JAKARTA —
Harga gula putih mencapai rekor tertinggi tahun lalu dan kenaikan lebih jauh diperkirakan terjadi tahun ini, meski pasar dunia dilimpahi pemanis tersebut. Sebab utamanya, menurut para kritikus, adalah sekelompok kecil pedagang yang dikenal di industri sebagai samurai gula.
Tidak ada bukti bahwa para samurai itu melakukan sesuatu yang ilegal, namun mereka membeli sebagian besar tebu melalui sistem lelang yang menguntungkan pihak mereka, menurut para kritikus yang termasuk pejabat industri, penasihat pemerintah dan pedagang lainnya. Beberapa yang diduga merupakan perusahaan samurai menyangkal lelang-lelang tersebut tidak adil.
Sistem tersebut, yang pembentukannya dibantu oleh beberapa samurai, memberi mereka hak untuk membeli gula dengan mengorbankan pedagang lain pada kondisi tertentu. Samurai itu juga mengelola sebagian besar jaringan distribusi dan ritel, memberikan mereka penguasaan hampir total terhadap pasar dan harga eceran gula, ujar para kritikus.
Hal tersebut membuat perusahaan komoditas asing atau pemain lokal lainnya mustahil memasuki pasar gula terbesar di Asia Tenggara ini, menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Tiga perusahaan komoditas asing mengatakan pada kantor berita Reuters bahwa sistem seperti itu membuat pasar tidak menarik meski mereka ingin berdagang gula putih.
“Mengapa mengatur harga dan menaikkan harga sangat tinggi itu mungkin, karena kita tidak memiliki pesaing-pesaing lain,” ujar Hermanto Siregar, ekonom pertanian dan penasihat ekonomi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Selain itu, harga gula tinggi di Indonesia karena pemerintah menetapkan harga dasar pada lelang untuk menjamin para petani tidak beralih menanam komoditas yang lain. Banyak pedagang mengeluhkan harga itu terlalu tinggi.
Namun dominasi para samurai menjadi terlihat lebih jelas begitu konsumsi gula meningkat, ujar para kritikus.
“Mereka sangat berkuasa,” ujar Nawir Messi, ketua KPPU.
Para pedagang lain menyebut jumlah perusahaan samurai mencapai sekitar sembilan. Mereka mengepalai perusahaan-perusahaan perdagangan gula non-publik milik keluarga yang telah melakukan bisnis gula berpuluh tahun lamanya.
Perusahaan-perusahaan ini hampir tidak dikenal di luar industri gula di Indonesia.
Lima dari perusahaan-perusahaan tersebut menyangkal memiliki kekuasaan di pasar. Beberapa mengatakan bahwa istilah samurai gula sendiri tidak ada.
“Tidak ada yang menyudutkan pasar gula domestik,” ujar Ridwan Tandiawan, pemilik dan CEO perusahaan gula UD Benteng Baru. "Semuanya transparan, harga gula ditentukan oleh lelang yang adil.”
Pieko Njotosetiadi dari PT Fajar Mulia Transindo menyuarakan hal serupa. "Setiap orang dapat ambil bagian dalam lelang,” ujarnya.
Samurai terlibat dalam pasar gula putih, atau gula yang sudah diproses, yang ditujukan untuk rumah tangga dan perusahaan skala kecil. Indonesia juga merupakan importir gula mentah terbesar di dunia, untuk memasok tempat penyulingan dan industri skala besar seperti pembuat makanan dan minuman.
Orang Indonesia mengkonsumsi lebih banyak gula dibandingkan orang Asia pada umumnya, yaitu 22,9 kilogram per orang tahun lalu, dibandingkan rata-rata 17 kilogram di Asia, menurut Organisasi Gula Internasional.
Gula juga lebih mahal di Indonesia, hampir 60 persen lebih tinggi dibanding Thailand, misalnya, yang juga merupakan produsen gula. Sementara itu, persediaan gula global diperkirakan naik tahun ini ke level tertinggi dalam lima tahun.
