Presiden AS Donald Trump, Rabu (16/10), mendapat teguran keras dari para anggota Kongres dari kedua partai terkait keputusannya menarik pasukan AS dari Suriah Timur Laut. Penarikan itu segera disusul oleh serangan Turki terhadap laskar Kurdi Suriah, yang merupakan sekutu penting AS dalam perang melawan teroris ISIS.
Dengan suara mayoritas, DPR AS pada hari Rabu juga memutuskan untuk mendukung resolusi yang mengecam keputusan Trump. Trump sendiri mengatakan ia meminta serangan Turki di Suriah Utara dihentikan.
Trump mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu, ia menarik pulang tentara AS sebagaimana yang telah ia janjikan pada kampanye kepresidenannya.
"Ini waktunya membawa pulang tentara kita. Begitulah. Tidak ada tentara kita yang cedera atau terluka. Itu karena sayalah presidennya dan kitalah bosnya. Ingat itu," kata Trump.
Trump menolak tuduhan bahwa ia telah memberi Turki ‘lampu hijau’ untuk menyerang Suriah Utara dalam percakapan teleponnya dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
"Saya menulis surat begitu percakapan itu selesai, surat yang sangat tegas. Tidak pernah ada pemberian lampu hijau," tambah Trump.
Satu delegasi AS yang dipimpin Wakil Presiden Mike Pence kini berada di Ankara dengan tugas membujuk Erdogan agar mencapai kesepakatan gencatan senjata di Suriah Utara. Jika tidak, Turki akan menghadapi sanksi-sanksi keras dari Amerika.
Para anggota Kongres AS telah menyatakan keraguan bahwa ancaman sanksi-sanksi akan menghentikan pertumpahan darah yang dipicu oleh pasukan dukungan Turki sepekan silam. Pendukung Trump, Senator Lindsey Graham dari Fraksi Republik mengatakan, penarikan pasukan AS menciptakan kekosongan di Suriah Utara yang dengan cepat diisi oleh musuh-musuh AS.
"Rusia dan Iran bukan teman-teman kita. Mereka tidak akan melindungi kepentingan Amerika. Kurdi adalah sahabat kita. Mereka telah ditinggalkan," kata Graham.
DPR AS, hari Rabu, memutuskan dengan suara 354 berbanding 60 dalam mendukung resolusi yang mengecam keputusan Trump.
Seusai pemungutan suara, Trump bertemu dengan wakil-wakil kedua partai di Gedung Putih. Para anggota Demokrat meninggalkan tempat pertemuan setelah Trump kabarnya menyebut petinggi fraksi Demokrat Nancy Pelosi sebagai “politisi kelas tiga.”
"Saya pikir, hasil pemungutan suara itu, banyaknya suara – lebih dari dua per tiga anggota fraksi Republik yang memutuskan untuk menentang apa yang presiden lakukan – kemungkinan mengena ke presiden karena ia terguncang oleh itu. Dan itu sebabnya kami tidak dapat melanjutkan pertemuan karena ia tidak memahami realitasnya," ujar Ketua DPR AS Nancy Pelosi.
Sementara itu anggota Kongres dari Faksi Republik mengecam aksi Pelosi meninggalkan tempat pertemuan. Di antaranya adalah Kevin McCarthy, pemimpin minoritas di DPR.
"Pada waktu terjadi krisis, pemimpin seharusnya tetap tinggal, suka atau tidak suka dengan apa yang disampaikan, dan benar-benar bekerja untuk menyelesaikan masalah," ujar Kevin.
Sementara para legislator meminta Trump untuk mengubah keputusannya mengingat situasi di lapangan di Suriah telah berubah. Pasukan pemerintah Suriah bergabung bersama laskar Kurdi dan milisi lokal lainnya untuk menghadang invasi Turki di bagian utara. Setelah memasuki kota penting Manbij hari Selasa (15/10), pasukan tersebut memasuki Kobani, kota perbatasan yang strategis, pada Rabu malam. Rusia telah berjanji akan mencegah pertempuran apapun antara Turki dan pasukan pemerintah Suriah yang didukung Moskow. [uh/lt]