Setelah mengalami pertumbuhan ekonomi yang mengalahkan pertumbuhan ekonomi dunia tahun lalu, para pembuat kebijakan India berusaha keras untuk mencegah perlambatan tajam karena memburuknya kondisi global dan kepercayaan diri domestik yang menghapus reli pasar saham (stock market rally) – atau masa kenaikan harga saham, obligasi, atau indeks yang berkelanjutan – baru-baru ini.
Negara dengan tingkat perekonomian terbesar ketiga di Asia ini pada hari Selasa (8/1) memperkirakan pertumbuhan tahunan pada tahun fiskal yang berakhir di bulan Maret mendatang akan mencapai 6,4% atau berarti yang paling lambat dalam empat tahun terakhir. Proyek yang jauh di bawah perkiraan awal pemerintah ini tampaknya terbebani oleh investasi dan manufaktur yang lebih lemah.
Penurunan peringkat ini menyusul indikator-indikator ekonomi yang mengecewakan dan perlambatan pendapatan perusahaan pada paruh kedua tahun 2024, yang telah memaksa para investor untuk memikirkan kembali performa India sebelumnya, dan menimbulkan keraguan atas target-target ekonomi ambisius Perdana Menteri Narendra Modi.
Kekhawatiran baru ini meningkatkan seruan bagi pihak berwenang untuk meningkatkan sentimen pasar dengan melonggarkan pengaturan moneter dan memperlambat laju pengetatan fiskal, terutama karena masa kepresidenan Donald Trump periode kedua yang menimbulkan lebih banyak ketidakpastian atas prospek perdagangan global.
Sejumlah Masukan
Kepala Ekonom di Emkay Global Financial Services, Madhavi Arora, mengatakan “kita harus menghidupkan kembali “animal spirit” – atau “kecenderungan naik turunnya nilai investasi berdasarkan emosi manusia, bukan berdasarkan nilai intrinsik – dan memastikan bahwa konsumsi akan meningkat. Ini tidak mudah.”
Ditambahkannya, India dapat memperluas neraca fiskalnya atau memangkas tarif suku bunga. Seruan ini muncul di tengah kesibukan pertemuan para pengambil kebijakan di India dengan meningkatnya kekhawatiran dunia usaha akan melemahnya permintaan.
Menteri Keuangan Nirmala Sitharaman pada bulan Desember lalu melangsungkan serangkaian pertemuan dengan industri dan ekonom, suatu kebiasaan sebelum anggaran tahunan India, yang jatuh tempo pada 1 Februari. Beberapa langkah yang diusulkan dalam pertemuan itu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi mencakup pemberian lebih banyak uang ke tangan konsumen dan pemotongan pajak dan tarif. Kedua hal ini sesuai dengan permintaan dan tuntutan asosiasi perdagangan dan industri.
Kekhawatiran Meningkat
Ketika kepercayaan masyarakat berkurang, dorongan politik untuk merangsang pertumbuhan tampaknya semakin besar. Laporan ekonomi bulanan India yang diterbitkan bulan lalu mengatakan kebijakan moneter ketat bank sentral ikut bertanggung jawab atas penurunan permintaan.
Modi telah membuat beberapa perubahan penting baru-baru ini yang diharapkan dapat mengangkat pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas utama, dibandingkan stabilitas harga.
Secara mengejutkan pada bulan Desember, Modi menunjuk Sanjay Malhotra sebagai gubernur bank sentral yang baru, menggantikan Shaktikanta Das, seorang birokrat tepercaya yang diperkirakan akan menjabat selama satu hingga dua tahun lagi sebagai kepala bank, setelah menyelesaikan enam tahun kepemimpinannya.
Penunjukan Malhotra, yang baru-baru ini mengatakan bank sentral akan berusaha untuk mendukung jalur pertumbuhan yang lebih tinggi, terjadi segera setelah data menunjukkan pertumbuhan kuartal September hanya 5,4% atau melambat lebih dari yang diperkirakan.
Selama perebakan pandemi Covid-19, Modi berupaya menjaga perekonomian tetap tumbuh dengan meningkatkan belanja infrastruktur dan membatasi pengeluaran yang boros sehingga menjaga keuangan pemerintah tetap dalam kondisi yang baik. Hal ini mengangkat pertumbuhan PDB, tetapi tidak mendukung upah atau membantu konsumsi mempertahankan ekspansi tahunan lebih dari tujuh persen selama tiga tahun terakhir.
Khawatir Kondisi Ekonomi, Warga Tak Lagi Belanja
Peneliti Senior di Pusat Kemajuan Sosial dan Ekonomi, Sanjay Kathuria, mengatakan meskipun perekonomian India mungkin masih memiliki kinerja yang lebih baik secara global, pertanyaannya adalah apakah India dapat mempertahankan pertumbuhan sebesar 6,5 persen-7,5 persen atau melambat menjadi lime persen-enam persen.
Kepala Ekonom di Emkay Global Financial Services, Madhavi Arora, menilai India saat ini berada dalam "keadaan tidak menentu" di mana masyarakat tidak lagi berbelanja. Ia memperkirakan hal ini akan terus berlanjut jika lapangan kerja tidak membaik dan pertumbuhan upah tetap lemah.
Kantor berita Reuters bulan lalu melaporkan untuk mencapai kesepakatan dengan Trump, pemerintah India berencana memotong pajak untuk beberapa individu dan bersiap menawarkan pemotongan tarif pada beberapa produk pertanian dan barang-barang lainnya yang sebagian besar diimpor dari AS.
Para ekonom mengatakan pemerintah harus memperlambat sebagian pengetatan fiskalnya untuk mendukung pertumbuhan karena keberhasilan langkah-langkah itu bergantung pada besar kecilnya pemotongan fiskal.
Sementara terkait dengan perdagangan, para analis mengatakan India memerlukan rencana yang kredibel untuk melawan perang tarif Trump. Sanjay Kathuria, peneliti yang juga Adjunct Professor di Georgetown University, mengatakan jika China tetap menjadi target utama tarif Trump, hal ini dapat memberikan peluang bagi India untuk meningkatkan profil perdagangannya. India perlu “secara serius menerapkan rasionalisasi tarif untuk membantu memasukkan dirinya lebih dalam ke dalam rantai nilai global,” tambahnya. Hal ini dapat mencakup pemotongan tarif untuk mencegah sanksi dari Gedung Putih pada masa pemerintahan Trump. [em/lt]
Forum