Tautan-tautan Akses

Permasalahan DPT Warnai Pilkada DKI Jakarta


Pemilih memasukkan kertas suara ke dalam kotak dalam pemilihan kepala daerah Jakarta. (Photo: VOA/Andylala Waluyo)
Pemilih memasukkan kertas suara ke dalam kotak dalam pemilihan kepala daerah Jakarta. (Photo: VOA/Andylala Waluyo)

Sejumlah warga tidak masuk daftar pemilih tetap (DPT) pemilihan kepala daerah Jakarta sehingga tidak bisa menggunakan hak suaranya.

Surianto, 60, warga kelurahan Tanah Tinggi, kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, terkejut ketika ia tidak dapat menggunakan hak pilihnya untuk pemilihan kepala daerah Jakarta pada Rabu (11/7). Meski ia memiliki kartu tanda penduduk (KTP) DKI Jakarta, ia dinyatakan tidak termasuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

“Saya tanya Pak RT, hak suara saya ke mana, kok tidak terdaftar. Saya beri KTP karena ingin menyoblos, tapi tidak diterima. Petugas TPS [Tempat Pemungutan Suara] mengatakan nama saya tidak ada,” ujar Sorianto.

“Saya katakan saya punya KTP, dan Kartu Keluarga. Saya merasa dirugikan kalau caranya begini. Saya tinggal di sini sejak 1965, selama ini tidak pernah ada masalah,” tambahnya.

Di Apartemen Taman Rasuna, Jakarta Selatan, kurang lebih 15 orang warga berang karena menemukan namanya tidak ditemukan dalam DPT meski sudah memiliki KTP dan mendaftar.

“Kami adalah penghuni lama di sini, sudah mendaftar dan saya sudah memilih baik di pemilu dan pilkada sebelumnya. Mengapa jadi tidak bisa menggunakan hak pilih? Saya tidak menyangka niat baik untuk memilih gubernur dihalangi birokrasi yg berantakan, kekakuan legalistik dan kemungkinan niat curang,” ujar Devi Asmarani, salah seorang warga.

Menurut Devi, ia dan warga-warga lainnya telah memarahi petugas TPS dan mengancam akan melakukan class action, namun tetap tidak diperbolehkan memilih meski sudah menunjukkan KTP.

Menanggapi permasalahan itu, Safari Musir, ketua penyelenggara pemungutan suara wilayah Tanah Tinggi menjelaskan, warga yang tidak terdaftar kemungkinan memiliki KTP ganda.

“Bukannya tidak tercatat, sebenarnya dicatat. Cuma kita perlu penyortiran, takut nanti ada yang ganda,” ujarnya.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menyatakan telah menghapus 21.344 pemilih dari DPT karena memiliki identitas ganda, sehingga jumlah pemilih pun berubah dari 6.983.692 orang pemilih menjadi 6.962.348 orang.

Para pemilih tersebut pada Rabu menggunakan hak politiknya untuk memilih gubernur dan wakil gubernur untuk periode 2012-2017. Masing-masing warga memilih sepasang kandidat dari enam pasang calon yang bertarung dalam pemilihan tersebut: Pasangan Fauzi Bowo-Nahrowi Ramli; Hendardji- Riza Patria; Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama; Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini; Faisal Basri-Biem Benjamin; dan Alex Noerdin - Nono Sampono.

Beberapa lembaga penelitian dan media massa pada hari yang sama mulai melakukan penghitungan cepat (quick count) hasil pilkada DKI Jakarta. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) mencatat pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama untuk sementara unggul dengan angka 44 persen, disusul Fauzi Bowo 33 persen, Hidayat 11,24 persen.

Suhardi, ketua tim penghitungan cepat LP3ES mengatakan, ini baru hasil sementara dari 500 Tempat Pemilihan Suara (TPS) yang di data.

“Sekarang suara sudah masuk sekitar 52 persen dari 500 TPS yang menjadi sampling. Metode kita perhitungan langsung dari TPS-TPS yang menjadi sampling,” jelasnya.

Sementara itu, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menempatkan pasangan Jokowi- Basuki Tjahaja Purnama di posisi pertama dengan suara 43,03 persen, disusul Fauzi Bowo-Nahrowi Ramli dengan 34,58 persen dan Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini 11,49 persen. LSI telah menyelesaikan quick count sebanyak 64,86 persen.

Recommended

XS
SM
MD
LG