Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban tiba di Georgia pada hari Senin (28/10) setelah memberikan ucapan selamat kepada partai penguasa di Georgia atas kemenangan mereka dalam pemilu, yang disebut pihak oposisi diwarnai pelanggaran.
Komisi pemilihan umum Georgia mengatakan bahwa Partai Impian Georgia (Georgian Dream) memenangkan pemilu pada hari Sabtu (26/10) dengan perolehan suara mencapai hampir 54 persen. Akan tetapi, partai-partai oposisi menyengketakan hasil itu dan menyerukan unjuk rasa.
Hasil pemilu tersebut merupakan pukulan bagi warga Georgia pro-Barat, yang menganggap pemilu kali ini adalah pilihan antara partai penguasa yang telah mempererat hubungan dengan Rusia dan oposisi yang berniat mempercepat pengintegrasian Georgia dengan Eropa.
Orban menyelamati Partai Impian Georgia atas kemenangan mereka pada Sabtu.
“Rakyat Georgia tahu yang terbaik bagi negara mereka, dan menyuarakan suara mereka hari ini!” tulisnya di platform X.
Dalam kunjungannya ke Georgia, Orban didampingi oleh menteri keuangan, menteri ekonomi dan menteri luar negeri Hungaria.
Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto menulis di Facebook pada Senin bahwa hasil pemilu Georgia adalah “kekalahan yang buruk” bagi kelompok liberal.
Hungaria, yang tengah memegang jabatan presiden Dewan Uni Eropa, telah memicu amarah sesama anggota Uni Eropa dan NATO karena bertekad untuk menjaga hubungan dekatnya dengan Rusia, meski telah menginvasi Ukraina sejak 2022.
Uni Eropa, Amerika Serikat dan NATO telah menyerukan penyelidikan menyeluruh atas dugaan pelanggaran pemilu Georgia. Partai Impian Georgia dan komisi pemilihan umum setempat mengatakan pemungutan suara dilakukan secara bebas dan adil.
Presiden Georgia Salome Zourabichvili menyebut hasil pemilu itu sebagai “operasi khusus Rusia,” menuduh partai penguasa menggunakan taktik dan propaganda khas Rusia, dan menyerukan kepada warga Georgia untuk turun ke jalan pada Senin malam.
Sementara itu, Kremlin pada Senin membantah adanya campur tangan Rusia dalam pemilu Georgia, dan menyebut bahwa justru Barat-lah yang berusaha mentidakstabilkan situasi.
Juli lalu, Orban memicu kontroversi ketika ia mengunjungi Moskow dan Beijing dalam apa yang disebut pemerintah Hungaria sebagai sebuah “misi perdamaian," selagi menjabat presiden Dewan UE, tanpa berkoordinasi dengan mitra-mitranya di Eropa. [rd/lt]
Forum