Presiden Donald Trump mengatakan bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berisiko mendatangkan kemarahan besar di negaranya yang miskin.
“Mereka akan disambut dengan api dan kemarahan besar seperti yang belum pernah terlihat sebelumnya. Mereka akan disambut dengan api, kemarahan dan terus terang kekuatan yang belum pernah terjadi di dunia.”
Sebagian analis bertanya-tanya apakah Trump telah menarik “garis merah” dalam kebuntuan hubungan dengan Pyongyang, seperti yang disampaikan oleh Scott Snyder dari Council on Foreign Relations di Washington, D.C.
“Dia jelas tidak terbiasa dengan propaganda dari Korea Utara, dan hal itu menimbulkan tantangan karena ketika dilakukan tindakan terhadap Korea Utara yang mereka anggap menyinggung, mereka biasanya menanggapi dengan bahasa yang kasar dan menghina. Namun, hal itu tidak berarti bahwa mereka akan dapat menindaklanjuti setiap ancaman yang mereka nyatakan. Jika kita mengambil umpan itu dan masuk ke dalam keadaan saling ancam, maka itu akan meningkatkan suasana ketegangan, menghasilkan risiko yang lebih tinggi dalam hal salah perhitungan dan kesalahpahaman,” ujar Scott Snyder.
Scott Snyder mengatakan Trump mungkin bisa jatuh ke dalam perangkap presiden-presiden terdahulu Amerika, membuat ancaman yang mungkin bisa atau tidak bisa mereka laksanakan.
Hari Selasa, berbagai media berita Amerika melaporkan bahwa Badan Intelijen Pertahanan Amerika telah menyimpulkan bahwa Korea Utara baru-baru ini berhasil membangun sebuah hulu ledak nuklir mini, yang cukup kecil sehingga bisa dipasang pada rudal balistik antarbenua yang diujicoba baru-baru ini.
Korea Utara telah mengancam Amerika dengan perang nuklir pada masa lalu sebagai tanggapan terhadap sanksi-sanksi PBB atas uji coba nuklir yang dilakukan oleh negara komunis itu.
Sementara itu, para pejabat di Guam meyakinkan warga di pulau itu bahwa wilayah Amerika itu aman menyusul klaim Korea Utara bahwa pihaknya mempertimbangkan rencananya untuk “membuat api menyelimuti” pulau di Pasifik yang strategis dan penting itu.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan Rabu pagi, Kantor Berita Korea Utara, KCNA, mengatakan bahwa angkatan bersenjata negara itu “mempertimbangkan dengan seksama” rencana untuk serangan rudal terhadap Guam. Pangkalan militer Amerika di pulau itu diyakini menyimpan senjata nuklir terbesar milik Amerika di luar wilayah kontinental Amerika Serikat.
Seorang juru bicara militer Korea Utara mengatakan bahwa rencana serangan tersebut akan “dipraktikkan secara multiarus dan berturut-turut setiap saat,” begitu ada perintah yang diberikan oleh Kim Jong Un.
Gubernur Guam Eddie Calvo mengatakan bahwa tidak ada ancaman bagi pulau itu, tetapi dalam pidatonya melalui televisi dia juga mengatakan bahwa pihaknya “siap menghadapi kemungkinan apapun.” Gubernur Calvo mengatakan “Guam adalah tanah Amerika ... bukan hanya pangkalan militer,” dan Gedung Putih meyakinkannya bahwa serangan terhadap Guam akan dianggap sebagai serangan terhadap Amerika Serikat.
Madeleine Bordallo, delegasi kongres yang terpilih mewakili Guam, juga menyatakan keyakinannya pada kemampuan pasukan Amerika untuk melindungi pulau itu di tengah-tengah ancaman Korea Utara yang “sangat mengganggu,” tetapi ia mendesak Presiden Trump agar bekerjasama dengan masyarakat internasional untuk meredakan ketegangan. [lt/uh]