Ebrahim Raisi dijadwalkan dilantik sebagai presiden baru Iran, Kamis (5/8). Tokoh ultrakonservatif ini meraih kemenangan telak dalam pemilu Juni lalu, dalam pemberian suara dengan keikutsertaan pemilih yang sedikit. Sejumlah kandidat terkemuka didiskualifikasi dari pencalonan.
Raisi menjabat pada masa ketika Iran menghadapi tantangan-tantangan ekonomi besar, termasuk dampak sanksi-sanksi AS.
Dalam pidatonya hari Selasa (3/5), Raisi mengatakan ia akan berupaya “mencabut sanksi-sanksi tirani yang diberlakukan Amerika,” dan tidak akan mengaitkan ekonomi negara itu “dengan keinginan pihak-pihak asing.”
AS memberlakukan sanksi-sanksi baru mulai 2018, sementara negara itu mundur dari perjanjian internasional untuk membatasi program nuklir Iran sebagai imbalan pelonggaran sanksi-sanksi.
Kedua pihak telah mengadakan pembicaraan tidak langsung mengenai kembalinya Iran pada komitmennya dengan perjanjian baru.
Iran juga terpukul keras oleh pandemi COVID-19, dan melaporkan rekor jumlah kasus baru pekan ini.
Raisi diangkat sebagai kepala kehakiman Iran pada tahun 2019. Pada November tahun itu, AS mengenakan sanksi-sanksi terhadap Raisi karena keterlibatannya dalam eksekusi ribuan tahanan politik pada tahun 1988. [uh/ab]