PM Jepang Fumio Kishida dan Presiden Korea Selatan Yoon Seok Yeol mengadakan pembicaraan di Tokyo, Kamis (16/3), dalam upaya mengatasi perselisihan sejarah dan untuk segera membangun kembali hubungan ekonomi dan keamanan kedua negara. Beberapa jam sebelumnya, Korea Utara meluncurkan rudal jarak jauh, yang menegaskan keprihatinan keamanan bersama kedua negara.
Kunjungan Yoon ke Jepang adalah yang pertama dilakukan oleh seorang presiden Korea Selatan dalam 12 tahun ini. Lawatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan hubungan yang telah terhambat oleh sengketa historis terkait pendudukan Jepang di Semenanjung Korea pada tahun 1910-1945.
PM Jepang Fumio Kishida dan Presiden Korea Selatan Yoon Seok Yeol memuji “babak baru” dalam hubungan bilateral, Kamis (16/3), dengan bersepakat untuk memulihkan kunjungan reguler ke masing-masing negara serta meredakan ketegangan perdagangan dan isu lainnya yang telah berlangsung lama.
Langkah itu diumumkan hari Kamis dalam pertemuan puncak yang jarang terjadi di Tokyo antara Yoon dan Kishida. Lawatan Yoon ke Jepang adalah kunjungan bilateral pertama yang dilakukan seorang presiden Korea Selatan dalam 12 tahun ini.
“Pertemuan hari ini dengan PM Kishida memiliki makna khusus untuk memberi tahu rakyat kedua negara kita bahwa hubungan Korea Selatan-Jepang, yang telah mengalami masa-masa sulit karena berbagai masalah, kini berada pada titik awal baru,” kata Yoon.
Duduk di seberang Yoon, Kishida mengatakan ia sangat gembira “memulai babak baru dari masa depan hubungan Jepang dan Korea Selatan yang berorientasi ke depan pada hari ini, ketika kita dapat merasakan datangnya musim semi.
Menurut kementerian perdagangan Korea Selatan, Jepang setuju untuk mencabut pembatasan ekspor komponen semikonduktor yang penting bagi Korea Selatan. Sebagai imbalannya, Korea Selatan akan membatalkan pengaduan terkait di Organisasi Perdagangan Dunia, lanjut kementerian itu.
Kedua pemimpin juga sepakat untuk mulai saling melakukan lawatan rutin ke negara lainnya. Lawatan semacam itu, yang disebut sebagai “diplomasi ulang alik,” telah ditangguhkan sejak 2011.
Yoon dan Kishida juga sepakat untuk “menormalisasi sepenuhnya” perjanjian berbagi data intelijen yang dikenal sebagai GSOMIA, kata Yoon.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya Kishida dan Yoon untuk membangun hubungan yang berfokus ke depan yang dapat dengan lebih baik menghadapi tantangan bersama, seperti China dan Korea Utara.
Sebagai pengingat mengenai keprihatinan bersama itu, Korea Utara hari Kamis meluncurkan rudal balistik antarbenua yang mendarat hanya 250 kilometer sebelah barat pulau Oshima di Prefektura Hokkaido, Jepang.
Tidak ada kerusakan dilaporkan oleh rudal itu, yang jatuh di luar zona ekonomi eksklusif Jepang, menurut kementerian pertahanan Jepang.
Dalam pidato pembukaannya, Yoon mengatakan ancaman nuklir dan rudal Korea Utara “semakin hari semakin canggih” dan merupakan “ancaman sangat besar terhadap perdamaian dan stabilitas, bukan hanya di Asia Timur tetapi juga di komunitas internasional.”
“Korea Selatan dan Jepang harus bekerja sama dengan erat dalam solidaritas, dan secara bijak menangani ancaman yang melanggar hukum dan dilema bagi masyarakat internasional,” kata Yoon, menurut kantor berita Korea Selatan Yonhap.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengecam peluncuran itu yang disebutnya “tindakan biadab.” “Kami akan mengukuhkan kerja sama erat dengan Korea Selatan dan AS ke arah denuklirisasi penuh Korea Utara pada pertemuan puncak Jepang-Korea Selatan hari ini,” lanjutnya.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih mengatakan AS “mengecam keras” peluncuran itu, yang “meningkatkan ketegangan dan risiko yang mengacaukan situasi keamanan di kawasan tersebut.”
Korea Utara belum berkomentar mengenai peluncuran tersebut. Negara itu biasanya tidak mengungkapkan rincian mengenai peluncurannya hingga sehari kemudian di media pemerintah.
Peluncuran rudal Korea Utara yang berlangsung hampir konstan sejak awal tahun ini telah menjadi pengingat rutin mengenai ancaman dari negara bersenjata nuklir itu. Tahun lalu, Korea Utara meluncurkan lebih dari 90 rudal, sejauh ini merupakan jumlah terbanyak yang ditembakkan dalam satu tahun. Sebagian rudal terbang ke dekat Korea Selatan dan Jepang, memicu peringatan berlindung dan alarm serangan udara.
Pekan lalu, Yoon mengungkapkan rencana untuk menyelesaikan salah satu masalah paling sulit dalam hubungan Jepang-Korea Selatan, cara memberi kompensasi warga Korea Selatan yang menjadi korban kerja paksa oleh Jepang.
Berdasarkan rencana tersebut, para korban akan diberi kompensasi melalui yayasan publik yang didanai oleh sumbangan dari perusahaan-perusahaan Korea Selatan tanpa keterlibatan langsung bisnis Jepang.
Rencana ini dikritik keras oleh Partai Demokrat yang beroposisi di Korea Selatan; berbagai jajak pendapat menunjukkan sekitar 60 persen warga Korea Selatan menolak proposal tersebut.
Yoon telah membela rencananya, dengan mengatakan Korea Selatan dan Jepang memerlukan hubungan yang lebih fokus ke depan yang dapat menghadapi tantangan bersama, seperti China dan Korea Utara.[uh/ab]
Forum