Pemimpin de facto Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena secara ilegal mengimpor dan menggunakan radio dua arah atau walkie talkie serta melanggar peraturan terkait virus corona.
Seorang sumber yang memiliki koneksi dengan pengadilan di ibu kota Naypyitaw mengatakan kepada media berita bahwa Suu Kyi dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena melanggar UU Impor-Ekspor Myanmar dengan mengimpor walkie talkie, dan dua tahun karena melanggar UU Penanggulangan Bencana Alam terkait aturan virus corona.
Vonis pada Senin (10/1) ini diumumkan lebih dari satu bulan setelah Suu Kyi divonis bersalah menghasut kerusuhan masyarakat dan sebuah tuduhan terpisah terkait UU Penanggulangan Bencana Alam karena melanggar restriksi terkait COVID-19 sewaktu berkampanye dalam pemilihan legislatif tahun lalu. Ia pada awalnya dijatuhi hukuman penjara empat tahun, tetapi pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing mengurangi separuh masa hukumannya.
Suu Kyi, 76 tahun, menghadapi lebih dari 100 tahun hukuman penjara jika terbukti bersalah atas berbagai tuduhan terhadapnya yang diajukan junta militer sejak ia dan pemerintah sipilnya digulingkan pada 1 Februari 2021. Ia juga didakwa melanggar UU Rahasia Resmi, menghasut kerusuhan masyarakat, menyalahgunakan lahan untuk yayasan amalnya, dan menerima pembayaran ilegal uang tunai 600 ribu dolar ditambah 11 kilogram emas.
Para pendukungnya mengatakan tuduhan tersebut dimaksudkan untuk menghalanginya untuk kembali ambil bagian dalam politik.
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi menang telak dalam pemilu November 2020 atas Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan (USDP) pimpinan militer. Junta menyebut kecurangan meluas dalam pemilu sebagai alasan untuk menggulingkan pemerintah sipil dan membatalkan hasil pemilu. Sebelum dibubarkan, komisi pemilihan sipil membantah tuduhan itu.
Suu Kyi, yang memimpin pemerintah terguling sebagai penasihat negara, Presiden Win Myint dan sejumlah pejabat tinggi lainnya telah dipenjarakan sejak kudeta.
Bentrokan kekerasan antara militer dan warga yang telah melancarkan demonstrasi massal menentang junta telah menewaskan hampir 1.400 orang, kata organisasi pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Bentrokan maut juga terjadi antara militer dan beberapa kelompok etnik bersenjata di berbagai penjuru negara itu. [uh/ab]