Kementerian Luar Negeri Turki, Selasa (19/10), memanggil duta besar Amerika Serikat dan duta-duta besar sembilan negara lain untuk memprotes pernyataan yang menyerukan pembebasan Osman Kavala, seorang dermawan dan aktivis hak-hak sipil yang dipenjarakan, sesuai keputusan Pengadilan HAM Eropa (ECHR). Pernyataan itu membuat marah para pejabat pemerintah yang menuduh negara-negara itu ikut campur dalam peradilan Turki.
Kavala (64), yang telah berada di balik jeruji selama empat tahun, dituduh berusaha menggulingkan pemerintah Turki melalui demonstrasi nasional pada 2013 yang dimulai di Taman Gezi, Istanbul. Ia juga didakwa melakukan spionase dan berusaha menggulingkan pemerintah sehubungan dengan kudeta militer yang gagal pada 2016.
Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa memutuskan pembebasan Kavala pada Desember 2019 tetapi otoritas Turki mengabaikan keputusan itu.
Pada Senin, kedutaan besar Amerika Serikat serta Kanada, Prancis, Finlandia, Denmark, Jerman, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, dan Swedia mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama bahwa penundaan persidangan Kavala dan pengungkapan kasus-kasus baru terkait Kavala, mencemari demokrasi, supremasi hukum dan transparansi.
"Memperhatikan keputusan Pengadilan HAM Eropa tentang masalah ini, kami menyerukan kepada Turki untuk segera membebaskannya," kata pernyataan bersama mereka yang diunggah di akun Twitter Kedutaan Besar AS, Senin.
Para pejabat Turki meminta kedutaan-kedutaan asing untuk menghormati independensi pengadilan Turki. ''Beberapa duta besar negara yang wajib menunjukkan kesetiaan mereka pada kemerdekaan negara mereka masing-masing telah bertindak melampaui batas dan mendorong para politisi itu untuk mengganggu peradilan,'' kata Wakil Presiden Fuat Oktay.
Bulan lalu, Dewan Eropa yang beranggotakan 47 negara – termasuk Turki -- mengatakan akan memulai proses hukum atas pelanggaran yang dilakukan Turki, kecuali kalau Kavala dibebaskan sebelum pertemuan komite menteri berikutnya November mendatang. Proses hukum itu dapat membuahkan tindakan hukuman bagi Turki, termasuk kemungkinan penangguhan keanggotaannya dari organisasi yang mempromosikan demokrasi dan HAM itu.
Kavala dikenal karena dukungannya terhadap seni dan pendanaannya untuk proyek-proyek yang mempromosikan keragaman budaya dan hak-hak minoritas. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduhnya sebagai kaki tangan miliarder dermawan AS George Soros, yang dituduh Erdogan mendalangi pemberontakan di banyak negara.
Kavala terancam hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat jika terbukti bersalah. Pengusaha itu telah membantah semua tuduhan terhadapnya sementara kelompok-kelompok HAM menuding kasus itu bermotif politik. [ab/ka]