Bursa saham melemah pada perdagangan Senin (13/11) karena investor ingin melihat apakah para politisi Partai Republik mampu menuntaskan kesepakatan mengenai rancangan undang-undang reformasi pajak dengan cepat.
Bursa saham acuan Tokyo, Nikkei, melemah 0.9 persen dan ikut menyeret indeks saham Asia-Pasifik, MSCI, turun sebanyak 0.5 persen.
Indeks S&P 500 mengakhiri penguatan selama delapan minggu berturut-turut pada penutupan perdagangan di Wall Street pada Jumat (10/11), dipicu aksi jual para investor yang ingin mengambil keuntungan, setelah Partai Republik di Senat membeberkan rencana perpajakan baru yang berbeda dengan versi yang diajukan DPR.
Hampir tidak ada tanda-tanda akan ada kompromi. Ketua Komite Pajak DPR menentang usulan dari Senat Partai Republik untuk menaikkan pajak bagi sebagian kelompok kelas menengah Amerika.
“Semua mata memandang apa yang akan dilakukan Senat dan DPR dengan rancangan undan-undang pajak yang mereka ajukan,” kata Nobuhiko Kuramochi, kepala strategis dari perusahaan sekuritas, Mizuho Securities. “ "Bahwa ada perdebatan, itu sudah tidak mengejutkan sama sekali. Namun tetap saja, ini masa yang berat," kata dia.
Harga minyak masih menguat ditopang oleh kekhawatiran mengenai situasi politik di Arab Saudi yang tidak stabil.
Kontrak berjangka minyak Brent diperdagangkan stabil pada 63.50 dolar per barel pada Senin dan tidak berubah banyak dari 63.65 dolar per barel, level tertinggi selama dua tahun yang dicapai minggu lalu. Kontrak berjangka minyak Amerika juga tidak bergerak di kisaran 56.75 dolar per barel.
Para pedagang juga terus memantau Venezuela pada saat negara anggota OPEC yang dililit kesulitan keuangan itu akan mengadakan pertemuan dengan investor yang sudah ditunggu-tunggu, untuk membahas negosiasi ulang utang luar negeri senilai 60 miliar dolar pada hari ini, Senin.
“Secara fundamental masih ada risiko gagal bayar dan bila dia (Venezuela) kehabisan uang, operasi industri minyaknya akan terhenti. Bila itu terjadi, akan ada dampaknya pada harga minyak karena jumlah produksinya yang cukup besar,” kata Tatsufumi Okoshi, ekonom komoditi senior dari Nomura Securities. [fw/au]