Perlakuan Berbeda dalam Lelang
Samurai mulai mendominasi pasar gula putih setelah krisis keuangan Asia 1998, saat Presiden Soeharto lengser dan Dana Moneter Internasional memaksakan serangkaian kebijakan reformasi pertanian sebagai imbal balik pinjaman.
Ketika Badan Urusan Logistik (Bulog) mulai melepaskan persediaan gulanya, samurai memborongnya, ujar dua pedagang yang terlibat dalam bisnis ini pada saat itu. Tak lama sesudahnya, samurai membantu membentuk sistem lelang untuk gula yang dipanen.
Lelang biasanya dilakukan selama musim panen Mei-Desember ketika impor gula dilarang. Gula diproses di 62 penggilingan yang dimiliki negara.
Sebagian besar gula ini kemudian dilelang di tempat-tempat yang dikelola para penggilingan ini, dalam jumlah sedikit. Hal itu menguntungkan bagi para samurai, namun tidak untuk perusahaan-perusahaan besar yang lebih suka membeli sejumlah besar komoditas karena lebih ekonomis dan supaya biaya transaksi turun, ujar pedagang lain.
Samurai kemudian mendapat keuntungan melalui pengaturan yang sudah berlangsung satu dekade, dimana mereka telah meminjamkan uang kepada petani untuk menanam kembali. Beberapa petani membayar bunga sementara yang lainnya berbagi keuntungan. Namun di bawah kedua skema tersebut, samurai mendapatkan hak lelang yang lebih.
Sebagai contoh, samurai berhak membeli sampai 50 persen dari pemenangan lelang manapun, dengan harga yang sama, untuk tanaman yang mereka biayai, ujar Soemitro Samadikoen, ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).
Kementerian Perdagangan menutup mata terhadap praktik tersebut karena hal itu menjamin tebu terus mengalir ke tempat-tempat penggilingan yang tidak efisien milik negara sehingga melindungi lapangan pekerjaan, ujar para kritikus.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, seorang tokoh kunci dalam perancangan kebijakan gula, menolak memberi komentar untuk isu ini. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, dalam komentar singkat kepada kantor berita Reuters mengatakan bahwa sekelompok perusahaan gula kelihatannya mengontrol persediaan gula putih, dan menambahkan bahwa ia akan melihat isu tersebut untuk menstabilkan harga. Ia tidak menyebut nama perusahaan.
Tidak ada data yang terpusat mengenai berapa banyak gula yang dibeli pada setiap lelang. Namun para pedagang lain menyebutkan bahwa para samurai menguasai mayoritas besar hasil pelelangan.
Di atas itu semua, para samurai telah memperketat kontol untuk saluran-saluran ritel dan pengiriman melalui layanan transportasi, gudang dan agen mereka selama bertahun-tahun, ujar sumber di industri.
Seorang pedagang non-samurai akan mendapat kesulitan mencari jatah lelang ke pasar, ujar Nawir dari KPPU.
"Bahkan jika Anda pedagang internasional, Anda tidak dapat berurusan dengan sistem ini. Sebelum Anda mulai, Anda sudah mati,” ujarnya.
KPPU menyelidiki perdagangan gula domestik pada 2005/2006. Komisi ini merekomendasikan pemerintah meminjamkan uang untuk petani, agar mereka tidak usah meminjam dari pedagang dan menimbulkan konflik kepentingan. KPPU juga menyebutkan lebih banyak pedagang seharusnya bisa memasuki pasar.
Sebuah analisis pada 2010 dari komisi tersebut menyimpulkan bahwa sekelompok kecil perusahaan mengontrol pasar gula putih. KPPU merekomendasikan pemerintah membuat peta jalan (roadmap) untuk industri untuk mendukung terciptanya industri yang kompetitif.
