Presiden Korea Selatan Park Geun-hye, Selasa (29/11), menyatakan kesediaannya untuk mundur dari jabatannya dengan syarat Majelis Nasional meloloskan kebijakan yang mengharuskannya mundur. Namun pihak oposisi mencurigai, itu merupakan manuver politik untuk menunda usaha pemakzulan dirinya.
Dalam pidato televisi yang dijadwalkan secara terburu-buru Selasa, Presiden Park Geun-hye mengatakan, "Saya akan menyerahkan langkah saya berikutnya, termasuk memperpendek masa jabatan presiden saya, kepada keputusan Majelis Nasional."
Park Geun-hye juga menambahkan persyaratan dan batas waktu yang tidak jelas untuk lengser, dengan mengatakan dia akan meninggalkan posisi kepresidenannya sesuai dengan jadwal dan prosedur hukum, dan sesuai dengan kebijakan yang akan dibuat oleh pihak yang berkuasa dan oposisi untuk "meminimalkan kekacauan dan kesenjangan dalam urusan negara, dan untuk mengalihkan kekuasaan secara stabil."
Para pemimpin oposisi menanggapi pidato presiden itu dengan skeptis. Sebagian menduga ini mungkin manuver politik untuk menunda upaya pemakzulan dan untuk menggalang dukungan dari partainya sendiri, Partai Saenuri.
Choo Mi-ae, ketua Partai Demokrat Korea, menyatakan bahwa tawaran presiden untuk mengundurkan diri dengan syarat itu tidak akan mengubah rencana oposisi memulai mosi pemakzulanbersama minggu ini dan melakukan pemungutan suara pada hari Jumat.
Pada halaman Facebook-nya, Park Jie-won, pemimpin oposisi Partai Rakyat, mengecam "akal-akalan politik" Presiden Park dan berjanji akan melanjutkan proses pemakzulan dengan dukungan oposisi dan "anggota parlemen Partai Saenuri yang jujur."
Pemakzulan harus disetujui oleh dua pertiga Majelis Nasional yang memiliki 300 anggota.
Para pemimpin Partai Demokrat Korea dan Partai Rakyat, yang memegang 159 kursi di Majelis Nasional, semakin yakin mereka dapat menarik cukup banyak anggota Partai Saenuri yang kecewa untuk mencapai 200 suara yang dibutuhkan untuk memakzulkan presiden.
Tokoh-tokoh penting partai Park di Majelis Nasional bertemu pada hari Senin untuk mendesak presiden mundur dengan bermartabat daripada dipaksa dengan pemakzulan.
Popularitas Park, yang digambarkan sebagai pemimpin yang tidak bisa disuap, anjlok setelah muncul tuduhan jual beli pengaruh bernilai jutaan dolar yang melibatkan orang kepercayaan presiden, Choi Soon-sil, dan beberapa penasihat terdekatnya.
Pada hari Selasa, Presiden Korea Selatan meminta maaf untuk ketiga kalinya, mengatakan dia membuat kesalahan dengan tidak melihat pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang di sekelilingnya. Tapi Park menekankan bahwa selama 18 tahun mengabdi kepada negara dia tidak pernah menggunakan jabatannya untuk mencari keuntungan finansial.
Pekan lalu, untuk pertama kalinya dalam sejarah Korea Selatan, Jaksa Distrik Pusat Seoul menetapkan presiden yang sedang menjabat sebagai seorang tersangka kriminal dalam penyelidikan korupsi.
Jaksa mengklaim Park terlibat dalam tindakan terlarang yang diduga dilakukan oleh temannya Choi Soon-sil dan mantan ajudan Ahn Jong-bum untuk memaksa konglomerat-konglomerat Korea menyumbangkan lebih dari $ 65 juta untuk dua yayasan dengan menggunakan ancaman pemeriksaan pajak.
Choi telah didakwa melakukan penyalahgunaan wewenang, pemaksaan dan penipuan, dan juga diduga menyalurkan sebagian dana itu untuk bisnis pribadinya.
Ahn menghadapi tuduhan serupa dan satu lagi penasehat presiden didakwa membocorkan rahasia pemerintah kepada Choi, yang tidak memegang posisi resmi dan izin untuk mengakses dokumen-dokumen pemerintah.
Presiden membela perannya sendiri dalam mendukung pembentukan yayasan olahraga dan budaya untuk mempromosikan kepentingan negara.
"Saya percaya bahwa ini adalah untuk kebaikan bangsa dan dilakukan untuk kepentingan publik. Saya tidak pernah secara pribadi diuntungkan," kata Park.
Sebagian besar kemarahan publik atas skandal itu terkait persepsi bahwa Choi mampu mengendalikan Park yang naif dengan menggunakan dukun.
Ayah Choi, Choi Tae-min, seorang pemimpin sekte agama, menjadi mentor Park setelah ibunya tewas dalam upaya pembunuhan terhadap ayahnya Park Chung-hee, yang memerintah Korea Selatan selama 18 tahun setelah berkuasa melalui kudeta.
Jika Majelis Nasional memutuskan untuk memakzulkan Presiden Park, jabatannya akan ditangguhkan sampai Mahkamah Konstitusi meninjau mosi itu. Proses ini bisa memakan waktu hingga 180 hari.
Perdana Menteri Hwang Kyo-ahn akan menjadi penjabat presiden selama periode interim.
Jika Mahkamah Konstitusi mendukung keputusan pemakzulan itu, pemilihan presiden baru kemudian harus dijadwalkan dalam waktu 60 hari dari keputusan tersebut.
Masa jabatan lima tahun presiden berakhir pada awal 2018. Meskipun presiden tidak dapat didakwa melakukan kejahatan saat menjabat, Park bisa menghadapi tuduhan kriminal setelah dia mundur atau diberhentikan.
Selama lima minggu terakhir, ratusan ribu orang menggelar protes di seluruh negara itu untuk menuntut pengunduran diri presiden.
Dukungan rakyat terhadap presiden Korea Selatan itu telah turun menjadi hanya empat persen dan jajak pendapat baru-baru ini menemukan bahwa 80 persen warga Korea Selatan mendukung pemakzulannya. [as/ab]