Tautan-tautan Akses

TikTok Terancam Diblokir di AS, Apa Kata Tiktoker Diaspora Indonesia?


Para kreator TikTok menggelar konferensi pers untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap kemungkinan pelarangan TikTok di Gedung Kongres AS, Washington DC (foto: dok). REUTERS/Evelyn Hockstein
Para kreator TikTok menggelar konferensi pers untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap kemungkinan pelarangan TikTok di Gedung Kongres AS, Washington DC (foto: dok). REUTERS/Evelyn Hockstein

Wacana pemblokiran TikTok di AS semakin santer terdengar pascasidang banding di Mahkamah Agung AS pada Jumat (10/1) lalu. Jika para hakim agung mendukung UU pelarangan TikTok pada 19 Januari mendatang, lebih dari 170 juta pengguna platform itu akan terdampak.

Yang akan terdampak, tak terkecuali adalah para konten kreator diaspora Indonesia yang menetap di AS.

“TikTok itu sebenarnya punya potensi yang besar banget. Kalau misalnya kita cari informasi, bahkan sekarang Google, tuh kalah. Kasarnya, kadang kita bisa mencari informasi di TikTok gitu,” jelas Teddy Cahyadi, kreator konten asal Indonesia di New York, tentang signifikasi TikTok dalam kesehariannya.

Teddy, yang berprofesi sebagai chef di salah satu hotel di kota New York, adalah satu dari sejumlah besar pengguna media sosial yang menggunakan TikTok sebagai sumber informasi utama mereka. Menurutnya, konten-konten yang diunggah di TikTok cenderung singkat, jelas, dan dalam format video yang lebih menarik secara visual.

Sementara itu, ia juga memposting video-video seputar pekerjaan dan kesehariannya di AS, serta interaksinya dengan sesama diaspora Indonesia di sana.

Teddy Cahyadi, kreator konten pemilik akun TikTok @teddy.mci11 di New York.
Teddy Cahyadi, kreator konten pemilik akun TikTok @teddy.mci11 di New York.

Meski lebih sering mengunggah konten di akun Instagramnya, pemilik akun @teddy.mci11 itu kini telah memiliki lebih dari 122 ribu pengikut di TikTok.

Menurutnya, algoritma khas TikTok membuat video-video yang diunggahnya tersebar ke orang-orang yang belum pernah mengikuti akunnya, sehingga kontennya menjangkau audiens yang lebih luas lagi di Indonesia.

Namun, TikTok kini berada di titik kritis setelah dihadapkan pada wacana pemblokiran di AS pada 19 Januari mendatang. Di satu sisi, Teddy setuju dengan premis pemblokiran tersebut, yaitu mengutamakan keamanan data pribadi pengguna.

“Setujunya adalah, ada keamanan dan privasi, jadi mengurangi risiko kebocoran data pribadi warga negara ke pihak asing—itu bagusnya sebenarnya kan, yang jadi golnya pemblokiran ini,” jelasnya.

Di sisi lain, hak bersuara menjadi taruhannya.

“Enggak setujunya tuh, kebebasan berpendapat jadi dibatasi gitu, untuk orang-orang berbicara dan berekspresi. Terus juga, menurut saya, mengurangi platform untuk menunjukkan kreativitas, terutama generasi muda, apalagi Gen Z,” imbuhnya.

M. Ridwan, konten kreator pemilik akun TikTok @tentangamerika di California.
M. Ridwan, konten kreator pemilik akun TikTok @tentangamerika di California.

Kekhawatiran soal kebebasan berbicara juga menjadi kekhawatiran M. Ridwan, salah satu kreator konten asal Indonesia yang telah menetap di AS sejak 2014. Akun TikToknya, @tentangamerika, kini telah memiliki setidaknya 85 ribu pengikut.

Menurutnya, wacana pelarangan TikTok di AS bertentangan dengan prinsip kebebasan berpendapat yang dijunjung tinggi di negara itu, di mana hak tersebut dijamin dalam Amandemen Pertama Konstitusi AS.

Ridwan memanfaaatkan TikTok sebagai sarana untuk berbicara dalam bahasa Indonesia, mengingat dalam kesehariannya, ia berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Konten-konten yang diunggah Ridwan berfokus pada info-info terkait peluang kerja, info terkini seputar AS, budaya, hingga pro dan kontra tinggal di negara itu.

“Saya biasanya live di Tiktok, bikin konten, atau dapat permintaan video dari teman-teman yang tinggal di Indonesia yang penasaran dengan kehidupan di Amerika,” kata Ridwan yang berprofesi utama sebagai manajer kantor di sebuah klinik penyakit dalam di Palm Springs, California.

