Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berangkat ke Yogyakarta sore ini, untuk meninjau Gunung Merapi, yang kembali mengeluarkan letusan disertai hujan abu vulkanik, Kamis dinihari. Bola api merah bahkan sempat muncul di puncak Merapi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Kementerian ESDM mencatat letusan ini jauh lebih besar dari letusan pertama, pekan lalu; sekaligus yang terdasyat dalam seratus tahun terakhir.
Presiden SBY juga berencana untuk sementara akan berkantor di Gedung Agung Yogyakarta. Dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat siang, Presiden Yudhoyono memberikan lima instruksi; diantaranya seluruh penanganan tanggap darurat akan di bawah komando Badan Pusat Penanggulangan Bencana – BNPB, sesuai ketetapan UU Penanganan Bencana.
Kata Presiden Yudhoyono: “Meskipun pemerintah daerah DIY dan Jawa Tengah masih berfungsi, tetapi melihat skala dan keberlanjutan bencana ini maka sekali lagi saya putuskan sekali lagi komando berada di bawah BNPB. Dibantu oleh Gubernur DIY dan Gubernur Jateng, Pangdam Diponegoro. Kapolda Jawa Tengah, dan Kapolda DIY.”
Presiden melanjutkan, unsur TNI akan diturunkan sebanyak satu brigade plus untuk penanganan bencana, yang terdiri dari batalyon kesehatan, zeni konstruksi, marinir, perbekalan dan angkutan. Tugasnya, membangun fasilitas rumah sakit lapangan, juga mengaktifkan semua rumah sakit yang ada di sekitar lokasi serta membangun dapur umum. Selain TNI, satuan Polri akan disiagakan untuk mengatur lalu lintas dan mengamankan rumah-rumah penduduk yang ditinggalkan.
Mengenai nasib ternak kreditan para warga, Presiden Yudhoyono mengatakan pemerintah akan membeli sapi-sapi itu dengan harga pantas.
“Ada yang membeli (sapi-sapi) itu tetapi dengan harga sangat murah, ini tidak baik jangan sampai masyarakat yang sedang kena musibah mengalami kerugian. Oleh karena itu pemerintah dengan anggaran yang kita miliki kita putuskan untuk membeli sapi-sapi itu. Ini tugas Menko Kesra dan Gubernur DIY dan Jawa Tengah, untuk menyelesaikan ini dan hal-hal lain.”
Korban Meninggal Terus Bertambah
Sementara itu, jumlah korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi yang hingga kini berada di instalasi Forensik Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta bertambah menjadi 122 orang, sedangkan luka bakar berat tercatat 66 orang, dan puluhan lainnya belum diketahui nasibnya. Lebih banyak lagi korban tewas akibat menghirup awan panas dan terkena aliran lahar panas yang menuruni aliran sungai Gendol. Bandara Adisucipto Yogyakarta hari Jumat telah dinyatakan ditutup untuk semua penerbangan.
Sejak Jumat dinihari, tim Identifikasi Korban Bencana Polisi Daerah Yogyakarta atau DVI melakukan identifikasi para korban tewas. Dokter Sardja dari Tim Identifikasi Korban Bencana menyebutkan, tim masih bekerja keras untuk melakukan identifikasi karena kondisi korban sulit dikenali karena hangus. Sedangkan Tim SAR masih menyisir kawasan ditemukannya banyak korban tewas di sepanjang aliran sungai Gendol utamanya di wilayah kecamatan Cangkringan yang pada Jumat dinihari dilanda lahar panas dengan temperature mencapai 400 derajad Celsius.
Dokter Sardja mengatakan,”Jumlah korban yg tewas sampai pukul 11 siang ini 122 orang, proses identifikasi di kamar jenazah otpsi sedang dilaksanakan, untuk pengambilan ciri-ciri fisik dari anggota keluarga yang kita kenal dengan tempat pengaduan orang hilang juga dilakukan. Dan kami akan turun ke lapangan untuk menggali ciri-ciri fisik korban karena jumlah korban sangat banyak hari ini”.
