Tautan-tautan Akses

Sidang Berakhir, Pendiri WikiLeaks Menanti Putusan soal Ekstradisi ke AS


Seorang pendukung pendiri WikiLeaks Julian Assange melakukan protes di luar pengadilan tinggi, pada hari Assange mengajukan banding terhadap ekstradisinya ke Amerika Serikat, di London, Inggris, 21 Februari 2024. (REUTERS/Toby Melville)
Seorang pendukung pendiri WikiLeaks Julian Assange melakukan protes di luar pengadilan tinggi, pada hari Assange mengajukan banding terhadap ekstradisinya ke Amerika Serikat, di London, Inggris, 21 Februari 2024. (REUTERS/Toby Melville)

Julian Assange, pendiri situs pembocor rahasia WikiLeaks, minggu ini mengajukan upaya hukum terakhir untuk mencegah ekstradisinya dari Inggris ke Amerika Serikat. Ia dituduh atas kasus spionase terkait penerbitan ribuan kawat diplomatik dan dokumen rahasia militer curian milik AS.

Para pendukung Julian Assange berunjuk rasa di luar Mahkamah Agung Inggris saat pendiri WikiLeaks itu berusaha untuk membatalkan ekstradisinya ke AS atas tuduhan spionase. Assange sendiri tidak hadir di persidangan karena sakit.

Pada sidang selama dua hari yang berakhir pada Rabu (21/2) itu, tim kuasa hukum Assange berargumen bahwa saat mempublikasikan dokumen-dokumen AS, ia hanya melaksanakan tugasnya sebagai seorang jurnalis.

Simon Crowther, penasihat hukum untuk organisasi Amnesty International, mengatakan, “Ketika isu-isu yang dibahas terutama mencakup kejahatan perang, kejahatan HAM, dan dugaan adanya hukuman mati di luar hukum—semuanya adalah perkara serius yang menyangkut kepentingan publik yang signifikan. Oleh karena itu, (kuasa hukum Assange) mengatakan bahwa isu ini tidak termasuk ke dalam perjanjian ekstradisi antara AS dan Inggris. Argumen kedua yang mereka sampaikan, yang merupakan pengembangan dari argumen pertama, adalah bahwa (penerbitan dokumen) itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi,” urainya.

Assange menghadapi 18 dakwaan federal AS terkait tuduhan peretasan dan pencurian dokumen rahasia. “AS menilai pembeberan dokumen oleh Julian Assange membahayakan keamanan nasional AS dan juga sejumlah informan mereka,” lanjut Crowther.

Stella Assange, istri Julian Assange, memulai unjuk rasa ke Downing Street bersama para pengunjuk rasa lainnya di akhir sidang dua hari di Pengadilan Kerajaan di London, Rabu, 21 Februari 2024.(AP/Kin Cheung)
Stella Assange, istri Julian Assange, memulai unjuk rasa ke Downing Street bersama para pengunjuk rasa lainnya di akhir sidang dua hari di Pengadilan Kerajaan di London, Rabu, 21 Februari 2024.(AP/Kin Cheung)

Tim pengacara pemerintah AS mendesak Mahkamah Agung Inggris untuk menolak argumen Assange dengan berbagai alasan.

Pengacara Clair Dobbin mengatakan bahwa Assange “meminta” dokumen-dokumen rahasia AS dan pada akhirnya mempublikasikannya “secara sembarangan” tanpa disunting. Ia juga menyebut bahwa tindakan Assange “belum pernah terjadi sebelumnya” dan tidak mencerminkan jurnalisme.

“Bukti-bukti menunjukkan bahwa sejak pemohon banding (Assange) merilis WikiLeaks, dia berupaya merekrut individu yang memiliki akses ke informasi rahasia,” tambah Dobbin. “Dia bekerja sama dengan para peretas.”

Salah satu anggota kuasa hukum Assange, Mark Summers, mengecam pernyataan Dobbin karena tidak menyinggung bahwa Assange mengungkap “kejahatan tingkat negara”.

“Kami tidak mendapat jawaban sama sekali,” tegasnya, dan menambahkan bahwa penerbitan dokumen itu adalah “tindakan yang dilindungi” hukum Inggris.

Sidang Berakhir, Pendiri WikiLeaks Menanti Putusan soal Ekstradisi ke AS
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:30 0:00

Pada tahun 2010, WikiLeaks menerbitkan sejumlah kawat diplomatik curian yang terkait dengan perang di Afghanistan dan Irak, yang menurut Assange mengungkap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak militer AS. Pihak berwenang AS mengatakan bahwa Assange ikut membeberkan identitas para informan, sehingga membahayakan nyawa mereka.

Assange pertama kali ditangkap di Inggris pada 2010 atas tuduhan berbeda, yaitu kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual di Swedia. Ia dibebaskan dengan jaminan dan kemudian mencari suaka politik ke Kedutaan Besar Ekuador di London, di mana ia tinggal di sana selama tujuh tahun. Pada 2019, Assange diusir dari kedutaan itu dan dipenjara karena melanggar syarat jaminan.

Pemerintah Inggris menandatangani perintah ekstradisi Assange ke AS pada Juni 2022, setelah upaya hukum yang ditempuhnya gagal.

Istri Assange, Stella, telah berulang kali mengklaim bahwa nyawa pria berusia 52 tahun itu dalam bahaya. “Ini adalah penyerangan terhadap semua jurnalis, di seluruh dunia. Ini adalah penyerangan terhadap fakta dan hak publik untuk memperoleh informasi. Julian adalah seorang tahanan politik dan nyawanya terancam,” serunya.

Unjuk rasa untuk menyerukan kebebasan Assange telah berlangsung di berbagai kota di dunia.

Parlemen Australia minggu lalu mendesak agar Assange diizinkan kembali ke negara asalnya.

“Kami akan menangguhkan keputusan kami,” kata hakim senior Victoria Sharp saat persidangan hari terakhir. Belum jelas kapan ia dan hakim Jeremy Johnson akan membacakan keputusan mereka, namun pembacaan itu diperkirakan akan dilakukan beberapa hari atau beberapa minggu ke depan. Jika para hakim memberi putusan yang memihak Assange, ia dapat mengajukan banding atas ekstradisinya.

Jika upaya hukumnya gagal, kasus ini dapat dilimpahkan ke Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa. Namun, Inggris bisa saja mengekstradisi Assange sebelum para hakim Mahkamah Eropa memberi putusan atas kasus ini. [br/jm]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG