itu dilarang di sebagian besar kawasan tersebut.
Lori Plotkin Boghardt pakar politik kawasan Teluk Arab di Washington Institut for Near East Policy mengatakan, “Kekhawatiran pemerintah UAE saat ini berkaitan dengan bangkitnya militan Islamis di seluruh Timur Tengah seusai Gerakan Musim Semi Arab.”
Ke-enam negara di Teluk Arab dipimpin kerajaan, yang telah menerapkan sejumlah kebijakan guna mencegah retorika pro-reformasi yang telah mengilhami revolusi Arab itu masuk ke wilayah mereka.
Sejumlah kelompok HAM menuduh vonis hari Selasa itu bermotivasi politik. Ke-30 terdakwa itu dijatuhi hukuman penjara antara enam bulan hingga lima tahun, menurut kantor berita pemerintah WAM.
Enam terdakwa dari Mesir diadili in absentia, sementara semua terdakwa dari UAE juga divonis bersalah bulan Juli atas penghasutan. Vonis tersebut tidak bisa diajukan untuk banding.
(Phillip Walter/VOA).