Tautan-tautan Akses

Taliban Bela Pemimpinnya sebagai Penguasa 'Sah' Afghanistan


Miltan Afghanistan dan warga desa merayakan perjanjian damai dan kemenangan atas Amerika Serikat dalam konflik Afghanistan, di distrik Alingar, Provinsi Laghman, 2 Maret 2020. (Foto: Reuters)
Miltan Afghanistan dan warga desa merayakan perjanjian damai dan kemenangan atas Amerika Serikat dalam konflik Afghanistan, di distrik Alingar, Provinsi Laghman, 2 Maret 2020. (Foto: Reuters)

Taliban mengatakan perjanjian perdamaian yang ditandatangani dengan Amerika Serikat (AS) tidak mengubah status pemimpin tertinggi kelompok pemberontak itu sebagai "penguasa sah" Afghanistan.

Taliban menambahkan Mullah Haibatullah Akhundzada terikat oleh agama untuk mendirikan "pemerintahan Islam" setelah pasukan "okupasi" asing keluar dari negara itu.

Pengumuman terbaru Taliban itu memicu ketidakpastian yang menyelimuti perjanjian AS-Taliban yang ditandatangani pekan lalu di Qatar. Pengumuman itu juga muncul sehari setelah sebuah media AS melaporkan pemerintah AS memiliki informasi intelijen bahwa kelompok pemberontak itu tidak berniat mematuhi janji-janji yang dibuatnya dalam perjanjian perdamaian 29 Februari.

Sebuah pernyataan Taliban, Sabtu (7/3), menyatakan bahwa selain "Emir yang sah," tidak boleh ada seorang penguasa Afghanistan. Dia merujuk pada Mullah Haibatullah Akhundzada sebagai "Emir yang sah."

"Perang jihad selama 19 tahun melawan pendudukan asing berada di bawah komando seorang Emir yang sah, berakhirnya okupasi bukan berarti kekuasaannya dihapuskan," katanya, merujuk pada perjanjian dengan Washington.

Perjanjian penting AS-Taliban, yang ditandatangani di depan para pejabat senior dari puluhan negara, membuka jalan bagi Washington untuk mengakhiri perang terlamanya dan membawa pulang sekitar 13.000 tentara dari Afghanistan dalam 14 bulan ke depan. [vm/ft]

XS
SM
MD
LG