Harga gula yang tinggi telah menyebabkan inflasi pangan dan hal ini merupakan contoh lain kegagalan Presiden Yudhoyono dalam sektor komoditas, menurut para analis dan pemain di industri. Presiden baru-baru ini menegur para menterinya karena kurang bekerja keras dalam menekan harga bahan pangan yang melonjak. (Reuters/Michael Taylor dan Yayat Supriatna)
Tidak ada bukti bahwa para samurai itu melakukan sesuatu yang ilegal, namun mereka membeli sebagian besar tebu melalui sistem lelang yang menguntungkan pihak mereka, menurut para kritikus yang termasuk pejabat industri, penasihat pemerintah dan pedagang lainnya. Beberapa yang diduga merupakan perusahaan samurai menyangkal lelang-lelang tersebut tidak adil.
Sistem tersebut, yang pembentukannya dibantu oleh beberapa samurai, memberi mereka hak untuk membeli gula dengan mengorbankan pedagang lain pada kondisi tertentu. Samurai itu juga mengelola sebagian besar jaringan distribusi dan ritel, memberikan mereka penguasaan hampir total terhadap pasar dan harga eceran gula, ujar para kritikus.
Hal tersebut membuat perusahaan komoditas asing atau pemain lokal lainnya mustahil memasuki pasar gula terbesar di Asia Tenggara ini, menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Tiga perusahaan komoditas asing mengatakan pada kantor berita Reuters bahwa sistem seperti itu membuat pasar tidak menarik meski mereka ingin berdagang gula putih.
“Mengapa mengatur harga dan menaikkan harga sangat tinggi itu mungkin, karena kita tidak memiliki pesaing-pesaing lain,” ujar Hermanto Siregar, ekonom pertanian dan penasihat ekonomi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Selain itu, harga gula tinggi di Indonesia karena pemerintah menetapkan harga dasar pada lelang untuk menjamin para petani tidak beralih menanam komoditas yang lain. Banyak pedagang mengeluhkan harga itu terlalu tinggi.
Namun dominasi para samurai menjadi terlihat lebih jelas begitu konsumsi gula meningkat, ujar para kritikus.
“Mereka sangat berkuasa,” ujar Nawir Messi, ketua KPPU.
Para pedagang lain menyebut jumlah perusahaan samurai mencapai sekitar sembilan. Mereka mengepalai perusahaan-perusahaan perdagangan gula non-publik milik keluarga yang telah melakukan bisnis gula berpuluh tahun lamanya.
Perusahaan-perusahaan ini hampir tidak dikenal di luar industri gula di Indonesia.
Lima dari perusahaan-perusahaan tersebut menyangkal memiliki kekuasaan di pasar. Beberapa mengatakan bahwa istilah samurai gula sendiri tidak ada.
“Tidak ada yang menyudutkan pasar gula domestik,” ujar Ridwan Tandiawan, pemilik dan CEO perusahaan gula UD Benteng Baru. "Semuanya transparan, harga gula ditentukan oleh lelang yang adil.”
Pieko Njotosetiadi dari PT Fajar Mulia Transindo menyuarakan hal serupa. "Setiap orang dapat ambil bagian dalam lelang,” ujarnya.
Samurai terlibat dalam pasar gula putih, atau gula yang sudah diproses, yang ditujukan untuk rumah tangga dan perusahaan skala kecil. Indonesia juga merupakan importir gula mentah terbesar di dunia, untuk memasok tempat penyulingan dan industri skala besar seperti pembuat makanan dan minuman.
Orang Indonesia mengkonsumsi lebih banyak gula dibandingkan orang Asia pada umumnya, yaitu 22,9 kilogram per orang tahun lalu, dibandingkan rata-rata 17 kilogram di Asia, menurut Organisasi Gula Internasional.
Gula juga lebih mahal di Indonesia, hampir 60 persen lebih tinggi dibanding Thailand, misalnya, yang juga merupakan produsen gula. Sementara itu, persediaan gula global diperkirakan naik tahun ini ke level tertinggi dalam lima tahun.
Perlakuan Berbeda dalam Lelang
Samurai mulai mendominasi pasar gula putih setelah krisis keuangan Asia 1998, saat Presiden Soeharto lengser dan Dana Moneter Internasional memaksakan serangkaian kebijakan reformasi pertanian sebagai imbal balik pinjaman.
