Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Jumat (24/5) bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy tidak memiliki legitimasi setelah berakhirnya masa jabatan lima tahunnya. Hal tersebut dapat menjadi hambatan hukum jika Rusia dan Ukraina ingin mengadakan pembicaraan damai.
Ukraina berada di bawah hukum militer selama tiga tahun sejak invasi penuh skala Rusia sehingga menyulitkan negara itu untuk menggelar pemilu. Masa jabatan Zelenskyy akan berakhir minggu ini, tetapi belum ada jadwal resmi untuk pemilihan kembali. Keputusan ini didukung oleh Zelenskyy dan sekutunya, yang menganggapnya sebagai langkah yang tepat untuk saat ini.
Putin bersedia untuk mengakhiri konflik di Ukraina melalui perundingan untuk gencatan senjata yang mengakui garis depan saat ini, demikian laporan Reuters yang mengutip empat sumber Rusia pada Jumat. Namun, dia tetap siap untuk melanjutkan pertempuran jika Kyiv dan negara-negara Barat tidak merespons tawarannya.
Pada konferensi pers yang disiarkan televisi saat berkunjung ke Belarus, Putin mengatakan status Zelenskyy bermasalah.
"Tapi dengan siapa untuk bernegosiasi? Itu bukan pertanyaan pepesan kosong... Tentu saja kami menyadari bahwa legitimasi kepala negara yang sekarang sudah berakhir," katanya.
Para pejabat Ukraina menampik anggapan bahwa Zelenskyy tidak mempunyai legitimasi di masa perang.
Ruslan Stefanchuk, ketua parlemen Ukraina, mengatakan pekan ini bahwa siapa pun yang mempertanyakan legitimasi presiden adalah “musuh Ukraina” yang menyebarkan informasi palsu.
Putin menyatakan bahwa negara-negara Barat berencana untuk menggunakan konferensi perang di Swiss yang akan diadakan bulan depan sebagai platform untuk mendukung legitimasi Zelenskiy. Namun, menurutnya, langkah tersebut hanya akan menjadi "upaya publisitas" yang tidak memiliki implikasi hukum yang signifikan.
Dia menyatakan bahwa perdamaian harus dicapai melalui pendekatan akal sehat, bukan dengan memberikan ultimatum. Ini harus didasarkan pada dokumen rancangan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak pada tahap awal konflik, serta mempertimbangkan "realitas lapangan" — mengacu pada fakta bahwa Rusia sekarang menguasai hampir 20 persen wilayah Ukraina.
“Jika sampai pada titik tersebut, tentu saja kita perlu memahami siapa yang harus dan dapat kita ajak bicara, agar bisa menandatangani dokumen yang mengikat secara hukum. Dan kemudian kita harus benar-benar yakin bahwa kita berurusan dengan pihak berwenang (Ukraina) yang sah,” kata Putin.
Putin memenangkan masa jabatan enam tahun baru pada Maret dalam pemilu yang diatur secara ketat, yang oleh oposisi Rusia disebut sebagai pemilu palsu.
Dua kandidat anti-perang dilarang mencalonkan diri karena alasan teknis, dan semua tokoh oposisi terkemuka Rusia berada di penjara atau di luar negeri. Yang paling terkenal, Alexey Navalny, meninggal pada Februari di koloni hukuman Arktik.
KTT Perdamaian
Zelenskyy, dalam pidato video malamnya, tidak merujuk pada pernyataan presiden Rusia tersebut, tetapi mengatakan Putin bertekad untuk membatalkan pertemuan puncak perdamaian bulan depan.
“Dia takut dengan hasil KTT tersebut. Dunia mampu memaksa Rusia untuk berdamai dan mematuhi norma-norma keamanan internasional,” kata Zelenskyy.
“Rusia tidak punya kekuatan untuk melawan mayoritas dunia. KTT perdamaian adalah formula yang memungkinkan Putin untuk tidak berbohong lagi,” imbuhnya.
Rusia tidak diundang ke KTT di Swiss dan menganggap acara tersebut tidak bermakna tanpa partisipasinya.
Zelenskyy secara konsisten menyatakan bahwa upaya perdamaian yang sesuai dengan keinginan Putin tidak akan dimulai. Ia telah berkomitmen untuk merebut kembali wilayah yang hilang, termasuk Krimea yang dianeksasi oleh Rusia pada 2014. Pada 2022, ia menandatangani dekrit yang secara resmi menyatakan bahwa pembicaraan dengan Putin "tidak mungkin dilakukan."
Kepala Direktorat Intelijen Utama Kementerian Pertahanan Ukraina, Kyrylo Budanov, memperingatkan pada Februari bahwa Rusia akan melakukan kampanye yang bertujuan untuk melemahkan legitimasi Zelenskyy dan sistem politik Ukraina. [ah/ft]
Forum