Menurut Ridwan, hilangnya akses ke TikTok akan berdampak pada koneksinya dengan audiens di Indonesia, terutama karena ia sering berinteraksi dan berbagi informasi dengan para pengikutnya melalui siaran-siaran live yang ia tayangkan.

TikTok Terancam Diblokir di Amerika Serikat, Apa Kata Tiktoker Diaspora Indonesia?
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:06:25 0:00

Ancaman pemblokiran TikTok juga akan berdampak pada para pengguna yang memanfaatkan platform itu untuk mengembangkan bisnis mereka, kata Teddy. Jika TikTok diblokir, ia mengatakan banyak bisnis kecil dan menengah yang akan merugi karena bergantung pada TikTok sebagai sarana utama pemasaran dan penjualan produk mereka.

Teddy menambahkan, dampak serupa juga akan dirasakan oleh para konten kreator yang mengandalkan penghasilannya dari eksistensi mereka di TikTok. Meski Teddy dan Ridwan tidak terlibat dalam program monetisasi TikTok di AS karena konten mereka menarget audiens di Indonesia, keduanya memperoleh penghasilan tambahan melalui sistem endorsement dengan para pengiklan.

Menanggapi rencana pemblokiran TikTok, Teddy mengungkapkan akan lebih memfokuskan kreasi kontennya di Instagram. Sementara Ridwan berharap tetap dapat mengakses TikTok dengan menggunakan VPN (Jaringan Pribadi Virtual). Jika tidak memungkinkan, ia juga akan beralih ke platform-platform lain seperti Instagram atau Facebook, meski ia menilai algoritma kedua platform itu tidak sebaik TikTok dalam menjangkau audiensnya.

Kekhawatiran Terbesar AS: Ancaman Keamanan Nasional

Ancaman keamanan nasional menjadi dasar disahkannya UU pelarangan TikTok oleh Kongres AS dan Presiden AS Joe Biden pada April 2024. UU itu menyatakan jika ByteDance, perusahaan induk TikTok, tidak menjual aplikasi tersebut ke perusahaan AS, maka TikTok akan diblokir pada 19 Januari.

Pada Jumat (10/1), Mahkamah Agung AS menggelar sidang banding antara TikTok dan pemerintah AS untuk mendengarkan argumen masing-masing pihak.

“Ini bukan hanya soal privasi data. Ini tentang kepentingan keamanan nasional. Ada ancaman serius terhadap kedaulatan AS jika pihak asing, yang dianggap musuh, bisa mengumpulkan data yang sangat besar dari 170 juta warga Amerika,” kata Jaksa Agung Muda AS Elizabeth Pregolar dalam sidang itu.

Para demonstran berdiri di luar Mahkamah Agung AS, di Washington DC, untuk memrotes rencana pelarangan TikTok, 10 Januari 2025. REUTERS/Marko Djurica
Para demonstran berdiri di luar Mahkamah Agung AS, di Washington DC, untuk memrotes rencana pelarangan TikTok, 10 Januari 2025. REUTERS/Marko Djurica

Sementara itu, kebebasan berbicara menjadi basis argumen Noel Francisco, pengacara TikTok dan ByteDance, untuk meyakinkan para hakim agung agar membatalkan atau menunda penerapan UU tersebut.

Kini nasib TikTok bergantung pada keputusan Mahkamah Agung AS, yang juga telah mendengar permintaan dari Presiden terpilih AS Donald Trump untuk menunda pelarangan TikTok agar tidak diberlakukan sampai dirinya dilantik sebagai presiden pada 20 Januari.

ByteDance sendiri telah menyatakan tidak akan menjual platformnya itu, meski sejumlah investor telah menunjukkan minat untuk membelinya. Penawaran terbaru datang dari pebisnis Frank McCourt bersama mitra-mitranya Kamis lalu (9/1), untuk membeli aset TikTok di AS.

Menurut pernyataan Departemen Kehakiman AS dalam dokumen pengadilan, jika blokir diberlakukan, TikTok tidak akan bisa diakses di toko aplikasi (app store) milik Google maupun Apple, sehingga pengguna baru tidak bisa mengunduhnya. Pengguna yang sudah memiliki aplikasi TikTok di ponsel mereka tetap bisa menggunakannya, tapi tidak akan menerima pembaruan, sehingga pada akhirnya platform itu tidak bisa digunakan. [br/ns]

Forum

XS
SM
MD
LG