Heru Triono Nugroho, juru bicara rumah sakit Sardjito Yogyakarta mengimbau warga yang kehilangan anggota keluarganya untuk datang ke rumah sakit guna membantu proses idenfikasi jenasah.
Selain korban tewas, Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta juga merawat 66 korban yang mengalami luka bakar serius. Heru mengatakan, untuk merawat korban luka bakar tersebut rumah sakit Sardjito sangat kekurangan alat ventilator untuk membantu pernafasan pasien.
Heru mengatakan, “Yang dirawat 66, kondisinya luka bakar yang tadi malam anda ketahui, kita sngat kesulitan dengan ventilator karena semua luka bakar ini mengalami trauma inhalasi, artinya saluranpernafasannya terbakar tidak bisa bernafas spontan tanpa alat bantu yang disebut ventilator. Itu kita sudah lapor ke depkes, minta bantuan rumah sakit terdekat demi untuk 66 pasien ini yang 75 persen-nya luka bakar serius ini bisa survived”.
Sementara, Hariyanto, 38 tahun warga asal dusun Karanglo, Desa Argomulyo yang sebagian besar warganya tewas akibat aliran lahar panas, mengaku masih mencari lebih dari 10 anggota keluarganya yang belum diketahui nasibnya. Menurut Haryanto, banjir lahar panas terjadi tengah malam ketika sebagian besar warga sedang tidur, dan sebagian lainnya melakukan ronda untuk menjaga keamanan warga maupun sejumlah ternak yang akan dipakai kurban pekan depan. Mereka yang tidak bisa menyelamatkan diri tewas ditempat.
“Di sekitar situ itu kan untuk pengungsian, jadi kan dikira sudah aman karena disitu lebih dari 15 kilometer, titik aman kan 15 kilo itu sudah lebih dari 15 kilo kan ndak disuruh mengungsi, Cuma disuruh waspada kalau ada banjir lahar dingin, tapi kenyataannya malah banjir lahar panas”.
Akibat letusan Merapi yang menyebabkan seluruh kota Yogyakarta dan sekitarnya tertutup abu vulkanik tebal, otoritas bandara Adisucipto Yogyakarta menutup bandara dari seluruh penerbangan dari dan menuju Yogyakarta untuk hari Jumat, seperti disampaikan Agus Adriyanto, General Manager bandara Adisucipto.
Agus mengatakan, “Pada hari Jumat ini tanggal 5 November 2010, aktifitas penerbangan di bandara Adisucipto untuk sementara ditutup. Akibat debu vulkanik yang melanda kota Yogyakarta. Penutupan ini awalnya kami mulai jam 6 sampai dengan jam 9 pagi, namun kami melihat perbembangannya semakin buruk sehingga kami putuskan kami tutup pada hari ini”.
Bantuan kepada Pengungsi
Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa, Ahmad Zuwaini, mengatakan kepada VOA, Jumat sore, bantuan tunai sudah disalurkan ke lokasi-lokasi pengungsian. Dompet Dhuafa juga mengirimkan tenaga medis dan pemulihan trauma.
“Kami sudah mengirimkan 10 orang tim medis, juga mengirimkan lima orang bantuan piskologi. Memang lebih banyak yang trauma psikis, tetapi yang menderita luka fisik tetap diduhulukan. Yang memerlukan bantuan psikis (kejiwaan) biasanya anak-anak, perempuan, dan kaum lanjut usia.”
Dompet Dhuafa adalah organisasi yang bergerak di bidang kemanusiaan. Ahmad Zuwaini menambahkan, trauma para korban bencana tidak lekas pulih setelah bencana usai. Oleh karena itu, tim medis dan psikolog akan berada di lokasi selama 3-6 bulan.