Pemerintah Israel pada Senin (20/2), melanjutkan rencana kontroversial untuk merombak sistem hukum negara itu, meskipun ada kegemparan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mencakup protes massal, peringatan dari para pemimpin militer dan bisnis, serta seruan untuk menahan diri dari Amerika Serikat.
Ribuan demonstran diperkirakan akan berkumpul di luar parlemen, atau Knesset, selama dua minggu berturut-turut untuk menentang rencana tersebut saat anggota parlemen bersiap untuk mengadakan pemungutan suara awal.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan sekutunya -- sekumpulan anggota parlemen ultra-religius dan ultranasionalis -- mengatakan rencana itu dimaksudkan untuk memperbaiki sistem yang telah membuat pengadilan dan penasihat hukum pemerintah memiliki terlalu banyak pengaruh dalam merancang undang-undang dan membuat keputusan.
Para kritikus mengatakan rencana itu akan mengacaukan sistem checks and balances negara dan memusatkan kekuasaan di tangan perdana menteri. Mereka juga mengatakan bahwa Netanyahu, yang diadili atas serangkaian tuduhan korupsi, memiliki konflik kepentingan.
Kebuntuan tersebut telah menjerumuskan Israel ke dalam salah satu krisis domestik terbesarnya, mempertajam perselisihan warga Israel mengenai bagaimana seharusnya karakter negara mereka dan nilai-nilai yang mereka yakini harus memandunya.
Pemungutan suara pada Senin (20/2) hanyalah yang pertama dari tiga tahapan yang harus dilalui untuk mendapat persetujuan parlemen. Sementara proses itu diperkirakan akan memakan waktu berbulan-bulan, pemungutan suara tersebut merupakan tanda tekad koalisi untuk terus maju dan dilihat oleh banyak orang sebagai itikad buruk.
Presiden Israel -- yang tidak memiliki banyak pengaruh dalam pemerintahan -- telah mendesak pemerintah untuk membekukan undang-undang itu dan berkompromi dengan oposisi. Para pemimpin di sektor teknologi yang sedang booming telah memperingatkan bahwa melemahnya peradilan dapat membuat investor menjauh. Puluhan ribu orang Israel telah melakukan protes di Tel Aviv dan kota-kota lain setiap minggu.
Pekan lalu, sekitar 100.000 orang berdemonstrasi di luar Knesset saat sebuah komite memberikan persetujuan awal untuk rencana tersebut. Itu adalah protes terbesar di kota itu selama bertahun-tahun.
Pada Senin (20/2), para pengunjuk rasa melancarkan protes duduk di pintu masuk rumah beberapa anggota parlemen koalisi dan menghentikan lalu lintas sebentar di jalan raya utama Tel Aviv. Menjelang demonstrasi utama di Yerusalem, ratusan orang mengibarkan bendera Israel dan memprotes di Tel Aviv dan Haifa, memegang poster-poster bertuliskan “perlawanan adalah wajib.”
“Kami di sini untuk berdemonstrasi untuk demokrasi. Tanpa demokrasi tidak ada negara Israel. Dan kami akan berjuang sampai akhir,” kata Marcos Fainstein, seorang pengunjuk rasa di Tel Aviv.
Perombakan tersebut telah mendorong sejumlah mantan kepala keamanan yang biasanya diam untuk berbicara dan bahkan memperingatkan tentang kemungkinan akan terjadinya perang saudara. Sebagai tanda meningkatnya emosi, sekelompok veteran tentara berusia 60-an dan 70-an mencuri tank yang dinonaktifkan dari situs peringatan perang dan menutupinya dengan deklarasi kemerdekaan Israel sebelum dihentikan oleh polisi.
Rencana tersebut bahkan telah memicu peringatan langka dari AS, sekutu internasional utama Israel. [ab/lt]
Forum