Pemungutan suara dalam pemilu parlemen mendadak di Azerbaijan ditutup pada Minggu (1/9) malam. Pemungutan suara tersebut merupakan pemilu pertama sejak negara itu mendapatkan kembali kendali penuh atas wilayah yang sebelumnya memisahkan diri dalam sebuah serangan kilat yang terjadi pada tahun lalu.
Sejumlah pemilu sebelumnya yang digelar sejak negara tersebut merdeka dari Uni Soviet pada tahun 1990-an dianggap tidak berjalan bebas atau adil sepenuhnya, dan pemungutan suara untuk parlemen Milli Mejlis diperkirakan tidak akan membawa perubahan signifikan pada lembaga yang didominasi oleh Partai Azerbaijan Baru pimpinan Presiden Ilham Aliyev itu.
Ayah Aliyev, Haidar, memerintah Azerbaijan dari tahun 1993 hingga ia meninggal pada tahun 2003. Ilham kemudian mengambil alih kekuasaan. Keduanya memerintah dengan tangan besi, menekan perbedaan pendapat saat negara berpenduduk hampir 10 juta orang yang terletak di tepi Laut Kaspia ini menikmati kekayaan yang terus bertambah dari cadangan minyak dan gas alamnya yang besar.
Partai yang berkuasa meraih 69 dari 125 kursi di parlemen, dan sebagian besar sisanya dimiliki oleh partai-partai kecil pro-pemerintah atau partai-partai independen. Partai Musavat, formasi oposisi utama, mengajukan 34 kandidat pemilu tetapi hanya 25 yang terdaftar. Partai oposisi Alternatif Republik mengajukan 12 kandidat.
Berdasarkan konstitusi, pemilu seharusnya diadakan pada bulan November mendatang, namun Aliyev memajukan tanggal dua bulan lebih dulu untuk menghindari bentrokan dengan KTT perundingan iklim PBB, yang dikenal sebagai COP29, yang akan berlangsung di ibu kota, Baku.
Pemilu kali ini berlangsung kurang dari setahun setelah pasukan Azerbaijan merebut kembali wilayah Karabakh dalam sebuah operasi militer. Sejak tahun 1994, wilayah itu berada di bawah kendali pasukan etnis Armenia yang didukung oleh Armenia. Pasukan Azerbaijan mengusir keluarga pemerintahan yang dideklarasikan sendiri. Sebagian besar dari 120.000 penduduk Armenia di wilayah itu telah melarikan diri.
Komisi Pemilihan Umum Azerbaijan mengatakan 50 organisasi menjadi pengamat pelaksanaan pemilu. Kontingen pengamat terbesar, dari Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa (OSCE) dijadwalkan akan mempresentasikan penilaian awal mereka pada Senin (2/9). [em/ka]
Forum