Tautan-tautan Akses

Trump Mengancam akan ke MA Terkait Pemakzulan


Gedung Capitol tampak dari gedung Mahkamah Agung di Washington, 5 Mei 2019.
Gedung Capitol tampak dari gedung Mahkamah Agung di Washington, 5 Mei 2019.

Presiden AS Donald Trump, dalam pelanggaran norma-norma konstitusional terbarunya, mengancam untuk secara proaktif membawa kasusnya ke Mahkamah Agung jika DPR mempertimbangkan untuk memakzulkan dirinya.

"Jika Partai Demokrat berupaya melakukan pemakzulan, saya akan lebih dulu maju ke Mahkamah Agung," kata Trump melalui cuitan di Twitter pada Rabu (24/4).

"Bukan saja tidak ada Kejahatan dan Pelanggaran Hukum berat, saya sama sekali tidak melakukan kejahatan" kata presiden dalam dua cuitan terakhirnya mengenai laporan jaksa khusus tentang penyelidikan selama dua tahun, apakah ada kolusi antara kampanye pemilu Trump 2016 dan Rusia.

Sejak ringkasan laporan itu dirilis, Partai Demokrat, yang mengendalikan DPR, telah memperdebatkan apakah akan memulai proses pemakzulan terhadap presiden.

Ketua DPR Nancy Pelosi mendesak agar berhati-hati, meskipun beberapa anggota partainya khawatir Partai Demokrat akan menghadapi konsekuensi politik dengan para pemilih jika mereka tidak memulai pemakzulan.

Ancaman Trump untuk pergi ke Mahkamah Agung membuat bingung tiga pakar konstitusional yang dihubungi VOA pada Rabu dan tidak melihat MA akan mengintervensi.

"Memberi MA peran dalam proses pemakzulan pernah dipertimbangkan, namun dengan sengaja dicampakkan oleh perancang Konstitusi A.S. pada 1787," kata profesor Sekolah Hukum Harvard Laurence Tribe kepada VOA. "Satu-satunya hakim Mahkamah Agung yang memiliki peran adalah ketua hakim agung yang memimpin persidangan pemakzulan presiden."

"Mahkamah Agung, menurut pandangan saya, bersikap benar bahwa pemakzulan adalah masalah politik berkaitan dengan Konstitusi untuk Kongres, bukan masalah hukum yang diselesaikan MA. Oleh karenanya permintaan semacam itu oleh Presiden Trump hampir pasti akan ditolak, " kata Robert Pushaw, seorang profesor hukum di Universitas Pepperdine.

"Konstitusi mengatakan bahwa DPR memiliki satu-satunya kekuatan pemakzulan, dan berwenang untuk menentukan aturan persidangannya sendiri. Yang tampaknya menutup celah pengadilan," kata pakar peneliti senior pada Heritage Foundation, Thomas Jipping mantan ketua penasehat Komite Kehakiman Senat kepada VOA.

"Karenanya, semua anggota Dewan berkewajiban untuk memastikan tanggung jawab konstitusional seperti itu tidak dibajak untuk tujuan politik partisan."

Mahkamah Agung pada 1993 juga memutuskan bahwa pengadilan tidak akan berperan dalam proses pemakzulan. [my]

XS
SM
MD
LG