Tautan-tautan Akses

Suu Kyi Mulai Pembicaraan dengan Mantan Petinggi Militer


Ketua parlemen Myanmar Shwe Mann (kedua dari kiri) saat berkampanye di Kanyuntkwin (4/11). (Reuters/Olivia Harris)
Ketua parlemen Myanmar Shwe Mann (kedua dari kiri) saat berkampanye di Kanyuntkwin (4/11). (Reuters/Olivia Harris)

Suu Kyi bertemu dengan ketua parlemen sekarang Shwe Mann, mantan jenderal yang merupakan lawan lamanya, di tengah persiapan pembentukan pemerintahan berikutnya.

Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi, yang partainya Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menang telak dalam pemilu parlemen tanggal 8 November, memulai pembicaraan dengan lawan lamanya dari militer selagi ia mempersiapkan pembentukan pemerintahan berikutnya.

Suu Kyi hari Minggu (15/11) berada ke ibukota Naypidaw untuk bertemu dengan ketua parlemen sekarang Shwe Mann, mantan jenderal yang pernah dianggap sebagai tokoh paling kuat ketiga dalam pemerintahan militer sebelumnya.

Tahun lalu, Shwe Mann diturunkan dari jabatan ketua partai USDP yang berkuasa. Shwe Mann menggambarkan pertemuan hari Minggu itu santun dan mengatakan Suu Kyi mengucapkan selamat kepadanya karena "menerima hasil pemilu dengan cepat."

Sejauh ini, NLD telah memenangkan lebih dari 80 persen kursi di kedua majelis parlemen, sebuah keunggulan yang akan berpeluang memilih presiden berikutnya di negara itu.

Putri pahlawan kemerdekaan Aung San yang tewas dibunuh itutidak memenuhi syarat menjadi presiden menurut konstitusi era junta negara tersebut, karena mendiang suami dan anaknya merupakan warga negara asing. Tapi ia memegang kekuasaan besar sebagai pemimpin NLD, dan ia sedang mempersiapkan pertemuan akhir pekan ini dengan Presiden Thein Sein dan pemimpin militer Jenderal Min Aung Hlaing.

Presiden Thein Sein pada hari Minggu menjanjikan kerja sama penuh dalam transisi ke pemerintahan baru, sebagai upaya meredakan kekhawatiran domestik dan internasional bahwa militer akan sekali lagi menolak hasil pemilu, seperti yang terjadi seperempat abad lalu.

NLD menang dalam pemilu yang sama tahun 1990, namun pemimpin militer negara itu menolak mengakui hasil tersebut dan justru merencanakan pemerintahan otoriter, termasuk penahanan besar-besaran para pendukung pro-demokrasi. Setelah bertahun-tahun mendapat sanksi internasional yang semakin keras, junta militer akhirnya luluh tahun 2010. [zb]

XS
SM
MD
LG