Ketika Badan Urusan Logistik (Bulog) mulai melepaskan persediaan gulanya, samurai memborongnya, ujar dua pedagang yang terlibat dalam bisnis ini pada saat itu. Tak lama sesudahnya, samurai membantu membentuk sistem lelang untuk gula yang dipanen.
Lelang biasanya dilakukan selama musim panen Mei-Desember ketika impor gula dilarang. Gula diproses di 62 penggilingan yang dimiliki negara.
Sebagian besar gula ini kemudian dilelang di tempat-tempat yang dikelola para penggilingan ini, dalam jumlah sedikit. Hal itu menguntungkan bagi para samurai, namun tidak untuk perusahaan-perusahaan besar yang lebih suka membeli sejumlah besar komoditas karena lebih ekonomis dan supaya biaya transaksi turun, ujar pedagang lain.
Samurai kemudian mendapat keuntungan melalui pengaturan yang sudah berlangsung satu dekade, dimana mereka telah meminjamkan uang kepada petani untuk menanam kembali. Beberapa petani membayar bunga sementara yang lainnya berbagi keuntungan. Namun di bawah kedua skema tersebut, samurai mendapatkan hak lelang yang lebih.
Sebagai contoh, samurai berhak membeli sampai 50 persen dari pemenangan lelang manapun, dengan harga yang sama, untuk tanaman yang mereka biayai, ujar Soemitro Samadikoen, ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).
Kementerian Perdagangan menutup mata terhadap praktik tersebut karena hal itu menjamin tebu terus mengalir ke tempat-tempat penggilingan yang tidak efisien milik negara sehingga melindungi lapangan pekerjaan, ujar para kritikus.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, seorang tokoh kunci dalam perancangan kebijakan gula, menolak memberi komentar untuk isu ini. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, dalam komentar singkat kepada kantor berita Reuters mengatakan bahwa sekelompok perusahaan gula kelihatannya mengontrol persediaan gula putih, dan menambahkan bahwa ia akan melihat isu tersebut untuk menstabilkan harga. Ia tidak menyebut nama perusahaan.
Tidak ada data yang terpusat mengenai berapa banyak gula yang dibeli pada setiap lelang. Namun para pedagang lain menyebutkan bahwa para samurai menguasai mayoritas besar hasil pelelangan.
Di atas itu semua, para samurai telah memperketat kontol untuk saluran-saluran ritel dan pengiriman melalui layanan transportasi, gudang dan agen mereka selama bertahun-tahun, ujar sumber di industri.
Seorang pedagang non-samurai akan mendapat kesulitan mencari jatah lelang ke pasar, ujar Nawir dari KPPU.
"Bahkan jika Anda pedagang internasional, Anda tidak dapat berurusan dengan sistem ini. Sebelum Anda mulai, Anda sudah mati,” ujarnya.
KPPU menyelidiki perdagangan gula domestik pada 2005/2006. Komisi ini merekomendasikan pemerintah meminjamkan uang untuk petani, agar mereka tidak usah meminjam dari pedagang dan menimbulkan konflik kepentingan. KPPU juga menyebutkan lebih banyak pedagang seharusnya bisa memasuki pasar.
Sebuah analisis pada 2010 dari komisi tersebut menyimpulkan bahwa sekelompok kecil perusahaan mengontrol pasar gula putih. KPPU merekomendasikan pemerintah membuat peta jalan (roadmap) untuk industri untuk mendukung terciptanya industri yang kompetitif.
Harga gula yang tinggi telah menyebabkan inflasi pangan dan hal ini merupakan contoh lain kegagalan Presiden Yudhoyono dalam sektor komoditas, menurut para analis dan pemain di industri. Presiden baru-baru ini menegur para menterinya karena kurang bekerja keras dalam menekan harga bahan pangan yang melonjak. (Reuters/Michael Taylor dan Yayat Supriatna)