Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Rabu (17/4) menyampaikan bahwa Belanda, Denmark dan Republik Ceko akan mempertimbangkan apa yang dapat mereka lakukan dalam upaya mendukung inisiatif pertahanan udara Jerman untuk Ukraina.
Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock meminta dukungan yang lebih kuat bagi pertahanan udara Ukraina sebelum ia berangkat menuju Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Capri, Italia.
“Pertahanan udara yang lebih kuat adalah masalah hidup dan mati bagi ribuan orang di Ukraina, dan proteksi terbaik bagi keamanan kita sendiri,” kata Baerbock.
Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada Sabtu (13/4) lalu mengatakan Jerman akan mengirim rudal pertahanan udara dan sistem pertahanan udara “Patriot” buatan AS ke Ukraina, di tengah upaya Kyiv mempertahankan sistem energinya dari serangan Rusia. Jerman adalah penyumbang bantuan militer terbesar kedua ke Ukraina setelah AS.
“Saya sangat menghargai komitmen yang ditunjukkan oleh Jerman, yang pada akhir pekan lalu mengumumkan bahwa mereka akan menyediakan sistem Patriot tambahan. Dan mereka bekerja keras untuk mendorong lebih banyak negara untuk mengirim (sistem) pertahanan udara yang sangat dibutuhkan Ukraina. Dan kami akan mempertimbangkan—kami bertiga—dengan cara apa kami dapat mendukung inisiatif Jerman ini,” kata Rutte.
Rutte menyampaikan pernyataannya setelah bertemu dengan Jens Stoltenberg dari NATO dan mitranya dari Denmark dan Ceko. Rutte didukung negara-negara anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk meneruskan posisi Jens Stoltenberg sebagai sekretaris jenderal aliansi tersebut.
Senada dengan Rutte, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen menyarankan agar negara-negara Eropa mempertimbangkan untuk mengirimkan beberapa sistem pertahanan udara mereka ke Ukraina.
“Bukankah lebih baik jika kita mengirim beberapa sistem pertahanan udara kita sendiri ke Ukraina, pada saat mereka—bukan kita—berjuang setiap hari untuk melawan serangan Rusia yang bertubi-tubi? Seperti yang kita ketahui, kita memiliki sistem (pertahanan udara) di Eropa, beberapa di antaranya perlu dikirim ke Ukraina. Dan saya pikir, jawaban untuk pertanyaan ini, tentu saja adalah, ‘Ya’,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Stoltenberg mengatakan bahwa para menteri pertahanan negara-negara anggota NATO akan berfokus pada pembahasan mengenai pertahanan udara dan peningkatan pasokan senjata ke Ukraina, yang rencananya digelar minggu ini.
“Presiden (Ukraina) Zelenskiy telah meminta diadakannya pertemuan dewan NATO-Ukraina. Kami akan mengadakan pertemuan pada hari Jumat, yaitu dengan Presiden Zelenskiy, dan kemudian dengan para menteri pertahanan NATO, demi membahas kebutuhan mendesak untuk meningkatkan dukungan pada Ukraina. Saya harap, akan ada fokus khususnya pada pertahanan udara, seperti yang telah kami diskusikan hari ini, dan juga pada penambahan artileri,” jelas Stoltenberg.
PM Hungaria: Ukraina Bukan Lagi Negara Berdaulat
Sementara itu, Viktor Orban, perdana menteri Hungaria yang populis, pada Rabu (17/4) menyebut Ukraina “bukan negara berdaulat lagi.” Hungaria adalah juga anggota NATO.
Pemimpin Hungaria yang telah menjabat sejak 2010 itu juga menggarisbawahi gagalnya sanksi-sanksi Uni Eropa untuk menghentikan perang di Ukraina. Menanggapi fakta bahwa ia sering digambarkan di media sebagai sekutu setia Presiden Rusia Vladimir Putin, Orbán merespons: “Ibu saya tidak senang.”
“Invasi Putin ke Ukraina benar-benar bertentangan dengan nilai-nilai hubungan internasional dan semua prinsip yang kita hormati, jadi tidak perlu dipertanyakan. Namun, kepentingan Hungaria adalah sesuatu yang semestinya antara Rusia dan Hungaria, ini prioritasnya. Kami mendukung Ukraina untuk bertahan, ini dipertanyakan, karena Ukraina bukanlah negara yang berdaulat,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Ukraina “hanyalah protektorat Barat” (negara yang berada di bawah kontrol negara lain), dan bahwa Ukraina akan hancur tanpa uang dan senjata dari Uni Eropa dan AS.
Orban menyampaikan komentarnya pada konferensi Konservatisme Nasional (NatCon 2024), yang kembali digelar pada Rabu (17/4) di Brussels, Belgium, setelah polisi membubarkan pertemuan para politisi sayap kanan itu karena adanya kekhawatiran perihal ketertiban umum. NatCon 2024 menjadi wadah bagi mereka yang berhaluan ekstrem kanan di Eropa, yang paling dikhawatirkan partai-partai besar di sana.
Orban juga pernah mengatakan bahwa kekhawatiran terbesar Hungaria adalah bahwa mereka tidak ingin berbagi perbatasan dengan Rusia lagi dan bahwa Ukraina seharusnya tidak diizinkan untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO.
Ukraina telah mengajukan permohonan untuk bergabung dengan kedua organisasi tersebut, namun kecil kemungkinannya untuk disetujui, mengingat perang Ukraina-Rusia masih berkecamuk. Hungaria secara rutin memveto KTT dengan Ukraina dan pendanaan untuk mempertahankan ekonomi negara itu, yang berlawanan dengan posisi mitra-mitra Baratnya. [br/ka]
Forum