Pemimpin pemerintahan transisi Sudan berjanji bekerja sama dengan Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) yang sedang menangani kasus mantan presiden Sudan yang otokratis, Omar al-Bashir.
Perdana Menteri Abdalla Hamdok, Minggu (18/10), bertemu delegasi ICC yang dipimpin jaksa Fatou Bensouda. ICC telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Bashir atas tuduhan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan sehubungan kerusuhan di wilayah Darfur barat pada tahun 2003.
Menanggapi pemberontakan di Darfur melawan rezimnya, Al Bashir mengirim milisi Janjaweed. Milisi itu dituduh membunuh hingga 300 ribu orang dan mengusir sampai sebanyak 2,5 juta orang dari rumah mereka.
Al-Bashir digulingkan militer pada April 2019 setelah demonstrasi massal di ibu kota, Khartoum, dan di tempat lain yang dimulai pada Desember tahun sebelumnya. Al Bashir kini menjalani hukuman dua tahun penjara di Sudan atas tuduhan korupsi dan diadili atas kudeta 1989 yang membawanya ke tampuk kekuasaan.
Delegasi ICC juga sedang mencari informasi tentang dua kaki tangan al-Bashir, Abdel Raheem Muhammad Hussein dan Ahmed Haroun. Kedua laki-laki itu ditahan setelah al-Bashir terguling.
Mantan komandan Janjaweed Ali Kushayb telah ditahan ICC sejak menyerahkan diri kepada pihak berwenang di Republik Afrika Tengah pada Juni lalu. Ia menghadapi tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Darfur, termasuk beberapa tuduhan pembunuhan, penyiksaan, penjarahan dan perkosaan. [ka/ab]