Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla mencoba untuk menjalani komitmen salah satu agenda Nawa Cita yaitu reforma agraria. Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas yang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Pertanahan di Kantor Presiden Jakarta Rabu (22/3) memerintahkan kepada menteri terkait agar merealisasikan pendataan 4 juta hektar lebih tanah negara untuk diberikan kepada rakyat, termasuk program sertifikasi tanah bagi masyarakat yang tidak mampu.
Jokowi mengatakan, "Untuk itu saya minta kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN untuk fokus bukan saja menuntaskan program sertifikasi lahan bagi masyarakat tidak mampu, tetapi juga segera melakukan pendataan dan penataan sekitar 4,9 juta hektar tanah negara yang bisa diberikan kepemilikannya kepada rakyat. Termasuk di dalamnya tanah Hak Guna Usaha yang tidak diperpanjang serta tanah-tanah telantar."
Selain kepada Kementerian Agraria, Presiden juga memerintahkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera melakukan penataan aset 4,8 juta hektar lebih hutan negara agar bisa dikelola masyarakat ekonomi terbawah.
"Saya juga minta reforma agraria mencakup penataan sekitar 4,85 juta hektar hutan negara yang berada di bawah lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu saya tekankan agar proses penataan dan redistribusi aset ini betul-betul dikawal betul agar tepat sasaran. Serta mampu menyentuh 40% rakyat yang berada di lapisan ekonomi terbawah," imbuh Jokowi.
Presiden juga menyampaikan tentang penataan kembali 12 juta hektar lebih wilayah yang menjadi target program hutan sosial termasuk hutan adat.
Jokowi menambahkan, "Dan terkait dengan perhutanan sosial saya ingatkan kembali setidaknya sekarang ini terdapat 12,7 juta hektar yang menjadi target program perhutanan sosial termasuk di dalamnya hutan desa dan hutan adat."
Program reforma agraria ini, lanjut Presiden Jokowi, dipastikan akan mampu mengatasi kemiskinan di pedesaan.
"Reforma agraria harus bisa menjadikan cara baru bukan saja untuk menyelesaikan sengketa agraria antara masyarakat dengan perusahaan atau masyarakat dengan pemerintah, tetapi juga cara baru mengatasi kemiskinan ketimpangan sosial khususnya di perdesaan," ujarnya.
Sementara itu, Serikat Petani Indonesia mendesak Presiden Jokowi untuk segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum pelaksanaan reforma agraria.
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Indonesia, Agus Rulli kepada VOA berharap pemerintah memprioritaskan konsesi lahan garapan ini kepada petani penggarap atau buruh tani di banyak daerah di Indonesia.
"Nah, sampai sekarang Perpres itu belum keluar. Padahal sudah 2 tahun lalu kita mencoba merumuskan dan mengusulkan melalui BPN atau ke Sekretariat Presiden. Sehingga ada payung hukum yang jelas bagi nanti siapa yang akan menjalankan ini. Mungkin ada dibuat semacam komite pelaksana reforma agraria ini," keluhnya.
Selanjutnya, Rulli menambahkan, "Bagaimana petani-petani ini yang buruh tani. Dia sudah menggarap tanah ini bertahun-tahun. Nah, itulah tinggal dilegalisasi oleh Pemerintah kepada mereka." [aw/uh]