Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI, Brigjen Boy Rafli Amar, menjelaskan terduga pelaku teror yang menjadi buronan polisi dalam kasus ledakan bom rakitan di Tambora Jakarta Barat dan Beji Depok telah menyerahkan diri di Pos Polisi Jembatan Lima Jakarta Barat Minggu (9/9).
Terduga pelaku itu mengaku mempersiapkan dirinya untuk menjadi pelaku bom bunuh diri dengan lokasi antara lain Mabes Polri dan beberapa daerah lainnya yang rencananya akan dilakukan pada Senin (10/9).
“Yang menyerahkan diri di pos polisi Jembatan Lima, Tambora, adalah saudara M. Thoriq, pemilik bahan peledak di Jl. Teratai, Jembatan Lima, Jakarta Barat. Dari hasil pemeriksaan, bom bunuh diri itu dipersiapkan Thoriq untuk melakukan aksi teror hari ini,” ujar Boy.
“Dari hasil penjelasan yang bersangkutan, aksi teror itu umumnya ditujukan untuk aparat kepolisian. Yang pertama Markas Komando Brimob Kwitang, Pos Polisi Salemba, kantor Densus 88 Mabes Polri dan Komunitas Masyarakat Budha, terkait issue Rohingya, Myanmar. Berdasarkan pengakuannya, Thoriq melakukan ini karena ingin masuk surga.”
Selain itu, Boy juga mengungkapkan bahwa Tim Detasemen Khusus 88 telah menangkap empat terduga teroris pada Minggu (9/9) di Ambon, serta menyita senjata api dan ribuan amunisi.
“Keempatnya adalah Sukri, Jimi alias Zum, Baharuddin dan Imran. Dari mereka diperoleh satu buah senjata api jenis MK 3 dan satu senjata api jenis SS1. Kemudian ada granat dan pelontar serta 10.000 butir amunisi siap pakai. Penangkapan ini terkait dengan pelatihan-pelatihan militer di beberapa titik daerah di Sulawesi, diantaranya di Poso Sulawesi Tengah,” tutur Boy.
Ia menambahkan, penyidik polisi menemukan keterkaitan antara perakitan bom yang dilakukan Thoriq dengan pelaku penangkapan di Ambon. Namun untuk kelompok di Solo, kepolisian masih melakukan penyelidikan.
Direktur deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris kepada VoA mengatakan kelompok-kelompok ini punya arah yang sama dalam melakukan aksi teror.
Menanggapi munculnya generasi baru dalam kelompok teroris, terkait dengan upaya deradikalisasi dari pemerintah untuk mencegah munculnya kembali kelompok teror, Irfan megatakan tidak mudah melakukan pendeteksian aktivitas kelompok teror ini, khususnya regenerasi yang dilakukan dan perluasan jaringan.
“Kalaupun ada ledakan bukan berarti deradikalisasi tidak jalan atau dipertanyakan. Program ini baru jalan setahun. Kalaupun ada ledakan-ledakan seperti itu sudah lama dipersiapkan, bisa 10 tahun atau jauh sebelumnya,” ujar Irfan.
“Adapun persiapan generasi dan perluasan jaringan, kita tidak bisa langsung mendeteksinya semuanya secara sekaligus. Kita bertahap, ada anti radikalisasi kelompok masyarakat tertentu. Dan deradikalisasi kepada kelompok inti.”
Terduga pelaku itu mengaku mempersiapkan dirinya untuk menjadi pelaku bom bunuh diri dengan lokasi antara lain Mabes Polri dan beberapa daerah lainnya yang rencananya akan dilakukan pada Senin (10/9).
“Yang menyerahkan diri di pos polisi Jembatan Lima, Tambora, adalah saudara M. Thoriq, pemilik bahan peledak di Jl. Teratai, Jembatan Lima, Jakarta Barat. Dari hasil pemeriksaan, bom bunuh diri itu dipersiapkan Thoriq untuk melakukan aksi teror hari ini,” ujar Boy.
“Dari hasil penjelasan yang bersangkutan, aksi teror itu umumnya ditujukan untuk aparat kepolisian. Yang pertama Markas Komando Brimob Kwitang, Pos Polisi Salemba, kantor Densus 88 Mabes Polri dan Komunitas Masyarakat Budha, terkait issue Rohingya, Myanmar. Berdasarkan pengakuannya, Thoriq melakukan ini karena ingin masuk surga.”
Selain itu, Boy juga mengungkapkan bahwa Tim Detasemen Khusus 88 telah menangkap empat terduga teroris pada Minggu (9/9) di Ambon, serta menyita senjata api dan ribuan amunisi.
“Keempatnya adalah Sukri, Jimi alias Zum, Baharuddin dan Imran. Dari mereka diperoleh satu buah senjata api jenis MK 3 dan satu senjata api jenis SS1. Kemudian ada granat dan pelontar serta 10.000 butir amunisi siap pakai. Penangkapan ini terkait dengan pelatihan-pelatihan militer di beberapa titik daerah di Sulawesi, diantaranya di Poso Sulawesi Tengah,” tutur Boy.
Ia menambahkan, penyidik polisi menemukan keterkaitan antara perakitan bom yang dilakukan Thoriq dengan pelaku penangkapan di Ambon. Namun untuk kelompok di Solo, kepolisian masih melakukan penyelidikan.
Direktur deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris kepada VoA mengatakan kelompok-kelompok ini punya arah yang sama dalam melakukan aksi teror.
Menanggapi munculnya generasi baru dalam kelompok teroris, terkait dengan upaya deradikalisasi dari pemerintah untuk mencegah munculnya kembali kelompok teror, Irfan megatakan tidak mudah melakukan pendeteksian aktivitas kelompok teror ini, khususnya regenerasi yang dilakukan dan perluasan jaringan.
“Kalaupun ada ledakan bukan berarti deradikalisasi tidak jalan atau dipertanyakan. Program ini baru jalan setahun. Kalaupun ada ledakan-ledakan seperti itu sudah lama dipersiapkan, bisa 10 tahun atau jauh sebelumnya,” ujar Irfan.
“Adapun persiapan generasi dan perluasan jaringan, kita tidak bisa langsung mendeteksinya semuanya secara sekaligus. Kita bertahap, ada anti radikalisasi kelompok masyarakat tertentu. Dan deradikalisasi kepada kelompok inti.”