Para pemimpin Muslim Australia menyusun daftar serangan-serangan yang bermotif rasial atau keagamaan dan mengatakan hingga sekarang telah terjadi puluhan serangan seperti itu, terutama terhadap perempuan yang mengenakan hijab.
Organisasi-organisasi Islam di Australia mengatakan, paling sedikit terjadi 30 serangan terhadap warga Muslim, sejak dilakukan razzia kontra teroris di Sydney dan Brisbane. Ancaman-ancaman terhadap Australia yang dilakukan oleh kelompok radikal ISIS juga telah mendorong sentimen anti-islam.
Mariam Veiszadeh, seorang pengacara dan jurubicara masyarakat Islam yang menyusun daftar serangan itu, mengatakan tindak kekerasan dilaporkan terjadi di seluruh negara.
“Dalam satu peristiwa, seorang Ibu di Sydney Barat dan bayinya diludahi, dan kereta bayinya ditendang. Dalam kasus lain, seorang laki-laki di Perth berusaha menarik kerudung (jilbab) di kepala seorang perempuan. Beberapa masjid di Australia telah diancam, dilempari telur busuk, dirusak, dan dipasangi Salib yang dihias dengan kepala babi,” papar Mariam.
Jumlah terbanyak serangan dan intimidasi yang dilaporkan terjadi di negara bagian Queensland, di mana masjid-masjid diancam dan ancaman pembunuhan ditujukan pada para pemimpin Islam setempat.
Statistik kepolisian yang pasti mengenai serangan tidak bisa diperoleh, meskipun polisi di New South Wales mengatakan sedang berusaha meredakan ketegangan dengan komunitas Islam sejak razzia anti teroris bulan lalu di Sydney.
Satu kelompok kecil sayap kanan berusaha melarang islam di Australia.
Meskipun sebagian besar pemimpin politik Australia mendesak adanya sikap menahan diri dan menghormati penduduk yang berbeda agama, ada kelompok-kelompok yang dituduh menimbulkan ketegangan antara kelompok-kelompok muslim dengan masyarakat Australia pada umumnya.
Pesawat-pesawat tempur Australia telah bergabung dalam serangan yang dipimpin Amerika terhadap ISIS di Irak, dan didorong oleh keprihatinan mengenai bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh para pelaku jihad Australia yang pulang dari konflik di Timur Tengah, pemerintah Australia baru-baru ini menaikkan tingkat ancaman teror di dalam negeri dari tingkat menengah menjadi tinggi. Undang-undang baru anti teroris juga akan memberi pihak berwenang kekuasaan yang lebih besar untuk menahan para tersangka dan menyita paspor.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengatakan, undang-undang itu tidak akan mempengaruhi warga Muslim yang mematuhi undang-undang. Dia juga merencanakan peraturan baru yang menyatakan bahwa melakukan aksi teroris di Australia merupakan kejahatan, dan menyebut nama kelompok radikal Hizbut Tahrir.
“Tidak diragukan lagi mereka adalah organisasi yang berkampanye melawan nilai-nilai Australia, dan melawan kepentingan Australia. Mereka adalah organisasi yang sama sekali tidak bisa diterima,” kata Abbott.
Orang-orang Muslim moderat di Australia secara umum mengutuk ISIS, tetapi para pemimpin masyarakat mengatakan tingkat gangguan dan intimidasi terhadap warga muslim meningkat seperti yang terjadi setelah serangan 11 September di New York dan Washington, dan setelah serangan bom di Bali, setahun kemudian di mana 88 orang warga Australia tewas.