Pertemuan para menteri luar negeri Kelompok 20 a tau G20selama dua hari berakhir di Johannesburg pada Jumat (21/2). Bertujuan untuk mengatasi permasalahan global, pembicaraan antara negara-negara terkaya di dunia malah menggarisbawahi kelemahan dalam iklim geopolitik saat ini.
Meskipun para pejabat asing mendapat sambutan hangat pada pertemuan di Johannesburg, yang diselenggarakan oleh Afrika Selatan sebagai presiden G20, ketegangan sudah tampak jelas, bahkan sebelum pertemuan tersebut dimulai.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio mengumumkan pada awal bulan ini bahwa ia memboikot pertemuan tersebut, dengan alasan agenda pertemuan itu “anti-Amerikanisme”. Topik-topik tersebut mencakup perubahan iklim dan kesetaraan bagi negara-negara berkembang.
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyampaikan langsung perselisihan ini dalam pidato pembukaannya, dengan mengatakan bahwa dunia berada di bawah ancaman meningkatnya intoleransi dan peperangan.
“Namun terdapat kurangnya konsensus di antara negara-negara besar, termasuk G20, mengenai bagaimana menanggapi isu-isu penting global ini,” kata Ramaphosa.
Bahkan foto grup yang direncanakan pun gagal, meskipun tidak ada penjelasan resmi yang diberikan atas pembatalan menit-menit terakhir tersebut.
Steven Gruzd, seorang analis di Institut Urusan Internasional Afrika Selatan, berbicara tentang tantangan yang dihadapi dalam pertemuan tersebut.
“Afrika Selatan mengalami kesulitan untuk mengajak negara-negara yang secara ideologis sangat berbeda untuk duduk di meja yang sama,” katanya.
Afrika Selatan mendapat kecaman dari pemerintahan baru Amerika Serikat, yang menuduh pemerintah neagara itu melakukan perampasan tanah, tuduhan yang dibantah keras oleh Afrika Selatan. Presiden Donald Trump baru-baru ini menghentikan bantuan keuangan kepada Afrika Selatan atas tuduhan tersebut.
Washington mengirim Kuasa Usaha Kedutaan Besar Amerika Serikat Dana Brown untuk menggantikan Rubio. Kedubes Amerika Serikat menolak permintaan wawancara VOA.
Namun ada pernyataan dukungan terhadap Afrika Selatan yang memimpin G20 dari beberapa menteri luar negeri Eropa. Rusia dan China juga mengirimkan utusan utamanya.
Dalam sambutannya pada pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyatakan dukungannya terhadap Afrika Selatan yang menjabat kepresidenan G20.
Ia juga mencatat bahwa, “lanskap internasional saat ini ditandai dengan transformasi dan turbulensi.” Dia menambahkan, China akan “bekerja dengan semua pihak” dalam perdamaian, keamanan, dan multilateralisme dunia.
Salah satu topik yang mendominasi pertemuan tersebut adalah Ukraina. Para menteri luar negeri berkumpul beberapa hari setelah Trump mengubah kebijakan Amerika mengenai perang, menyatakan bahwa Ukraina adalah pihak yang harus disalahkan atas invasi Rusia pada 2022 dan menyebut mantan sekutu Amerika Serikat, Volodymyr Zelenskyy, sebagai “diktator.”
Pensiunan diplomat Amerika Serikat Brooks Spector mengatakan, “Sekarang Presiden Trump telah secara efektif mengakhiri konsensus umum Barat mengenai Ukraina, jelas negara-negara Eropalah yang menjadi sumber utama dukungan bagi Ukraina dan presidennya dan bahkan perjuangannya melawan Rusia.” [ft]